"Jadi selama ini, lo tinggal di sini?" Tatapan Dewa terpaku pada rumah sederhana di depannya itu. "Rumah ini nggak terlalu jauh dari rumah bokap tiri lo. Kenapa nggak kasih kita kabar?" Sekarang beralih menatap pada Karen.
Karen meringis. Selain karena merasakan perih pada luka-lukanya, juga bingung bagaimana cara menjawab pertanyaan Dewa. Untung saja, belum sempat mulutnya terbuka, suara pekikan histeris seorang wanita terdengar mengalihkan perhatian mereka.
"Karen!! Kenapa bisa sampai seperti ini, Nak? Astaga ... itu luka kamu. Kamu habis ngapain aja?" Kartina hampir pingsan kala melihat penampilan anak laki-lakinya ini. Wajah babak belur, rambut lepek, dan juga pakaian yang sudah kotor akibat debu dan juga noda darah.
"Ibuk, jangan khawatir. Aku nggak pa-pa. Serius, ini nggak pa-pa, kok."
"Nggak pa-pa, gimana?!" Kedua mata wanita paruh baya itu melotot tajam atas jawaban asal-asalan Karen. "Jaka!! Ini Karen sudah pulang!!"
Jaka yang memang tengah bersiap untuk mencari Karen, seketika berlari keluar dari rumah begitu mendengar suara ibunya. Laki-laki itu juga sama terkejutnya dengan sang ibu, kala melihat penampilan Karen yang jauh dari kata baik. "Astaga, Karen!! Kamu habis berantem di mana?! Kamu ketemu preman atau begal?"
"Enggak, Mas, enggak! Aku nggak pa-pa. Eum ... kita boleh masuk dulu, nggak? Kayanya lebih enak ngobrol di dalem. Nggak enak juga kita buat keributan di luar, apalagi ini udah tengah malem. Takut ganggu yang lain."
Begitu mendengar kalimat Karen, Kartina dan Jaka seketika menyadari jika anak ini memang tidak datang sendiri. Ada tiga remaja seusia Karen di sana, menatap mereka dengan canggung namun juga penuh tanda tanya. Akhirnya, Kartina menggiring mereka masuk. Wanita itu bahkan langsung bergegas mengambil kotak obat, untuk mengobati luka-luka Karen dan satu temannya yang lain.
Jaka mengamati wajah kedua anak yang tidak asing di depannya ini. "Sebentar, saya nggak asing sama wajah kalian."
Tahu bahwa kalimat itu untuknya dan Sagara, Abimanyu membalas. "Maaf sebelumnya, Kak, kita pernah ketemu?"
"Ah, jangan panggil Kak. Panggilan Mas saja, biar sama seperti Karen." Melihat kedua remaja itu menganggukkan kepala, Jaka melanjutkan. "Iya. Saya kaya pernah ketemu kalian. Sebentar ... saya ingat-ingat dulu."
"Mas Jaka."
Panggilan Karen membuat Jaka menoleh. "Kenapa, Ren?"
"Kayanya aku tau dimana Mas pernah ketemu mereka. Inget, nggak, waktu itu Mas pernah cerita kalau habis nolongin dua anak SMA yang di keroyok? Nama sekolah yang Mas sebut itu, sekolah aku dulu. Dan kayanya, kedua orang yang Mas tolong itu, mereka. Sagara sama Abimanyu."
"Oh, iya, bener!! Mas baru inget!!"
"Hah?" Abimanyu masih belum bisa memahami situasi yang terjadi. Karena pada saat itu, kesadarannya sudah terenggut lebih dulu. Tahu-tahu, ketika sadar, dia sudah berada di rumah sakit.
KAMU SEDANG MEMBACA
Karen Laka
Ficción GeneralSemesta menghadirkan dia, untuk mencicipi pahit manisnya sebuah kehidupan. Dengan tubuh kurusnya yang babak belur di hajar pahitnya kenyataan. Dia di paksa agar terus berdiri menjulang, untuk menjadi pelindung bagi orang-orang tersayang. Dia Karen...