Bunyi suara tamparan keras itu menggema di ruang tamu besar rumah Jordi. Ketiga manusia yang menjadi pengamat, sama-sama mengulas senyum tipis kala melihat pemandangan di depan mereka. Sedangkan kedua manusia yang lain, saling menatap dengan sorot mata masing-masing. Ada yang menatap tajam, ada pula yang menatap kosong dan dingin.
"Kamu mengancam Nada?! Berani kamu, Karen?!" gema suara Syifa terdengar. Napas wanita itu juga memburu karena emosi yang sudah di tahan sejak lama. Baru saja kembali menemani Jordi dari luar negeri, tiba-tiba putrinya berkata bahwa Karen mengatakan kata-kata ancaman kepadanya. "Jawab! Bisu kamu?!"
"Iya."
"Yang jelas, Karen! Kamu lagi bicara sama saya, bukan sama tembok!!"
"Iya. Aku kasih Nada ancaman."
Satu tamparan lagi berhasil mendarat di pipi Karen. "Kenapa?! Dia salah apa sama kamu?! Jangan berani-beraninya, ya, kamu mengancam dia seperti itu. Sekarang minta maaf!"
"Nggak."
"Karen!!"
"Aku nggak akan minta maaf." Karen terdiam sejenak. Setelah membasahi tenggorokan nya yang terasa kering, ia kembali melanjutkan. "Seharusnya, Bunda yang minta maaf sama aku."
Kedua mata Syifa sontak membulat. "Kenapa saya harus minta maaf sama kamu?"
"Karena Bunda ... udah ambil semua orang yang aku sayang."
Getar suara itu menyentak Syifa untuk beberapa saat. Tapi tak lama, karena setelah itu, suara Nada ikut menggema. "Bund, dia kemarin hampir nyekik aku. Kata dia juga, dia nggak akan takut bunuh aku di rumah ini. Kayanya anak Bunda ini udah gila, deh."
Syifa menoleh pada Nada yang kini berdiri di sampingnya dengan wajah ketakutan. "Kamu tenang aja, ya. Dia nggak akan berani macam-macam sama kamu. Bunda jamin itu."
"Bener, Bund?"
"Iya. Sudah, sekarang kamu sama Nadikta masuk ke kamar, ya?"
"Oke." Setelah itu, Nada memberikan kode kepada Nadikta melalui tatapan mata. Cowok yang merupakan kakak kembarnya itu seketika bangkit dan ikut berjalan menaiki lantai dua. Meninggalkan ketiga orang lainnya di sana.
Sampai di kamar Nada, Nadikta membuka suara. "Lo beneran diancam sama dia?"
"Iya. Awalnya gue nggak mau bilang sama lo. Tapi, gue rasa, perempuan itu harus tau. Jadi ya udah, gue tambahin sedikit bumbu drama di dalemnya. Eh, itu perempuan langsung percaya."
"Ck. Tapi dia nggak ngapa-ngapain lo, 'kan? Ada yang luka nggak badan lo?" Masalahnya, ini sudah lewat satu hari. Nadikta takut Nada menyembunyikan hal yang lain.
"Nggak ada. Aman." Terdengar hembusan napas lega dari Nadikta kemudian. Nada mengamati sang kakak sejenak, lalu kembali bersuara. "Besok jadi ke rumah sakit, Dik?"
KAMU SEDANG MEMBACA
Karen Laka
Ficção GeralSemesta menghadirkan dia, untuk mencicipi pahit manisnya sebuah kehidupan. Dengan tubuh kurusnya yang babak belur di hajar pahitnya kenyataan. Dia di paksa agar terus berdiri menjulang, untuk menjadi pelindung bagi orang-orang tersayang. Dia Karen...