Bab 5: Keputusan yang Berat

3 1 0
                                    

Langit tampak redup ketika Jade menatap keluar jendela kamar apartemennya. Hujan rintik-rintik mengguyur jalanan, menciptakan genangan air yang memantulkan langit kelabu. Hari itu, dunia terasa seolah sedang bernafas perlahan, memberikan ruang bagi Jade untuk berpikir, meresapi segala sesuatu yang terjadi dalam hidupnya.

Duduk di sofa kecil di sudut ruangan, ia mengenggam ponselnya dengan erat. Namanya muncul di layar—Mia, satu-satunya orang yang selalu ia percayai, tempat Jade bisa mencurahkan semua isi hatinya tanpa rasa takut dihakimi. Dengan satu helaan napas panjang, Jade menekan tombol hijau dan mendekatkan ponsel ke telinganya.

“Halo?” suara Mia terdengar ceria di ujung sana, seolah tidak ada badai di dunia yang bisa mengganggu ketenangannya.

“Mia,” suara Jade terdengar lemah, nyaris tersedak oleh keraguan yang mengendap di dadanya.

"Jade? Kau baik-baik saja?" Nada suara Mia berubah, terdengar lebih serius, khawatir.

Jade menatap ke luar jendela lagi, matanya menyusuri tetes-tetes air yang turun dengan lambat, seolah menggambarkan apa yang dirasakannya. “Aku... Aku tidak tahu harus bagaimana. Semuanya terasa begitu cepat.”

“Apa maksudmu?” Mia mendesak dengan suara lembut, namun jelas, seperti tahu bahwa Jade sedang tenggelam dalam sesuatu yang besar.

Jade menarik napas dalam-dalam, mencoba menenangkan jantungnya yang berdegup kencang. “Pangeran Lucas… Dia... dia meminta aku menikah dengannya. Ini semua tentang pernikahan kontrak untuk menyelamatkan reputasinya dari skandal.”

Keheningan menggantung di udara, seperti jeda panjang di antara dua napas. Jade bisa mendengar tarikan napas Mia di ujung sana, terkejut.

“Kau bercanda, kan?” Mia akhirnya bersuara, nada suaranya nyaris tidak percaya.

“Tidak, Mia. Ini benar-benar terjadi. Aku diundang ke istana. Aku bertemu dengannya. Dan dia... Dia serius.”

Mia terdiam sejenak, mencoba memproses apa yang baru saja didengarnya. "Tapi kenapa kau? Kenapa bukan seseorang dari kalangan bangsawan? Mengapa bukan wanita lain?"

"Karena aku bukan bangsawan. Itu yang dia butuhkan, seseorang yang bisa memperbaiki citra kerajaannya. Dan... dia menawarkan bantuan untuk keluargaku. Untuk ayahku, Mia. Dia bilang akan menanggung semua biaya pengobatan ayah."

Kata-kata itu membuat tenggorokan Jade tercekat. Mengucapkannya dengan suara keras membuat semuanya terasa lebih nyata, lebih mendesak. Masa depan ayahnya, hidup keluarganya, tergantung pada keputusan yang harus ia buat hari ini. Dan itu berat, lebih berat dari apa pun yang pernah ia rasakan.

Mia terdiam lama sebelum akhirnya berbisik, “Ini gila, Jade. Kau bahkan tidak mengenalnya. Ini pernikahan, bukan sekadar kesepakatan.”

Jade menghela napas, meletakkan ponselnya di meja sejenak, lalu meremas wajahnya dengan kedua tangan. "Aku tahu. Tapi aku tidak punya pilihan lain. Aku tidak bisa melihat ayahku semakin parah hanya karena aku tidak mampu membayar perawatannya. Ini satu-satunya cara, Mia. Aku tak punya apa-apa lagi."

Terdengar suara napas panjang Mia di seberang. “Aku mengerti, Jade. Aku mengerti betapa beratnya ini. Tapi apakah kau siap untuk menjalani kehidupan seperti itu? Menikah hanya demi uang dan reputasi? Lalu bercerai setelah itu?”

Jade memejamkan matanya, merasakan bulu kuduknya berdiri. "Aku tidak tahu. Tapi... mungkin aku bisa bertahan beberapa tahun. Setelah semua ini selesai, aku bisa kembali ke hidupku yang biasa."

“Dan kau benar-benar yakin itu yang kau inginkan?” tanya Mia, suaranya penuh kekhawatiran namun juga kehangatan yang selalu menenangkan hati Jade.

Jade terdiam, mencoba menengok ke dalam hatinya yang penuh keraguan. Apakah ia benar-benar yakin? Tidak ada kepastian dalam hidup ini, terutama dalam keputusan yang melibatkan hati dan hidup orang lain. Namun, ada satu hal yang pasti—ia tidak bisa menutup mata pada kenyataan bahwa keluarganya membutuhkan bantuannya. Ayahnya membutuhkan bantuannya.

"Ini bukan tentang apa yang aku inginkan, Mia. Ini tentang apa yang aku butuhkan untuk dilakukan. Aku tidak bisa membiarkan ayahku menderita."

Beberapa hari kemudian, Jade duduk di ruang tamu istana, suasana megah yang mengelilinginya terasa seperti dunia yang jauh dari kehidupannya yang sederhana. Ia mengenakan gaun krem sederhana, rambutnya ditata rapi, namun wajahnya masih memancarkan keraguan.

Lucas duduk di depannya, mengenakan setelan gelap yang membuatnya terlihat semakin tegas. Di hadapan mereka, sebuah dokumen terbuka di atas meja, memisahkan mereka seperti jurang yang tak terlihat. Pengacara kerajaan berdiri di sisi ruangan, menyaksikan dengan tenang, siap dengan pena di tangan.

“Kau yakin?” tanya Lucas pelan, suaranya dipenuhi nada penuh perhatian. “Ini keputusan besar, Jade. Aku tak ingin kau merasa terpaksa.”

Jade menatapnya, merasa sedikit terhibur oleh perhatian di matanya, meskipun ia tahu ini bukan pernikahan yang didasarkan pada cinta atau keinginan hati. Namun, entah bagaimana, ia merasa Lucas jujur dengan tawarannya, tidak ada kebohongan atau tipu muslihat di balik niatnya.

“Aku yakin,” jawab Jade, suaranya lebih kuat dari yang ia rasakan di dalam. “Ini untuk keluargaku. Aku akan melakukannya.”

Lucas mengangguk, wajahnya tetap tenang namun penuh penghargaan. “Kita akan membuat ini sehalus mungkin. Setelah beberapa tahun, jika kau merasa sudah cukup, kita bisa berpisah dengan damai. Tidak ada ikatan yang memaksa.”

Dengan kata-kata itu, Jade meraih pena di atas meja, tangannya sedikit gemetar, tapi ia tahu apa yang harus dilakukan. Perlahan, ia menandatangani dokumen itu, menandai awal dari babak baru yang tak pernah ia bayangkan akan ia jalani.

Lucas menandatangani dokumen tersebut setelahnya, dan dalam sekejap, ikatan mereka resmi. Mereka bukan lagi dua orang asing yang bertemu di kafe, tetapi sekarang menjadi suami dan istri—meski dalam konteks yang berbeda.

Jade merasa berat di dadanya berangsur-angsur menghilang, digantikan oleh perasaan tanggung jawab yang baru. Ini adalah langkah pertama dari sesuatu yang lebih besar, lebih dalam, dan mungkin lebih berbahaya dari yang ia kira. Tapi ini adalah jalannya, dan ia siap untuk menjalaninya.

Saat ia berdiri dari meja, Lucas berjalan mendekat, menatapnya dengan lembut. “Terima kasih, Jade. Kau telah membuat keputusan yang sulit. Aku berjanji, kau tidak akan pernah menyesalinya.”

Jade hanya tersenyum tipis, menatap pria yang kini menjadi bagian dari hidupnya. “Aku harap begitu, Lucas. Aku harap begitu.”

The Royal ProposalTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang