Bab 22: Tekanan dari Dewan Kerajaan

3 1 1
                                    

Langit Istana Lilaine tertutup awan kelabu, seolah-olah menggambarkan tekanan yang semakin berat di dalam dinding istana. Suasana di dalam aula kerajaan terasa dingin, dengan bayang-bayang politik yang semakin menyesakkan. Di tengah semua ini, Lucas duduk di ruang rapat, dikelilingi oleh anggota Dewan Kerajaan, wajah-wajah mereka tegang, penuh dengan tuntutan yang terselubung dalam tatapan tajam.

"Kami sudah cukup bersabar, Yang Mulia," ujar salah satu anggota dewan, suara tuanya penuh dengan formalitas dingin. "Pernikahan ini, meskipun membawa ketenangan sementara, tidak memberikan apa yang dibutuhkan kerajaan dalam jangka panjang. Waktu terus berjalan, dan kita harus mempertimbangkan masa depan."

Lucas mengepalkan tangan di bawah meja, menahan emosi yang terus mendesak untuk keluar. Ia tahu apa yang akan datang—seruan untuk menggugat kembali keputusannya, tuntutan untuk memilih seorang bangsawan yang lebih sesuai dengan status dan citra kerajaan. Ia sudah mendengar semua ini sebelumnya, tapi kali ini, tekanan terasa lebih kuat.

"Yang kami maksud," lanjut salah satu dewan yang lain, seorang wanita dengan rambut keperakan dan senyum yang hampir tidak terlihat, "adalah bahwa Jade, meskipun sangat terhormat dan kuat dalam caranya sendiri, tidak memiliki darah bangsawan. Dia tidak memberikan apa yang dibutuhkan untuk melanjutkan garis kerajaan."

Lucas mengangkat pandangannya, menatap mereka satu per satu. "Apakah kalian mendengar apa yang kalian katakan? Kalian ingin aku meninggalkan istriku hanya karena dia bukan dari kalangan bangsawan?" Suaranya terdengar tenang, tapi ada api yang berbahaya menyala di balik ketenangan itu.

"Ini bukan tentang perasaan pribadi, Yang Mulia," jawab dewan yang lain, dengan nada yang lebih tegas. "Ini tentang kewajiban kepada negara, kepada garis keturunan yang telah dijaga selama berabad-abad. Pernikahan dengan seorang bangsawan yang lebih cocok akan memperkuat stabilitas kerajaan, bukan hanya dalam pandangan masyarakat, tetapi juga di mata dunia internasional."

Lucas terdiam sejenak, kata-kata mereka bergema dalam pikirannya. Sejak kecil, ia selalu dibesarkan dengan keyakinan bahwa tanggung jawab kerajaan adalah hal yang paling utama. Bahwa segala hal pribadi bisa dikorbankan demi kebaikan yang lebih besar. Namun, kali ini berbeda. Ada sesuatu dalam hubungan dengan Jade yang lebih dari sekadar politik—ada kenyamanan, ada rasa memiliki, meskipun ia belum sepenuhnya memahami perasaan itu.

"Aku tidak akan meninggalkannya," kata Lucas, akhirnya memecah keheningan. Suaranya tenang, namun penuh dengan kepastian. "Jade adalah istriku, dan aku tidak akan menceraikannya hanya karena tekanan dari kalian. Dia mungkin bukan bangsawan, tapi dia jauh lebih dari itu. Dia telah menunjukkan keberanian yang tidak bisa ditakar dengan status."

Para anggota dewan saling bertukar pandang, ketidaksetujuan mereka terasa di udara. Salah satu dari mereka, dengan ekspresi penuh ketidaksabaran, menghela napas panjang. "Pernikahan ini tidak akan bertahan lama, Yang Mulia, jika Anda terus mengabaikan nasihat kami. Dan Anda tahu betul, istana tidak akan bertahan dalam skandal lain."

Lucas berdiri perlahan, tubuhnya penuh dengan ketegangan yang tertahan. "Aku mendengar kalian. Tapi keputusan ini bukan milik kalian. Dan perceraian bukan pilihan."

Jade berdiri di balik pintu kayu besar, telinganya mendengar setiap kata yang keluar dari ruang rapat. Hatinya bergetar, setiap kalimat yang ia dengar membuat dadanya terasa semakin sesak. Dewan kerajaan menginginkan pernikahan mereka berakhir. Bukan hanya untuk memperbaiki citra kerajaan, tetapi untuk memastikan Lucas menikah dengan seseorang yang lebih "pantas."

Ia tidak bermaksud mendengarkan diskusi ini, tetapi saat melewati lorong dan mendengar suara-suara tajam di dalam, langkahnya tertahan. Kini, setelah mendengar semua yang dibicarakan, rasa tidak aman mulai merayapi pikirannya. Meskipun Lucas telah membela dirinya, Jade tidak bisa menepis perasaan bahwa dirinya adalah penghalang dalam kehidupan Lucas—seorang yang tak pernah sepenuhnya diterima.

Tanpa sadar, air mata jatuh dari matanya. Ia merasa seperti berada di dua dunia yang berbeda, dunia yang tidak pernah benar-benar menginginkannya ada di sini. Meski ia telah berusaha keras untuk menyesuaikan diri, untuk menjadi bagian dari dunia Lucas, kenyataan bahwa dirinya bukan bangsawan tetap menghantui setiap langkahnya.

Dengan napas yang berat, Jade mundur dari pintu itu. Ia tidak bisa mendengar lebih banyak lagi. Rasanya, setiap kalimat yang diucapkan di dalam sana semakin mempertegas rasa tidak aman yang selama ini menghantui dirinya—rasa bahwa mungkin, pada akhirnya, dia tidak akan pernah benar-benar memiliki tempat di sini.

Saat malam tiba, Jade duduk di taman istana, memandang ke arah bintang-bintang yang tersembunyi di balik awan. Angin dingin menyentuh wajahnya, namun ia hampir tidak merasakannya. Pikirannya dipenuhi oleh apa yang ia dengar, dan rasa takut bahwa Lucas, meskipun membelanya, mungkin pada akhirnya akan tunduk pada tekanan yang begitu besar.

Lucas mendekat, langkahnya pelan di atas batu-batu jalan setapak. Dia menemukan Jade duduk di bangku taman, tubuhnya terbalut selimut ringan. Dia tahu ada sesuatu yang salah saat melihat wajah Jade yang murung, matanya yang seolah tersesat dalam pikirannya sendiri.

"Kau baik-baik saja?" tanya Lucas lembut, suaranya penuh perhatian.

Jade menoleh, matanya yang sedikit merah menatap Lucas, seolah mencari jawaban dalam sorot matanya. "Aku mendengar semuanya," jawab Jade pelan, suaranya bergetar. "Apa yang mereka katakan... tentang kita."

Lucas menghela napas panjang, lalu duduk di sampingnya. "Jade, jangan dengarkan mereka. Apa yang mereka katakan tidak mengubah apapun. Aku tidak akan meninggalkanmu."

"Tapi Lucas," Jade menunduk, matanya penuh dengan keraguan. "Aku tidak bisa mengabaikan kenyataan bahwa aku bukan bagian dari dunia ini. Aku tidak memiliki darah bangsawan, dan mereka menginginkan seseorang yang bisa memperkuat kerajaan. Bagaimana jika, pada akhirnya, kau juga merasa aku tidak cukup?"

Lucas menatap Jade dengan intensitas yang dalam. "Jangan pernah berpikir bahwa kau tidak cukup. Kau lebih dari cukup, Jade. Dan aku tidak akan membiarkan mereka mengambilmu dariku."

Tapi meskipun kata-kata Lucas terdengar tegas, Jade masih merasa ada ketidakpastian yang menggantung di antara mereka—ketidakpastian yang berasal dari kekuatan politik yang lebih besar dari mereka berdua. Dan meskipun Lucas telah berjanji untuk tetap bersamanya, Jade tahu bahwa jalan di depan mereka masih panjang dan penuh dengan tantangan yang belum bisa mereka lihat sepenuhnya.

The Royal ProposalTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang