Terakhir kali aku dan Ericky berkomunikasi adalah semalam, setelah dia mengantarku pulang dan kusuruh dia mengirim chat jika dia sudah sampai apart, dan yang dia kirim hanya, 'udah sampe'.
Tok! Itu saja.
Bukan aku tidak berusaha menghancurkan dry text itu, nyatanya aku sudah membalas dengan, 'okay, take a good rest and have a nice dream. Thank you for today. I enjoy our date 😊', tapi nihil balasan darinya.
Aku sabar sekali, bukan?
Dan sekarang hari telah berganti. Pukul sepuluh pagi, masih tak ada pesan darinya. Padahal kukira kami sudah seperti orang pacaran betulan. I mean, kami kemarin kencan, lho! Sempat ciuman pula saat di mobil di parkiran mall! Keterlaluan kalau dia masih menganggapku bukan pacarnya, kan?
Aku tahu kok Ericky ada bimbel di hari Minggu ini. Namun, sepatah pesan 'good morning' harusnya tak butuh lima detik untuk mengetiknya.
Bersungut-sungut aku menaruh ponselku yang tanpa chat masuk itu ke tasku lagi.
Donita menyadari aura gelapku, bertanya, "Kenapa, Zu?"
"Cowok gue nggak guna!" balasku sebal.
Eva dan Flo, yang juga duduk sebaris denganku di tribun, menoleh. "Did he do something stupid?" tanya Flo.
"Dia belum nge-chat gue hari ini."
Flo melirik jam tangannya. "Mungkin masih tidur."
"Dia ada bimbel."
"Ooh."
"Ya tapi seenggaknya nge-chat, lah! Apa kek! Ngucapin met pagi, kek! Pap sarapannya, kek! Masa gue mulu yang kudu gerak duluan?! Emang dasar cowok nggak peka! Ck!"
"Ya udah lah, Zuuu." Dee mencoba menenangkanku. "Masih ada Nevan di depan. Dia butuh disemangatin lo, tuh."
"Nevan juga mainnya jelek banget! Masa dari tadi bolanya kerebut mulu! Bisa main nggak, sih?!"
Eva hanya geleng-geleng, Flo menatapku aneh, sedangkan Dee tersenyum prihatin.
Kami sekarang duduk di tribun lapangan basket indoor tengah kota, tempat tim basket sekolah kami berlatih hari ini untuk turnamen pada dua mingguan lagi.
Tak ada penonton lain selain kami berempat. Kami ke sini sebab diajak Eva lantaran dia ingin menonton pacarnya latihan. Hardin, the center of Skyblitz, lelaki yang dibucini Evangeline setengah mampus.
Panjang umur. Lelaki dengan tinggi 190cm itu mendekat. "Baby."
Senyum Eva merekah cerah, lalu bibir mereka saling mengecup singkat. "Kamu keren banget. Aku perhatiin kamu tadi." Dia menyerahkan handuk untuk lelaki itu.
Si jangkung pun menyeka keringat di belakang lehernya dengan benda itu. "Coach ngasih istirahat 15 menit. Ngobrol bentar, yuk!"
"Iya." Eva berdiri, merapikan tali tas di bahunya. "Gue misah bentar ya, girls?" Yang tentu saja kami persilakan.
Agak jauh mereka berlalu ketika Dee bertanya padaku, "Nggak ngobrol sama Nevan, Zu?"
Di agak jauh sana, Nevan sedang meneguk air mineral botolan tanpa melepas tatapannya padaku. Dia tidak tersenyum, hanya datar saja rautnya ketika tangan itu memutar tutup botol dan menaruh benda tersebut di sisi tas.
Para pemain basket berpencar ke berbagai sudut, memanfaatkan istirahat sejenak ini dengan caranya masing-masing. Nevan adalah satu dari beberapa yang sedang memegang ponsel sekarang.
Lalu ponselku berdenting.
.
Nevan
Ikut gue
.Kulihat lelaki itu berjalan ke suatu arah. Aku pun berdiri dan berkata pada Flo dan Dee, "Gue juga misah bentar, ya?"
KAMU SEDANG MEMBACA
MATCH OF THE CATCH || (LMK)✓
Teen Fiction(Romance) Tak ada yang bisa mengatur Zurielle (Zu) yang sering melanggar peraturan sekolah. Bahkan guru-guru dan Kepsek pun tak berkutik lantaran Zu berada di satu circle pertemanan dengan anak pemilik sekolah. Aphrodite. Itulah nama circle yang ber...