PROLOG 6 - Lukisan Hidup

2.7K 58 1
                                    


Di sebuah sudut kota yang jarang dilalui orang, tersembunyi sebuah studio kecil yang dulunya menjadi tempat seorang pelukis berbakat bernama Adi menghabiskan hari-harinya. Studio itu tidak besar, tetapi di dalamnya terdapat segala sesuatu yang dibutuhkan Adi untuk menciptakan karya seni yang luar biasa. Kanvas, cat, kuas, dan berbagai alat seni lainnya tersusun rapi, siap digunakan kapan saja inspirasi menghampiri.

Namun, belakangan ini, inspirasi seolah-olah menjauh dari Adi. Setiap kali dia duduk di depan kanvas, pikirannya kosong, dan tangannya tidak mampu menghasilkan karya yang memuaskan. Dia merasa terjebak dalam kebuntuan kreatif yang menyesakkan. Karya-karya yang dulu mudah tercipta kini hanya menjadi bayangan dari masa lalu yang semakin jauh dari jangkauannya.

Dalam upaya putus asa untuk menemukan kembali semangatnya, Adi mulai menjelajahi kota, berharap menemukan sesuatu yang bisa membangkitkan kembali gairahnya untuk melukis. Hingga suatu hari, langkahnya membawanya ke sebuah pasar loak yang penuh dengan barang-barang antik. Di antara tumpukan barang yang berdebu, matanya tertuju pada sebuah lukisan tua yang tergeletak di sudut. Lukisan itu menggambarkan sebuah rumah besar yang dikelilingi oleh pohon-pohon tua. Pada pandangan pertama, lukisan itu tampak biasa saja, tetapi saat Adi memperhatikannya lebih dekat, dia melihat sesuatu yang aneh—wajah-wajah samar terlihat di jendela rumah tersebut, seolah-olah ada seseorang yang mengintip dari dalam.

Tanpa banyak berpikir, Adi membeli lukisan itu dengan harga murah dan membawanya pulang. Dia merasa ada sesuatu yang memikat dari lukisan itu, sesuatu yang membuatnya tidak bisa mengalihkan pandangannya. Setibanya di studio, dia menggantung lukisan itu di dinding, berharap bahwa karya seni itu bisa membantunya menemukan kembali inspirasi yang hilang.

Namun, sejak hari itu, kehidupan Adi berubah drastis. Lukisan itu mulai menunjukkan tanda-tanda kehidupan yang tidak wajar. Wajah-wajah di jendela yang tadinya samar kini semakin jelas, dan Adi merasa seolah-olah dia sedang diawasi. Setiap kali dia menatap lukisan itu, dia merasa ada sesuatu yang bergerak di dalamnya, sesuatu yang tidak bisa dia jelaskan. Perlahan-lahan, dia mulai merasakan kehadiran yang tidak terlihat, seolah-olah ada mata yang terus mengawasinya, bahkan ketika dia tidak berada di dekat lukisan itu.

Kehidupan Adi yang dulu damai berubah menjadi mimpi buruk. Dia mulai mendengar suara-suara aneh di dalam studio, suara langkah kaki yang berat di lorong, dan bisikan-bisikan yang tidak bisa dia pahami. Rasa takut yang awalnya hanya berupa perasaan tidak nyaman kini berubah menjadi teror yang nyata. Mimpi buruk mulai menghantui tidurnya, dan dalam mimpi-mimpi itu, dia selalu berada di dalam rumah besar yang ada dalam lukisan, terjebak di dalam lorong-lorong gelap yang tidak berujung.

Pada suatu malam yang penuh ketakutan, Adi mengambil kuasnya dan mulai melukis ulang lukisan itu, berusaha untuk memahami apa yang terjadi. Namun, semakin dia melukis, semakin nyata kengerian itu terasa. Apa yang dia tambahkan ke dalam lukisan mulai muncul di dunia nyata—bayangan-bayangan gelap yang mengintai di sudut-sudut ruangan, mata merah yang bersinar dari kegelapan, dan sosok-sosok mengerikan yang tampaknya hidup.

Puncak dari segala ketakutan Adi terjadi ketika dia melihat dirinya sendiri di dalam lukisan, dengan ekspresi ketakutan yang tidak bisa dia pahami. Wajahnya yang terperangkap di dalam jendela rumah itu tampak begitu nyata, begitu hidup, dan di belakangnya, ada sosok bayangan besar yang mengintai, siap untuk menelannya. Pada saat itu, Adi menyadari bahwa dia tidak lagi sekadar melukis—dia telah membuka pintu ke dunia lain, dunia di mana batas antara kenyataan dan mimpi buruk tidak lagi ada.

Kehidupan Adi berubah menjadi perburuan yang menakutkan. Dia tidak bisa lagi membedakan antara kenyataan dan kegelapan yang mengintainya. Studio yang dulu menjadi tempat perlindungannya kini menjadi penjara yang tidak bisa dia tinggalkan. Bayangan besar dengan mata merah itu semakin nyata, semakin mendekat, dan Adi tahu bahwa tidak ada tempat untuk bersembunyi.

Dalam upaya putus asa untuk melarikan diri, Adi berakhir di dalam rumah besar yang ada di lukisan, terjebak dalam dunia yang diciptakannya sendiri. Setiap langkah yang dia ambil membawanya lebih dalam ke dalam mimpi buruk, semakin jauh dari dunia nyata. Dia berlari dari satu lorong ke lorong lain, hanya untuk menemukan bahwa dia kembali ke tempat yang sama, ke jendela yang memantulkan bayangan dirinya yang semakin hilang. Dan di saat dia merasa tidak ada harapan lagi, bayangan besar itu menyusulnya, menenggelamkannya dalam kegelapan yang tidak bisa dia hindari.

Hari-hari berlalu, dan Adi menghilang tanpa jejak. Teman-teman dan keluarganya mulai mencarinya, tetapi tidak ada yang tahu di mana dia berada. Hingga sahabatnya, Seno, datang ke studio Adi, berharap menemukan jawaban. Namun, yang dia temukan hanya ruangan yang sunyi dan lukisan yang tampak begitu aneh.

Seno, yang awalnya tidak percaya pada cerita-cerita misteri, kini merasakan ada sesuatu yang tidak wajar di studio itu. Dia melihat lukisan di dinding, dan apa yang dia lihat membuat darahnya membeku—bayangan samar Adi, terperangkap di dalam lukisan, bersama dengan bayangan besar yang mengintai di belakangnya. Seno mencoba melarikan diri, tetapi kegelapan yang sama yang menelan Adi kini mengejarnya, menyeretnya menuju nasib yang sama.

Kisah Adi dan Seno menjadi legenda yang menghantui kalangan seniman di kota itu. Studio Adi dibiarkan kosong, sementara lukisan itu tetap tergantung di dinding, menunggu korban berikutnya. Tidak ada yang berani mendekatinya, tidak ada yang berani menyentuhnya. Mereka tahu bahwa lukisan itu adalah pintu menuju dunia lain, dunia di mana jiwa-jiwa yang terperangkap akan selamanya menjadi bagian dari kegelapan yang abadi.

Dan di dalam lukisan itu, di balik kegelapan yang tak berujung, Adi dan Seno tetap menunggu, terperangkap dalam mimpi buruk yang tidak pernah berakhir. Mereka adalah peringatan bagi siapa pun yang cukup bodoh untuk mencoba mengungkap rahasia di balik lukisan tersebut, peringatan bahwa ada kekuatan yang lebih besar dari manusia, kekuatan yang bisa menelan jiwa siapa saja yang mendekatinya.

Lukisan itu tetap ada, selamanya menjadi pintu menuju dunia yang tidak bisa dijelaskan, dunia di mana batas antara kenyataan dan mimpi buruk telah hilang. Dan di dalam dunia itu, jiwa-jiwa yang terperangkap terus berbisik, memanggil siapa pun yang cukup berani untuk menatap mereka lebih dalam.

CHERI - Kumpulan Cerita Horor dan MisteriTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang