PROLOG 4 - Suara di Hutan

2.7K 58 3
                                    


Hutan Gelap, demikian penduduk desa menyebutnya. Sebuah hamparan pepohonan raksasa yang berdiri kokoh dan rapat, membentuk dinding hijau yang menutupi pemandangan di baliknya. Dari luar, hutan itu terlihat seperti sekumpulan pohon biasa, dengan daun-daun yang berguguran dan suara angin yang menyelusup melalui ranting-rantingnya. Namun, bagi mereka yang tinggal di dekatnya, Hutan Gelap lebih dari sekadar hamparan pepohonan; itu adalah pintu gerbang menuju dunia yang lain, dunia di mana batas antara kenyataan dan mimpi buruk tidak lagi jelas.

Tidak ada yang tahu pasti sejak kapan Hutan Gelap mendapatkan reputasi buruknya. Legenda-legenda kuno bercerita tentang roh-roh jahat yang menghuni setiap sudut hutan itu, roh-roh yang senang menyesatkan dan mengambil nyawa mereka yang berani melintasi batas yang tidak terlihat. Ada cerita tentang orang-orang yang pernah masuk ke dalamnya, hanya untuk tidak pernah kembali lagi. Beberapa mengaku melihat bayangan-bayangan aneh yang bergerak di antara pepohonan saat malam tiba, sementara yang lain mendengar bisikan-bisikan halus yang memanggil nama mereka, meskipun tidak ada siapa pun di sekitar.

Bagi kebanyakan orang, Hutan Gelap adalah tempat yang harus dihindari, tempat di mana kegelapan bukan hanya sekadar bayangan, tetapi sebuah entitas yang hidup dan mengintai. Namun, bagi sekelompok pemuda yang dipenuhi oleh rasa penasaran dan semangat petualangan, hutan itu adalah tantangan yang terlalu menggoda untuk dilewatkan.

Arya, Dika, Maya, dan Sari adalah empat sahabat yang telah bersama sejak masa kuliah. Mereka terbiasa melakukan petualangan bersama—mendaki gunung, menjelajahi gua, dan berkemah di tempat-tempat terpencil. Ketika mereka mendengar tentang Hutan Gelap dari seorang penduduk desa yang tua dan penuh kebijaksanaan, mereka merasa tertantang. Meskipun peringatan keras diberikan kepada mereka tentang bahaya yang mungkin mengintai, keempat sahabat itu memutuskan untuk mencoba peruntungan mereka dan merasakan sendiri ketakutan yang selalu diceritakan dalam dongeng.

Hari itu, ketika mereka berdiri di tepi hutan, langit tampak muram, seolah-olah memperingatkan mereka untuk tidak melanjutkan. Tetapi mereka hanya tertawa, menganggap itu sebagai bagian dari misteri yang harus dipecahkan. Dengan perlengkapan berkemah yang terisi penuh di punggung mereka, mereka melangkah masuk ke dalam Hutan Gelap, tanpa tahu apa yang menunggu di depan.

Seiring langkah mereka yang semakin jauh ke dalam hutan, suasana mulai berubah. Cahaya matahari yang tadinya cukup terang mulai tersaring oleh ranting-ranting yang semakin lebat, meninggalkan mereka dalam bayangan yang dingin. Angin yang tadinya berhembus lembut kini berubah menjadi bisikan yang menderu, membuat daun-daun berdesir dan menciptakan suara yang mirip dengan suara manusia yang berbicara di kejauhan. Tetapi ketika Arya menoleh, tidak ada siapa pun di sana, hanya pepohonan yang tampak lebih besar dan lebih menyeramkan daripada sebelumnya.

"Aku tidak menyukai tempat ini," kata Sari, suaranya terdengar lebih lembut dari biasanya. Ada sesuatu dalam nadanya yang membuat yang lain terdiam.

"Tentu saja tidak," balas Maya, mencoba menyembunyikan rasa gugupnya. "Ini hanya hutan tua. Tidak ada yang perlu ditakuti."

Dika, yang biasanya paling riang, juga merasakan ketegangan yang tidak biasa. "Ayo kita cepat mendirikan tenda. Malam akan segera tiba."

Mereka menemukan sebuah area terbuka yang tampak cukup aman dan mulai mendirikan tenda. Canda dan tawa yang biasanya mengisi udara saat mereka berkemah kini terasa lebih sunyi, lebih tertahan, seolah-olah setiap kata yang mereka ucapkan akan bergema dan menarik perhatian sesuatu yang bersembunyi di kegelapan hutan.

Malam pertama berlalu dengan tenang, meskipun mereka merasakan kehadiran yang tak terlihat di sekitar mereka. Saat api unggun meredup dan mereka semua mulai terlelap, angin berhenti berhembus, meninggalkan hutan dalam keheningan yang mencekam. Tidak ada suara burung, tidak ada suara binatang malam, hanya kesunyian yang menggantung berat di udara.

Ketika mereka bangun keesokan paginya, tidak ada yang menyebutkan tentang mimpi-mimpi aneh yang mereka alami. Tidak ada yang bercerita tentang bisikan yang mereka dengar saat terlelap, bisikan yang memanggil nama mereka dengan nada yang lembut namun mengerikan. Mereka berusaha mengabaikan perasaan gelisah itu dan melanjutkan hari mereka, menjelajahi bagian hutan yang lain, mencoba mencari tahu mengapa hutan ini begitu ditakuti.

Namun, pada malam kedua, sesuatu yang jauh lebih menyeramkan mulai terjadi.

Saat malam tiba dan kegelapan menyelimuti hutan, mereka mendengar suara-suara aneh dari dalam hutan. Bukan suara angin atau binatang, tetapi suara bisikan yang memanggil nama mereka satu per satu, seperti ada sesuatu atau seseorang yang mengawasi mereka dari dalam kegelapan. Suara itu begitu halus, hampir seperti desahan, tetapi juga begitu jelas, seolah-olah datang dari dalam kepala mereka sendiri.

Arya, Dika, Maya, dan Sari duduk di dalam tenda mereka, saling berpandangan dengan mata yang membelalak oleh ketakutan. Tidak ada yang berani keluar, tidak ada yang berani memeriksa sumber suara itu. Mereka hanya bisa duduk diam, menahan napas, berharap bahwa semua itu hanya imajinasi mereka yang terlalu liar.

Namun, ketika suara itu semakin mendekat dan bisikan itu berubah menjadi jeritan halus yang menggema di antara pepohonan, mereka tahu bahwa apa pun yang ada di luar sana bukanlah imajinasi belaka. Ada sesuatu yang jahat, sesuatu yang tidak ingin mereka tinggalkan hidup-hidup.

Dan ketika salah satu dari mereka hilang tanpa jejak, yang lain menyadari bahwa mereka telah melangkah terlalu jauh ke dalam kegelapan yang tidak bisa mereka pahami. Jejak kaki yang mereka temukan di tanah lembab mengarah lebih dalam ke dalam hutan, menuju tempat yang tidak pernah mereka duga. Mereka tahu bahwa mereka harus menemukan temannya, tetapi mereka juga tahu bahwa apa pun yang menunggu di sana, itu bukanlah sesuatu yang mereka siap hadapi.

Dengan rasa takut yang semakin mendalam, mereka melangkah ke dalam kegelapan yang lebih pekat, menyadari bahwa setiap langkah bisa membawa mereka lebih dekat ke kematian atau sesuatu yang jauh lebih buruk. Mereka telah memasuki Hutan Gelap, dan sekarang mereka hanya bisa berharap untuk bisa keluar hidup-hidup.

Namun, di dalam hati mereka, mereka tahu bahwa harapan itu mungkin hanyalah ilusi. Karena di tempat ini, kegelapan bukan hanya sekadar bayangan, tetapi sebuah entitas yang hidup, dan ia tidak akan membiarkan mereka pergi tanpa mengambil apa yang diinginkannya.

Dan apa yang diinginkan kegelapan itu, hanya waktu yang bisa menjawabnya.

CHERI - Kumpulan Cerita Horor dan MisteriTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang