Bab 21: Perasaan yang Mulai Nyata

4 2 1
                                    

Langit di atas Istana Lilaine mulai berubah warna, dari biru pucat menjadi merah muda dan oranye, mewarnai dinding-dinding marmer dengan sinar lembut senja. Jade berdiri di balkon kamarnya, memandangi pemandangan di luar yang perlahan berubah, seolah mencerminkan gejolak perasaannya. Angin sepoi-sepoi menyentuh rambutnya, mengantarkan aroma bunga mawar yang tumbuh di taman di bawah sana.

Setelah percakapan mereka beberapa malam lalu, Jade merasa ada sesuatu yang berubah dalam hubungan mereka. Lucas tidak mengucapkan kata cinta, tetapi setiap tindakan dan perhatian kecil yang ia berikan mulai terasa berbeda. Dia semakin sering berada di sisinya, bahkan tanpa alasan jelas. Lucas mendekat dengan caranya sendiri, menunjukkan bahwa dia peduli—tetapi Jade belum yakin apakah ini lebih dari sekadar tanggung jawab sebagai suami dalam pernikahan politik mereka.

Hari-hari mereka di istana kini dipenuhi oleh momen-momen kecil yang tak pernah mereka alami sebelumnya. Lucas sering menyapa Jade dengan senyum tipis saat mereka bertemu di lorong-lorong istana. Dia akan menanyakan kabar, membawakannya secangkir teh di pagi hari, dan bahkan menemani Jade saat ia berjalan di taman tanpa mengatakan apa-apa. Keheningan di antara mereka kini terasa hangat, tetapi Jade masih merasakan ada tembok yang memisahkan mereka—sebuah penghalang yang tidak bisa ia tembus.

Suara pintu yang terbuka perlahan menarik Jade kembali ke kenyataan. Lucas masuk ke kamar dengan langkah tenang, mengenakan kemeja sederhana dengan lengan tergulung, jauh dari kesan formal yang biasa ia tampilkan di depan publik. Matanya bertemu dengan tatapan Jade, dan sejenak, keduanya terdiam, seolah membiarkan keheningan itu berbicara untuk mereka.

"Apa kau di sini sepanjang sore?" tanya Lucas lembut, menghampiri Jade dengan senyum samar di wajahnya.

Jade mengangguk, memaksakan senyum tipis. "Aku hanya ingin menikmati udara sore. Rasanya lebih tenang di sini daripada di dalam istana."

Lucas berdiri di sebelah Jade, memandang langit yang mulai beranjak gelap. "Aku mengerti. Ada kalanya aku juga ingin melarikan diri sejenak dari semua ini." Dia terdiam sebentar, lalu menoleh padanya. "Aku harap kau tahu, Jade, aku... aku menghargai keberadaanmu di sini lebih dari yang bisa kukatakan."

Jade terkejut oleh kata-kata Lucas, meski sudah sering mendengar nada yang sama dari dirinya. Ada sesuatu dalam cara Lucas mengucapkannya yang kali ini terasa lebih dalam, lebih tulus. Namun, Jade masih merasa ragu, takut berharap terlalu banyak. Dia memandang Lucas, mencari kebenaran dalam sorot matanya, namun tetap ada sesuatu yang disembunyikan di balik ketenangan itu.

"Lucas," bisik Jade, suaranya hampir tak terdengar. "Aku ingin tahu, apakah perhatianmu padaku... itu hanya karena kewajiban sebagai suamiku?"

Lucas menatap Jade, matanya melembut. Dia sejenak terdiam, seolah sedang mencari kata-kata yang tepat, namun keheningan itu justru membuat Jade semakin tidak yakin. "Jade, aku..." Lucas menghela napas panjang, lalu memandang langit lagi. "Ini bukan hanya tentang kewajiban. Aku tidak ingin kau berpikir begitu."

"Tapi kau tidak pernah mengatakan perasaanmu dengan jelas," Jade memotong, suaranya lebih berani daripada yang ia rasakan di dalam hati. "Aku ingin tahu, apakah ini semua sungguh-sungguh atau hanya... sesuatu yang kau lakukan karena kita terikat oleh pernikahan ini."

Lucas menatapnya lagi, dan dalam sorot matanya, Jade melihat keraguan yang mendalam. "Aku tahu, aku belum mengatakan semuanya dengan jelas, Jade. Tapi bukan karena aku tidak peduli. Aku hanya... belum tahu bagaimana mengungkapkan perasaan yang sesungguhnya."

Jade terdiam, perasaannya bercampur aduk. Ada secercah harapan yang tumbuh, tetapi keraguan masih menggantung di antara mereka. "Lucas, aku tidak butuh kata-kata yang indah. Aku hanya ingin tahu apakah kau benar-benar ada di sini bersamaku, atau kau hanya menjalankan peran sebagai pangeran dan suami dalam pernikahan ini."

Lucas mendekat sedikit, meraih tangan Jade dengan lembut. Sentuhannya hangat, namun tetap terasa hati-hati, seolah-olah ia takut merusak sesuatu yang rapuh. "Aku di sini, Jade," katanya perlahan, suaranya penuh ketulusan. "Aku mungkin belum bisa memberikan semua jawaban yang kau inginkan, tapi aku berusaha. Aku berusaha lebih keras daripada yang pernah kulakukan sebelumnya."

Mata Jade mulai basah oleh emosi yang tertahan. Dia tahu Lucas berusaha, tetapi perasaannya semakin sulit untuk diabaikan. Ada saat-saat ketika dia merasakan cinta yang tumbuh dalam dirinya—sebuah cinta yang murni, penuh dengan harapan. Namun di sisi lain, ketakutan bahwa Lucas tidak merasakan hal yang sama membuatnya ragu untuk melangkah lebih jauh.

"Lucas," ujar Jade, suaranya hampir pecah. "Aku takut. Aku takut berharap terlalu banyak, lalu terluka jika ternyata kau tidak merasakan hal yang sama."

Lucas menggenggam tangan Jade lebih erat, menatapnya dalam-dalam. "Aku tidak ingin membuatmu takut, Jade. Aku hanya... butuh waktu. Ini semua baru bagiku. Membuka diri, membiarkan seseorang masuk ke dalam hidupku seperti ini. Tapi satu hal yang harus kau tahu—aku peduli padamu, lebih dari yang kau kira."

Air mata Jade akhirnya jatuh, tetapi kali ini bukan karena kesedihan. Ada kelegaan yang mengalir di dalam dirinya, meskipun Lucas belum mengucapkan kata cinta. Ia tahu Lucas sedang berusaha, dan itu sudah cukup untuknya saat ini.

"Aku juga peduli padamu, Lucas," bisik Jade, membiarkan kata-kata itu mengalir dengan lembut di antara mereka. "Dan aku akan menunggu. Aku akan memberimu waktu, sebanyak yang kau butuhkan."

Lucas tersenyum kecil, senyum yang penuh dengan rasa syukur. Ia menarik Jade ke dalam pelukannya, dan untuk pertama kalinya, Jade merasakan bahwa pelukan ini bukan hanya karena kewajiban, tetapi karena ada sesuatu yang lebih dalam di sana—sesuatu yang tumbuh perlahan di antara mereka, seperti benih cinta yang baru mulai berakar.

Mereka berdiri di sana, dalam keheningan yang nyaman, membiarkan malam menyelimuti mereka dengan lembut. Meskipun masih ada ketidakpastian di hati Jade, dia tahu bahwa hubungan ini bergerak menuju sesuatu yang lebih nyata. Dan untuk saat ini, itu sudah cukup.

Lucas mungkin belum bisa mengungkapkan semuanya, tetapi Jade bisa merasakan perasaan yang mulai nyata di setiap perhatian kecil yang ia berikan. Di setiap tatapan lembut, di setiap sentuhan hangat, Jade tahu bahwa ada harapan. Dan mungkin, cinta itu perlahan-lahan mulai tumbuh, meskipun belum diucapkan.

The Royal ProposalTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang