12. "Mantan kamu berapa, Mas?"

2.4K 194 22
                                    

Ini hari Sabtu

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Ini hari Sabtu.

"Mas, nanti malam kita malmingan yuk!"

"Enggak."

Suami kampret!

Aku menabok lengannya yang baru saja menaruh gelas di meja makan. Yaps dia baru saja selesai sarapan, lagi-lagi tidak berkata terima kasih karena telah membuatkannya sarapan hari ini.

Menerima KDRT-ku itu, Mas Nata sudah biasa. Saking biasanya ditabok pun ekspresinya tidak juga berubah, seolah tabokanku rasanya hanya seperti kentutnya nyamuk.

"Masa yang nurutin ngidamku selalu orang lain terus sih? Mbok, Mama sama Ibu. Mas Nata yang sebagai suami kapan dong?!" protesku beruntun.

"Iya, nanti."

YA ALLAH AKU PASRAHKAN MANUSIA SATU INI PADAMU. AKU IKHLAS!!!

Tidak bisa ya jawabannya panjangan dikit? Jawabnya 'iya' tapi kayak enggak ikhlas gitu. Ya ora peduli, mau Mas Nata ikhlas atau tidak, aku akan tetap memaksanya malming.

Setelah Mas Nata berangkat kerja, aku sibuk menunggunya pulang, melihat jam sampai bosan. Lama sekali. Tapi penantianku terbayar saat malamnya, jam 19.00 kira-kira, Mas Nata beneran menyuruhku siap-siap. Horeee! Aku hanya pakai hoodie dan celana kain longgar, dingin soalnya. Mas Nata juga sama dengan outfit-ku. Macam anak kembar.

Selama perjalanan aku full senyum, sampai tidak memperhatikan Mas Nata yang bertanya kemana tujuanku. Giliran Mas Nata yang milih, membawaku ke kafe estetik dan terkesan romantis, tempat yang biasanya didatangi sepasang kekasih malam mingguan, aku malah cemberut.

Aku menarik-narik lengan hoodie Mas Nata. Kami sudah duduk di salah satu kursi.

Mas Nata menoleh, bertanya kenapa lewat tatapannya.

"Aku enggak mau di sini! Mau makan pecel lele di pinggir jalan aja."

Ekspresi Mas Nata tampak lelah mendengar ucapanku.

Aku tidak peduli pada Mas Nata, aku tidak peduli pada karyawan yang hampir menuju meja kami untuk mencatat pesanan, aku tidak peduli tatapan orang-orang. Karena aku tidak peduli, makanya aku menarik Mas Nata keluar kafe bahkan sebelum sempat memesan apa-apa.

Inikah yang namanya numpang duduk doang?

"Makanya kalau ditanya mau kemana itu nyahut."

"Kamu yang enggak nanya ulang."

Apapun masalahnya, istri selalu benar pokoknya.

Mas Nata menghela nafas, menatap bangunan kafe dan aku bergantian. Seolah tatapannya itu mengatakan malu-maluin-banget-kamu.

Aku nyengir bodoh, memeluk leher Mas Nata, berusaha membujuknya.

"Pecel lele di pinggir jalan aja ya Mas ya?" Aku mengedip-ngedipkan mataku.

Kemelut Rumah Tangga Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang