Bab 2: Lamaran Tak Terduga

7 1 0
                                    

Esok harinya, Jade masih merasakan kehadiran pria misterius yang mampir ke kafe. Meskipun mereka hanya berbicara sesaat, percakapan itu terasa lebih dalam dari yang diharapkan. Lucas—atau siapa pun namanya—membuat Jade penasaran. Di balik setiap senyum dan jawabannya, ada sesuatu yang disembunyikan. Ia mencoba menepis pikiran tentang pria itu, namun bayangannya terus mengusik, seperti angin lembut yang menyelinap di antara celah-celah pikirannya.

Pagi itu terasa aneh. Matahari yang biasanya membawa cahaya hangat terasa lebih redup. Jade baru saja bersiap-siap untuk pergi ke kafe ketika ponselnya berdering. Sebuah nomor asing muncul di layar. Ia mengerutkan kening, ragu sejenak sebelum menjawab.

"Halo?" suara Jade terdengar waspada.

Suara di ujung sana terdengar formal, penuh otoritas. "Nona Jade, kami mewakili Yang Mulia, Pangeran Lucas. Beliau meminta Anda datang ke Istana Lilaine sore ini, pukul tiga."

Jade berhenti sejenak, dadanya seketika sesak. Nama yang disebutkan itu bergema dalam pikirannya. Pangeran Lucas? Ia tertawa kecil, tidak percaya. "Maaf, Anda pasti salah orang."

"Kami tidak salah, Nona," suara di telepon tetap tenang. "Kami akan menjemput Anda pukul satu siang. Mohon siapkan diri Anda."

Sebelum Jade bisa menolak atau bertanya lebih lanjut, panggilan itu terputus. Tangannya gemetar saat ia memandang layar ponselnya yang mati. Pangeran Lucas? Istana Lilaine? Ini pasti lelucon. Tapi tidak ada yang tertawa. Udara di sekelilingnya menjadi tegang, menggantung dengan harapan dan kecemasan.

Jade mendapati dirinya berada dalam pusaran kebingungan yang aneh. Seolah-olah dunia yang selama ini dikenalnya, penuh dengan ketenangan, tiba-tiba tersedot oleh arus takdir yang baru.

Tepat pukul satu, sebuah mobil hitam panjang dengan logo kerajaan berhenti di depan apartemen sederhana Jade. Seorang pria berjas rapi keluar dari mobil dan membukakan pintu untuknya, wajahnya tanpa ekspresi, namun penuh kewibawaan.

Di sepanjang perjalanan, Jade memandangi kota yang biasa ia lihat dengan pandangan baru. Jalan-jalan kecil yang biasa ia lewati kini terasa seperti bagian dari dunia lain. Udara di dalam mobil terasa tebal dengan pertanyaan yang tidak terucapkan.

Setelah beberapa saat, mobil berhenti di depan gerbang besar Istana Lilaine. Jade menelan ludahnya, dadanya sesak oleh rasa tak percaya. Di depannya berdiri sebuah bangunan yang megah, dengan arsitektur yang menggabungkan keanggunan klasik dan sentuhan modern. Batu-batu besar menyusun dinding istana, menambah kesan bahwa tempat ini telah ada selama berabad-abad.

Seseorang membimbing Jade melalui lorong-lorong panjang yang berkilauan dengan lukisan-lukisan besar dan lampu gantung kristal. Langkahnya terasa ringan, namun pikirannya berat. Apa yang sebenarnya terjadi?

Mereka tiba di sebuah ruangan besar yang sunyi, dengan jendela-jendela besar yang memperlihatkan pemandangan taman istana yang indah. Di tengah ruangan, berdiri Lucas—atau lebih tepatnya, Pangeran Lucas—dengan setelan formal, wajahnya kini lebih tegas daripada ketika ia duduk di kafe kemarin.

Jade menatapnya, tidak percaya bahwa pria yang kemarin hanya tampak seperti orang biasa kini berdiri sebagai seorang pangeran. Semua ini terasa seperti mimpi yang aneh dan tak masuk akal.

“Jade,” suara Lucas tenang, namun ada sesuatu dalam nadanya yang membuat Jade merasakan bobot dari setiap kata yang akan keluar dari bibirnya. “Terima kasih telah datang.”

Jade menelan ludah, suaranya hampir tak keluar. “Apa yang terjadi di sini? Kenapa aku…?”

Lucas menghela napas panjang, seakan sedang mempersiapkan diri untuk mengatakan sesuatu yang penting. Ia melangkah mendekat, menatap Jade dengan tatapan yang dalam, penuh misteri dan ketegangan yang terpendam.

“Aku tidak ingin mengungkapkan ini dengan cara yang terburu-buru, tapi keadaan memaksa,” Lucas memulai. “Kemarin, ketika kita bertemu di kafe, itu bukan kebetulan. Aku… memerlukan bantuanmu. Bantuan yang hanya kau bisa berikan.”

Jade mengerutkan kening, merasa kebingungan semakin dalam. “Bantuan? Bantuan apa yang mungkin bisa aku berikan pada seorang pangeran?”

Lucas tersenyum tipis, namun itu adalah senyuman yang penuh beban. “Aku perlu menikah, Jade. Dan aku memilihmu.”

Kata-kata itu melayang di udara, menciptakan keheningan yang tegang. Jade menatap Lucas dengan mata terbelalak, berusaha mencerna apa yang baru saja diucapkan. “Menikah? Kamu tidak serius, kan?”

“Aku sangat serius,” jawab Lucas, suaranya tetap tenang. “Kau mungkin tidak tahu, tapi aku terlibat dalam skandal yang bisa menghancurkan citra kerajaan. Dewan kerajaan dan keluargaku menekan aku untuk segera menikah dan menyelesaikan masalah ini. Mereka ingin aku menikahi bangsawan, tetapi aku memilih berbeda. Aku memilihmu, karena kau… orang biasa. Itulah yang kerajaan butuhkan sekarang, seseorang yang bisa meredam semua kebisingan ini.”

Jade menggelengkan kepala, bingung dan tak percaya. “Kamu ingin aku menikah denganmu… untuk menyelamatkan reputasimu? Kamu tidak tahu apa-apa tentang aku.”

“Aku tahu lebih banyak dari yang kau kira,” kata Lucas, suaranya rendah namun mantap. “Aku sudah mencari seseorang seperti dirimu selama beberapa waktu. Seseorang yang tidak terjebak dalam intrik istana. Seseorang yang bisa dipercaya.”

Jade terdiam, napasnya terasa tersengal. Ini semua terlalu cepat, terlalu aneh. “Aku… aku tidak bisa. Ini gila, Lucas.”

Lucas mendekat, mata birunya menatapnya dalam-dalam. “Aku tahu ini sulit dipercaya. Tapi aku memohon padamu, Jade. Bantu aku. Ini hanya untuk sementara, hanya pernikahan politik. Kau bisa pergi kapan saja setelah semuanya selesai. Tapi untuk sekarang… aku butuh kau di sisiku.”

Jade merasakan perutnya bergejolak. Dunia yang selama ini ia kenal runtuh di hadapannya, dan kini ia berada di persimpangan yang tak pernah ia bayangkan sebelumnya. Matanya bertemu dengan tatapan Lucas yang begitu tulus, meskipun ada badai di balik ketenangan itu.

Ia tahu, apa pun yang ia putuskan hari ini, hidupnya tak akan pernah sama lagi.

The Royal ProposalTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang