Hutan Gelap selalu menjadi bagian dari legenda lokal, sebuah tempat yang diceritakan dari mulut ke mulut dengan berbagai versi cerita yang semuanya berakhir dengan ketakutan. Namun, setelah hilangnya Arya, Dika, Maya, dan Sari, cerita itu bukan lagi sekadar legenda; ia menjadi nyata, menjadi mimpi buruk yang hidup di benak setiap orang yang pernah mendengar namanya. Penduduk desa tidak pernah lagi melihat hutan itu dengan cara yang sama. Mereka menjauhi batasnya, menghindari menatap bayang-bayang yang merambat di antara pepohonan tua.
Beberapa minggu setelah pencarian mereka dihentikan, seorang pria tua dari desa yang terkenal dengan kebijaksanaannya mencoba memberikan jawaban atas misteri tersebut. Ia percaya bahwa hutan itu bukanlah sekadar tempat, tetapi sebuah entitas yang merangkum segala hal yang terbuang dan terlupakan, sebuah dunia yang berdampingan dengan dunia kita, tapi lebih gelap dan lebih licik. Hutan itu tidak hanya menyembunyikan bayang-bayang, tetapi juga mengaburkan garis antara yang nyata dan yang tidak.
Namun, tidak ada yang benar-benar ingin mendengar penjelasannya. Mereka terlalu takut untuk mencari tahu lebih jauh, takut apa yang mungkin mereka temukan di dalam Hutan Gelap jika mereka mencoba memahaminya.
Tetapi meskipun tidak ada yang ingin mengakuinya, mereka tahu bahwa hutan itu tidak selesai dengan mereka. Sesuatu yang jahat, sesuatu yang tak terlihat, masih mengintai di antara pepohonan, menunggu kesempatan berikutnya untuk mencengkeram siapa pun yang cukup bodoh atau cukup penasaran untuk melangkah ke dalam bayangannya.
Di sebuah pondok tua yang terletak di pinggiran desa, seorang wanita bernama Laras, yang merupakan saudara perempuan Sari, tidak pernah berhenti mencari jawaban. Laras selalu merasa ada sesuatu yang tidak terkatakan, sesuatu yang melampaui penjelasan logis. Sejak hilangnya saudara perempuannya, ia mendapati dirinya terobsesi dengan Hutan Gelap, menghabiskan hari-harinya membaca setiap buku dan dokumen yang bisa ia temukan tentang tempat terkutuk itu.
Laras adalah orang yang gigih, dan meskipun semua orang di sekitarnya mengatakan padanya untuk melepaskan obsesi ini, ia tidak bisa berhenti. Mimpi-mimpi aneh menghantuinya setiap malam—mimpi tentang bayang-bayang yang bergerak sendiri, bisikan-bisikan yang memanggil namanya, dan sosok-sosok tak berwajah yang tampak mengenakan senyum jahat. Dalam mimpinya, ia selalu berada di hutan itu, tersesat di antara pepohonan raksasa yang tampaknya hidup, merasa bahwa saudara perempuannya ada di dekatnya, tetapi selalu tidak dapat dijangkau.
Pada suatu malam yang dingin, Laras memutuskan untuk melakukan apa yang tidak berani dilakukan oleh penduduk desa lainnya—ia akan memasuki Hutan Gelap sendiri, mencari jejak saudara perempuannya yang hilang, dan berhadapan langsung dengan misteri yang telah merenggutnya. Dengan membawa senter, pisau, dan kepercayaan yang nyaris gila, ia berjalan sendirian ke tepi hutan, tepat di tempat di mana kelompok sahabat itu memulai perjalanan mereka yang tidak pernah kembali.
Ketika ia melangkah masuk ke dalam hutan, hawa dingin segera menyambutnya. Angin tidak berhembus, tetapi daun-daun di atas kepalanya tampak bergerak dengan sendirinya, menciptakan suara-suara gemerisik yang menyerupai bisikan. Kegelapan di dalam hutan tampak lebih padat, lebih mendalam daripada malam biasanya. Laras merasakan setiap rambut di tengkuknya berdiri tegak, namun ia tidak membiarkan rasa takut menguasainya. Ia terus berjalan, melangkah lebih dalam ke dalam kegelapan yang hampir tampak seperti cairan pekat yang mengelilinginya.
Setelah beberapa jam berjalan tanpa arah yang jelas, Laras tiba di sebuah area terbuka yang tampak familiar—area di mana tenda-tenda pernah didirikan, tempat terakhir kali Arya, Dika, Maya, dan Sari terlihat hidup. Namun, tempat itu sekarang sepi dan kosong, hanya meninggalkan tanah yang diinjak dan ranting-ranting patah yang mengingatkan pada pergerakan sesuatu yang berat.
Laras berlutut di tanah, menyentuh jejak-jejak yang hampir tidak terlihat, dan untuk sesaat, ia merasa bahwa saudara perempuannya ada di sana, mengamatinya. Ia memejamkan mata, mencoba merasakan kehadiran Sari, tetapi yang ia rasakan hanyalah kesunyian yang menakutkan. Angin tiba-tiba berhembus, membawa aroma apek dan basah yang mengingatkannya pada sesuatu yang busuk.
Laras berdiri dengan cepat, melihat sekeliling dengan panik. Ketika ia menyalakan senternya ke arah hutan, ia melihat sesuatu yang membuat darahnya membeku—bayangan-bayangan yang tidak seharusnya ada. Bayangan itu bukan milik pohon atau semak, melainkan bayangan dari sesuatu yang bergerak di dalam kegelapan, mengawasinya dari jauh.
Dengan gemetar, Laras mengikuti bayangan itu, seolah-olah ada kekuatan yang menariknya untuk melangkah lebih jauh. Bayangan-bayangan itu tampak bergerak lebih cepat ketika ia mendekat, selalu berada di ambang penglihatannya, memimpin dia lebih dalam ke dalam hutan yang sepertinya tidak pernah berakhir. Meskipun ketakutan mulai menguasainya, Laras tidak berhenti; ia merasa bahwa jawaban atas semua misteri ini ada di depan, tepat di luar jangkauan.
Ketika Laras tiba di sebuah tempat yang tampak seperti pusat hutan, ia melihat sesuatu yang tidak pernah ia bayangkan sebelumnya—sebuah gubuk tua yang lapuk, hampir tersembunyi di antara pepohonan. Gubuk itu tampak seperti bagian dari hutan itu sendiri, menyatu dengan alam liar di sekitarnya. Pintu gubuk sedikit terbuka, dan meskipun nalurinya berteriak agar ia mundur, Laras tahu bahwa ini adalah satu-satunya jalan untuk menemukan kebenaran.
Dengan tangan yang gemetar, ia mendorong pintu gubuk itu terbuka dan melangkah masuk. Di dalam, kegelapan tampak lebih pekat, lebih hidup, seolah-olah menyembunyikan rahasia yang menunggu untuk ditemukan. Laras menyalakan senternya, dan cahaya itu mengungkapkan pemandangan yang mengerikan—jejak-jejak pertempuran, darah yang mengering di lantai, dan boneka tua yang duduk di sudut ruangan dengan mata kosong yang tampaknya menatap langsung ke arahnya.
Namun, di tengah semua kengerian itu, Laras merasakan kehadiran lain. Ia menoleh, dan untuk sekejap, ia melihat sosok bayangan berdiri di sudut ruangan, nyaris tidak terlihat di antara kegelapan. Sosok itu tinggi dan kurus, dengan mata yang bersinar merah dalam kegelapan. Laras tidak bisa mengenali wajahnya, tetapi ada sesuatu yang familiar tentang sosok itu—sesuatu yang membuat hatinya mencelos.
Ketika ia melangkah lebih dekat, sosok itu tiba-tiba menghilang, lenyap seolah-olah hanya bayangan yang dipantulkan oleh cahaya senternya. Namun, Laras merasa bahwa ia telah melihat sesuatu yang sangat penting, sesuatu yang hampir mengungkap kebenaran di balik misteri ini.
Saat ia berdiri di tengah gubuk itu, Laras merasakan kegelapan mulai bergerak, menutup di sekelilingnya. Bayangan-bayangan di dalam hutan tampak hidup, merayap masuk ke dalam gubuk, mengelilinginya. Bisikan-bisikan yang samar mulai terdengar di telinganya, semakin keras dan semakin jelas, hingga ia bisa mendengar namanya dipanggil berulang kali.
Laras menoleh ke sekeliling, mencoba menemukan sumber bisikan itu, tetapi tidak ada siapa pun di sana. Hanya kegelapan yang pekat, yang sekarang tampak seperti makhluk hidup yang mengelilinginya, menunggu saat yang tepat untuk menyerang.
Dan tiba-tiba, semuanya menjadi hitam.
Ketika Laras membuka matanya lagi, ia tidak lagi berada di dalam gubuk. Ia berdiri di tengah hutan, sendirian, dikelilingi oleh pepohonan yang tampak lebih tinggi dan lebih mengancam daripada sebelumnya. Tidak ada tanda-tanda gubuk, tidak ada jejak bayangan atau bisikan. Semuanya terasa seperti mimpi buruk yang baru saja berakhir.
Namun, ada sesuatu yang berbeda. Laras merasa bahwa ia telah berubah, bahwa ia telah membawa sesuatu kembali bersamanya dari kegelapan. Ia tidak tahu apa itu, tetapi perasaan itu begitu kuat, begitu nyata, seolah-olah ada bagian dari dirinya yang telah hilang atau digantikan oleh sesuatu yang lain.
Laras berjalan keluar dari hutan, kembali ke desa dengan perasaan kosong dan bingung. Tidak ada yang bertanya di mana ia berada, tidak ada yang memperhatikannya. Penduduk desa menjalani hidup mereka seperti biasa, seolah-olah tidak ada yang terjadi.
Tetapi setiap kali Laras memejamkan mata, ia bisa merasakan kegelapan itu masih ada di dalam dirinya
, masih menunggu. Ia tidak pernah benar-benar meninggalkan Hutan Gelap, dan hutan itu tidak pernah benar-benar melepaskannya.
Di malam yang paling sunyi, Laras sering mendengar bisikan-bisikan di telinganya, suara yang memanggilnya kembali ke hutan, kembali ke tempat di mana semuanya dimulai. Dan meskipun ia tahu bahwa ia tidak boleh kembali, ada bagian dari dirinya yang ingin pergi—ingin mengetahui kebenaran, meskipun itu berarti kehilangan dirinya sendiri selamanya.
Hutan Gelap tetap berdiri, penuh dengan rahasia dan kegelapan yang tidak pernah bisa diungkap. Laras tahu bahwa suatu hari nanti, ia akan kembali ke sana, karena kegelapan itu telah menjadi bagian dari dirinya. Dan ketika saat itu tiba, ia tahu bahwa ia mungkin tidak akan pernah kembali.
Tetapi sampai saat itu, kegelapan tetap menunggu, dan rahasia Hutan Gelap akan terus hidup, tersembunyi di balik bayang-bayang, siap untuk mengklaim korban berikutnya yang cukup berani untuk masuk ke dalamnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
CHERI - Kumpulan Cerita Horor dan Misteri
HorrorMalam menyelimuti bumi di berbagai belahan dunia, membawa kegelapan yang tidak hanya menutupi langit, tetapi juga menyelimuti kisah-kisah yang tak terungkapkan. Di balik setiap benua, tersembunyi cerita-cerita yang tidak pernah diucapkan dengan kera...