"Beneran kamu pacaran sama Zurielle, Ky?"
Aku mendadak kaku. Tidak ingin sama sekali membohongi orang tua.
Namun, Pak Raka adalah salah satu alasan kenapa Zurielle ingin kami pura-pura pacaran, yaitu agar ayahnya itu percaya bahwa Zu sudah berubah jadi lebih baik, sehingga beliau bisa berhenti memarahi Zu.
"M...maaf, Pak," jawabku kikuk, tak sanggup memberi kepastian.
Beliau justru menjawab antusias. "Nggak apa-apa, Ky! Nggak apa-apa banget! Nggak perlu minta maaf! Justru saya lega Zurielle pacarannya sama kamu, bukan sama temen artisnya yang ... itu."
Maksud beliau Nevan, ya?
Sebenarnya aku minta maaf bukan karena telah pacaran dengan Zu, tapi justru karena telah berbohong tentang pacaran dengan Zu.
Tadi saat baru selesai kelas bimbel, Pak Raka menghampiriku dan berkata ingin mengobrol sebentar. Aku tahu beliau akan menanyakan ini.
Sepanjang perjalanan dari gedung bimbel sampai kedai kopi tempat kami berada sekarang, aku memutar otak demi menemukan cara agar tidak berbohong sekaligus tidak berkata jujur.
Namun, tak kutemukan cara terbaik agar jawabanku tetap abu-abu selain dengan meminta maaf.
"Tapi saya lumayan kaget lho kalian tiba-tiba pacaran. Saat liat story Instagram-nya Zu, saya langsung telepon dia buat minta penjelasan."
Duh! Malu sekali! Beliau ternyata memantau sosmed Zu. Kemungkinan besar, beliau juga sudah melihat sesi QnA yang itu.
Langsung aku menundukkan kepala. Oh my God! This is really awkward!
Ingin sekali aku berkata pada beliau : 'Saya tidak pernah ciuman dengan Zu kok, Pak. Saya masih bisa mengendalikan diri walaupun hanya sedang berduaan dengan Zu. Saya tidak pernah mengungkapkan perasaan pakai bunga hasil memetik di kebun orang. Bokong saya memang plump, tapi Zu tidak pernah memegangnya. Sungguh! Percayalah padaku, wahai Pak Raka Pratama!'
"Nggak usah malu. Saya juga pernah muda, hahaha. Nggak usah canggung sama saya. Saya ngerestuin, kok. Tapi ... beneran, Ky? Beneran kamu pacaran sama Zu?"
"Maaf, Pak," ujarku lirih, masih menunduk. Lagi-lagi hanya menjawab abu-abu.
"Nggak apa-apa. Saya dukung kalau itu kamu." Beliau menyeruput kopi hitamnya sebentar.
Untuk mengurangi kecanggungan, aku pun ikut menyeruput vanilla latte-ku, sebelum kembali menaruh cangkir di atas meja.
Aku kabur boleh tidak, sih? Pura-pura ke toilet lalu minggat naik angkot. Tapi itu kan tidak sopan. Mana mungkin kulakukan!
"Walaupun saya ngerestuin, saya tetep berharap kamu nggak terlena pacaran mulu sampai lupa belajar. Target kamu NYU, kan? Sama sekalian daftar ke semua Ivy League plus Stanford buat coba-coba, kan? Target kamu tinggi, Iky. Jangan terlalu keasyikan pacaran, ya? Tetep harus semangat belajar."
"Iya, Pak."
"Saya ada buku kumpulan latihan SAT yang bagus buat kamu, milik anaknya temen saya. Anaknya itu mahasiswa Yale baru masuk tahun kemarin. Dia dulu latihannya pake buku itu salah satunya. Nanti saya bawakan. Dipelajari baik-baik, ya?"
Aku refleks menoleh, berhenti menunduk. "Beneran boleh saya bawa bukunya, Pak?"
"Iya."
Senyumku terkembang seiring hatiku menghangat. "Makasih, Pak. Makasih banget. Itu bakal berharga banget buat saya."
"Saya pun seneng bisa membantu murid yang semangat belajarnya bagus kayak kamu. Apalagi kamu pacarnya anak saya, hahaha..." Kemudian raut riang beliau berubah menjadi raut penasaran. "Tapi, Ky. Ini beneran? Kamu beneran pacarnya Zurielle?"
KAMU SEDANG MEMBACA
MATCH OF THE CATCH || (LMK)✓
Teen Fiction(Romance) Tak ada yang bisa mengatur Zurielle (Zu) yang sering melanggar peraturan sekolah. Bahkan guru-guru dan Kepsek pun tak berkutik lantaran Zu berada di satu circle pertemanan dengan anak pemilik sekolah. Aphrodite. Itulah nama circle yang ber...