Malam di Istana Lilaine membawa kesunyian yang begitu dalam, seperti selimut tipis yang menutupi setiap bisikan dan gemerisik kecil di taman istana. Jade duduk di tepi tempat tidurnya, merenung di tengah keheningan yang hanya ditemani oleh bayangan bulan di jendela kaca. Cahaya lembut yang memantul dari dinding marmer menciptakan kesan misterius, seolah-olah istana ini menyimpan rahasia yang lebih banyak dari yang mampu ia pahami.
Sejak pertemuan terakhir dengan Eleanor, Jade merasa ada perubahan dalam dirinya—sebuah keberanian yang tumbuh, meskipun rapuh. Lucas telah membelanya, dengan tegas menentang saudara perempuannya, dan untuk pertama kalinya, Jade merasakan bahwa mungkin ada ruang bagi dirinya dalam kehidupan Lucas. Namun, jarak itu tetap ada, seperti dinding tak kasat mata yang selalu memisahkan mereka berdua. Setiap kali ia mencoba mendekat, Lucas seolah semakin tenggelam dalam dunianya sendiri, dunia yang penuh dengan kewajiban dan beban yang tak bisa ia bagi dengan orang lain.
Pintu kamar terbuka perlahan, dan Lucas melangkah masuk. Wajahnya tampak lelah, garis-garis di sekitar matanya semakin jelas, seolah-olah malam itu telah menambah beban yang sudah lama ia pikul. Jade menatapnya dalam diam, berharap ada percakapan yang bisa mengisi ruang kosong di antara mereka.
"Bagaimana harimu?" tanya Jade pelan, suaranya lembut, hampir seperti bisikan di tengah udara malam yang tenang.
Lucas hanya mengangguk sedikit, lalu berjalan menuju meja kerja di sudut ruangan. “Sibuk,” jawabnya singkat, seperti biasa. Jemarinya mulai membuka lembaran dokumen-dokumen yang terlihat penting, seolah-olah ada sesuatu yang lebih mendesak daripada percakapan mereka.
Jade menahan napas, berusaha menenangkan diri dari rasa frustasi yang perlahan-lahan merayap di dadanya. Ia ingin berbicara, ingin mengenal Lucas lebih dalam, tetapi setiap kali ia mencoba, ada sesuatu yang menahannya. Ia mengerti bahwa Lucas sedang menghadapi tekanan, tapi di sisi lain, Jade juga merasa bahwa ia semakin kehilangan dirinya dalam hubungan yang tak pernah benar-benar terasa nyata.
"Apa semuanya baik-baik saja?" tanyanya lagi, kali ini suaranya lebih tegas, mencoba menarik perhatian Lucas.
Lucas berhenti sejenak, menatap dokumen di depannya dengan mata yang tampak jauh. "Dewan semakin menekan soal pernikahan kita," katanya akhirnya, tanpa mengangkat pandangan dari kertas di depannya. “Mereka tidak senang. Mereka bilang pernikahan ini adalah kesalahan.”
Jade merasakan hatinya tersentak. Meski ia sudah tahu bahwa pernikahan mereka tidak disambut baik, mendengarnya secara langsung dari Lucas membuat rasa sakit itu terasa lebih nyata. "Kenapa mereka mengatakan itu?" tanyanya, meskipun dalam hati ia sudah tahu jawabannya.
Lucas menghela napas panjang, akhirnya menutup dokumen di hadapannya. "Mereka khawatir tentang citra kerajaan. Bagaimana seseorang yang bukan bangsawan bisa dianggap layak mendampingi seorang pangeran? Mereka tidak percaya bahwa pernikahan ini bisa membawa stabilitas."
Jade menunduk, menatap tangannya yang bergetar halus. "Apa itu yang kau pikirkan juga?" tanyanya dengan suara yang lebih lemah dari yang ia harapkan.
Lucas terdiam sejenak, seolah sedang mencari kata-kata yang tepat. Ia berjalan menuju jendela, menatap keluar ke arah taman yang tertutup bayangan malam. "Aku tahu apa yang kita lakukan ini bukan sesuatu yang biasa. Pernikahan ini bukan tentang cinta. Ini tentang tanggung jawab. Dan itu adalah sesuatu yang kita berdua pahami sejak awal."
"Tapi apa kau pernah merasa… bahwa mungkin ini semua salah?" Jade melanjutkan, suaranya kini penuh dengan keraguan yang semakin membesar di dalam hatinya. "Aku mulai bertanya-tanya, apakah keputusan ini akan memperburuk hidup kita? Apakah kita hanya menambah beban pada satu sama lain?"
Lucas tidak langsung menjawab. Tatapannya tetap tertuju pada taman yang tenang, namun wajahnya menunjukkan ketegangan yang sulit ia sembunyikan. Akhirnya, ia berkata dengan nada yang datar namun dalam, “Tidak ada pernikahan yang sempurna, Jade. Dan kita tahu sejak awal bahwa ini bukan tentang kebahagiaan. Ini tentang apa yang perlu dilakukan.”
Jade menelan ludah, merasakan dinding-dinding emosi yang mereka bangun semakin tinggi. "Aku hanya... aku hanya merasa semakin jauh dari diriku sendiri," kata Jade, suaranya mulai bergetar. "Aku mencoba menjadi apa yang diharapkan, mencoba menyesuaikan diri, tapi aku tidak tahu berapa lama lagi aku bisa bertahan."
Lucas akhirnya menoleh, menatap Jade dengan ekspresi yang sulit dibaca. Ada sesuatu di matanya, sejenis kepedihan yang ia sembunyikan di balik wajah tenangnya. “Kau lebih kuat dari yang kau kira, Jade. Aku tahu ini sulit, tapi kita harus terus maju.”
Jade menatap Lucas, merasakan ketidakpastian yang semakin besar menggerogoti hatinya. Bagaimana mungkin ia bisa terus maju ketika setiap hari ia merasa semakin terasing, tidak hanya dari Lucas, tetapi dari dirinya sendiri? Pernikahan ini telah mengubah segalanya—mengubah cara ia melihat dunia, mengubah siapa dirinya. Dan semakin lama ia berada di istana ini, semakin ia merasa bahwa ia kehilangan bagian dari dirinya yang dulu bebas dan penuh mimpi.
“Apa kau pernah berpikir bahwa kita membuat kesalahan?” Jade bertanya, suaranya kini penuh dengan emosi yang tertahan. “Bahwa mungkin kita tidak seharusnya melakukan ini?”
Lucas terdiam lagi, menatapnya dengan tatapan yang berat. Ia tidak menjawab, tetapi dari keheningannya, Jade tahu bahwa Lucas juga merasakan keraguan yang sama. Namun, beban yang ia pikul sebagai pangeran, sebagai seseorang yang harus menempatkan tanggung jawab di atas segalanya, membuatnya tidak bisa mengucapkan kata-kata itu dengan lantang.
Jade menarik napas dalam, menahan air mata yang mulai menggenang di sudut matanya. Ia tahu bahwa pernikahan ini adalah kesepakatan, tapi di lubuk hatinya, ia berharap bisa menemukan lebih dari sekadar kewajiban. Dan sekarang, ia mulai mempertanyakan apakah harapan itu hanyalah ilusi yang tidak akan pernah terwujud.
Lucas kembali ke meja kerjanya, diam-diam, dan mulai membuka dokumen lain tanpa berkata apa-apa lagi. Jade menatap punggungnya, merasakan jarak di antara mereka semakin lebar, seolah-olah ada jurang tak terlihat yang memisahkan mereka.
Malam itu, saat Jade menutup matanya, ada perasaan kosong yang menggerogoti hatinya. Ia bertanya-tanya, apakah pernikahan ini akan membawa kebahagiaan yang ia cari, atau justru akan semakin memperburuk segalanya.
KAMU SEDANG MEMBACA
The Royal Proposal
PoetryJade adalah seorang wanita biasa yang tiba-tiba dilamar oleh Pangeran Lucas dari sebuah kerajaan kecil di Eropa, untuk melindungi takhta dan citra kerajaan. Lucas perlu menikah dengan wanita yang tidak berasal dari keluarga kerajaan untuk meluruskan...