Langit di luar Istana Lilaine berwarna kelabu, dengan angin sore yang membawa aroma hujan mendekat. Jade duduk di ruang baca, ditemani keheningan dan buku yang terbuka di pangkuannya, namun pikirannya melayang jauh dari halaman-halaman yang ia baca. Kata-kata Lucas dari pertemuan media kemarin masih terngiang di telinganya. Pembelaan itu, ketegasan dalam suaranya, serta tatapan yang ia berikan ketika mengatakan bahwa Jade adalah pilihannya.
Meskipun Lucas belum mengucapkan kata-kata cinta, ada sesuatu dalam cara ia berbicara—cara ia menatapnya—yang mengisyaratkan bahwa hubungan mereka mulai tumbuh menjadi lebih dari sekadar perjanjian politik.
Pintu ruang baca terbuka perlahan, dan Lucas masuk dengan langkah tenang. Jade mengangkat kepalanya, tersenyum tipis. Ada kehangatan di ruangan itu, meskipun udara luar terasa dingin dan basah. Lucas tidak mengenakan setelan formal kali ini, hanya sweater rajut yang sederhana, tetapi di balik kesederhanaan itu, ada sesuatu yang membuat Jade merasa dekat dengannya.
“Kau di sini,” katanya pelan, suaranya terhanyut dalam keheningan sore. “Aku mencarimu.”
Jade menutup buku di pangkuannya, meletakkannya di meja kecil di sebelahnya. “Hanya ingin sedikit waktu untuk berpikir. Terima kasih untuk kemarin, Lucas. Aku... terharu dengan apa yang kau katakan.”
Lucas tersenyum tipis, tetapi senyuman itu penuh dengan kelelahan yang tak terucapkan. “Aku hanya mengatakan apa yang seharusnya aku katakan sejak lama, Jade. Kau pantas mendapatkan lebih dari sekadar diamku.”
Jade merasakan dadanya berdesir. Ia tahu bahwa Lucas tidak pernah mudah mengungkapkan perasaannya, dan di balik ketenangan itu, ada lapisan-lapisan yang sulit ia tembus. Namun, ada sesuatu yang berbeda kali ini—sebuah kejujuran yang mulai terlihat, meski masih terselubung.
“Kau tahu,” lanjut Lucas, duduk di kursi di depannya, menatap jendela yang mulai dihiasi tetesan hujan. “Selama ini, aku berpikir bahwa semua ini hanyalah tentang tanggung jawab. Tentang melakukan hal yang benar, menjaga citra. Tapi semakin lama aku bersamamu... aku mulai merasa berbeda.”
Jade menoleh, matanya penuh dengan pertanyaan yang tak terucap. “Berbeda?” tanyanya dengan suara lembut.
Lucas mengangguk, matanya tetap tertuju pada jendela. “Kehadiranmu membuatku nyaman, Jade. Aku tidak pernah berpikir bahwa aku bisa merasakan itu di tengah semua kekacauan ini. Kau memberiku ruang untuk bernapas.”
Kata-kata Lucas mengalir seperti hujan yang menetes di kaca jendela—tenang, lembut, namun penuh makna. Bukan pengakuan cinta, tetapi ada sesuatu yang lebih dalam di balik kalimat itu. Sesuatu yang mungkin belum siap ia ungkapkan sepenuhnya.
“Lucas...” bisik Jade, suaranya penuh harap namun hati-hati. “Aku juga merasa lebih tenang bersamamu. Tapi aku tidak bisa memungkiri bahwa aku masih ragu. Ada sesuatu yang... kau sembunyikan. Sesuatu yang belum kau katakan.”
Lucas menatapnya, dan di sana, di matanya, Jade bisa melihat kilasan dari rasa yang lebih dalam, yang selama ini terpendam. “Bukan berarti aku tidak ingin mengatakan apa yang sebenarnya aku rasakan,” kata Lucas dengan nada rendah, hampir seperti berbicara kepada dirinya sendiri. “Tapi... aku tidak tahu apakah aku bisa.”
Jade mendekat, menatap Lucas dengan mata penuh kelembutan. “Kau tidak harus mengatakannya sekarang. Aku hanya ingin tahu, apakah ada sesuatu di antara kita yang lebih dari sekadar kewajiban.”
Lucas menunduk, seolah mencari kata-kata yang tepat di antara gemuruh hujan di luar. “Aku tidak pernah mengira pernikahan ini bisa menjadi lebih dari sekadar kewajiban. Tapi sekarang... aku mulai berharap hal itu bisa terjadi.”
Ada keheningan sejenak. Kata-kata Lucas menggantung di udara, penuh dengan harapan yang belum sepenuhnya diungkapkan. Jade merasakan jantungnya berdetak lebih cepat. Ini bukan pengakuan cinta yang penuh gairah, tapi ada sesuatu yang lebih tulus di dalamnya. Sebuah harapan untuk masa depan yang lebih dari sekadar kesepakatan politik, lebih dari sekadar formalitas.
Jade tersenyum lembut, tangannya tanpa sadar menyentuh tangan Lucas yang tergeletak di sandaran kursi. “Aku juga berharap, Lucas. Aku ingin hubungan ini menjadi sesuatu yang lebih... sesuatu yang nyata.”
Lucas menatap tangannya yang menyentuh miliknya, lalu mendongak, matanya penuh dengan sesuatu yang belum terucap, namun jelas dirasakannya. “Aku tidak tahu bagaimana caranya untuk menjadi lebih terbuka. Selama ini, aku terbiasa menyembunyikan apa yang kurasakan, bahkan dari diriku sendiri. Tapi kau... kau membuatku ingin mencoba.”
Ada sesuatu yang lembut dan rapuh dalam kata-kata itu, namun di baliknya ada kejujuran yang Jade hargai. Ia tahu bahwa Lucas masih bergulat dengan perasaannya sendiri, masih belajar bagaimana membuka hatinya setelah bertahun-tahun terikat oleh kewajiban dan peran. Namun, kata-kata itu, pengakuan terselubung yang mengalir di antara mereka, cukup untuk membuat Jade berharap bahwa mungkin, suatu hari nanti, cinta itu akan menemukan jalannya.
“Kita bisa perlahan, Lucas,” ujar Jade, suaranya penuh dengan kelembutan dan pengertian. “Tidak perlu terburu-buru. Aku di sini, dan aku bersamamu.”
Lucas tersenyum, senyuman yang lebih tulus daripada yang pernah Jade lihat sebelumnya. “Terima kasih, Jade. Aku... belum siap untuk mengatakan semuanya, tapi aku senang kau ada di sini. Kau membuatku merasa bahwa mungkin aku bisa lebih dari sekadar pangeran.”
Jade merasakan kehangatan merayap ke dalam hatinya. Meskipun kata cinta belum terucap, dia tahu bahwa hubungan mereka telah tumbuh menjadi sesuatu yang lebih dalam. Sesuatu yang, meskipun masih rapuh, mulai berakar dengan kuat.
Malam itu, mereka duduk dalam keheningan yang nyaman, mendengarkan hujan yang turun dengan lembut di luar jendela. Meskipun belum ada kata-kata cinta yang diucapkan, Jade mulai merasa bahwa mungkin, di masa depan yang belum jelas, mereka akan menemukan cinta yang sesungguhnya—cinta yang lebih dari sekadar kewajiban, lebih dari sekadar kesepakatan politik.
Dan untuk pertama kalinya, Jade membiarkan dirinya berharap.
KAMU SEDANG MEMBACA
The Royal Proposal
PoetryJade adalah seorang wanita biasa yang tiba-tiba dilamar oleh Pangeran Lucas dari sebuah kerajaan kecil di Eropa, untuk melindungi takhta dan citra kerajaan. Lucas perlu menikah dengan wanita yang tidak berasal dari keluarga kerajaan untuk meluruskan...