Di apartemen nya Karel dengan ekspresi serius membaca buku "kita bisa UTBK" sesekali ia mencatat di bukunya.
Buku yang lebih dari 300 halaman ini, yang harus ia pelajari agar dapat memasuki universitas terbaik di negaranya.
Tiba-tiba, getaran yang bersumber dari handphone membuatnya mengalihkan perhatiannya. Sekilas ia melihat nama Tristan muncul di layar dan langsung mengeser tombol hijau.
"Bos, saya punya kabar bagus" Suara Tristan terdengar jelas dan sedikit tergesa.
Karel tidak menunjukkan banyak reaksi, hanya menutup buku di depannya dan bersandar pada kursinya. "Lanjutkan"
"Saham Mirac Corp baru saja meroket 15 persen pagi ini. Berita tentang proyek kolaborasi mereka dengan perusahaan otomotif raksasa akhirnya bocor ke publik. Investor besar mulai masuk, dan volume transaksi melonjak."
Mendengar kabar itu, senyum tipis mulai terbentuk di bibir Karel. Mata dinginnya bersinar sesaat, namun ia tetap berpura-pura santai.
"Bagus," katanya pelan. "Tetap pantau terus, Ah, satu lagi... apa kamu berhasil menyelidiki Ashford Pharm?"
"Untuk itu, karena mereka berasal dari sektor swasta, dana penelitian dari pemerintah tidak dapat diturunkan. Detailnya akan saya kirim via email."
"Baik saya tunggu" Setalah mematikan handphone ia langsung mengepalkan tangannya senang.
"Ahh, enaknya tau masa depan," gumamnya sambil bersandar lebih dalam di kursi belajar dengan senyumnya tak kunjung hilang.
Namun tiba-tiba ia teringat sesuatu. "Oh iya," katanya sambil buru-buru meraih handphonenya lagi.
Dengan cepat, ia mengetik beberapa kata sebelum menempelkan telepon itu di telinganya, senyum ceria masih jelas tergambar di wajahnya.
"Halo" sapanya dengan nada senang.
"Selamat malam sayang, dari nada suaramu, sepertinya kamu sedang senang" jawab Arthur pura-pura tak tahu alasannya.
Karel tertawa kecil, tak menyembunyikan kegembiraannya. "Kamu luang malam ini? Aku pengen traktir."
Disela sela mengecek email, Arthur tersenyum ketika mendengar nada Karel menjadi 'aku-kamu' bukan 'lo-gue lagi'.
Senyum kecil muncul di wajahnya. "Saya luang kapan pun untukmu"
Sementara itu di sudut ruangan, sekretaris Arthur yang sedang menguping kini menghela napas berat dan bahunya semkain lemas.
Arthur pun mengabaikan keberadaan sekretarisnya dan hanya fokus untuk karel, melirik sekilas saja tidak.
"Baik, saya ke apartemen kamu sekarang"
Setelah mengucapkan itu, Arthur langsung berdiri dari kursinya. Ia merapikan lengan kemejanya sebelum meraih jas.
Sang sekretaris, Adrian, hanya bisa menatap kosong ke arah pintu yang baru saja dilewati oleh bosnya Arthur.
Dengan ekspresi memelas, matanya beralih untuk melihat tumpukan berkas yang harus di tinjau.
Merasakan beban di kepalnya, tangannya kini terangkat mulai mengacak-acak rambutnya sendiri.
"Lembur lagi, lembur lagi," gumamnya dengan nada frustrasi, matanya menatap tajam ke arah papan nama di meja bosnya yang bertuliskan 'Arthur Maximilian Lichoin.'
KAMU SEDANG MEMBACA
[BL] Villain
Fantasy|End| Karel terjebak dalam sebuah novel remaja dan harus memerankan sosok penjahat berusia 18 tahun. Namun, ia merasa bersyukur karena karakter penjahat yang ia perankan hidup dalam kemewahan, jadi ia tidak perlu bekerja keras seperti dikehidupan se...