Bab 15: Jade Mulai Meragukan Pernikahan

2 0 0
                                    

Malam jatuh perlahan di Istana Lilaine, membawa serta ketenangan yang palsu, seolah-olah setiap sudut istana menyimpan rahasia yang lebih dalam daripada yang terlihat. Angin malam berhembus lembut di balkon kamar Jade, mengalir masuk melalui pintu jendela yang sedikit terbuka, menyelimutinya dengan udara dingin. Jade duduk di tepi tempat tidur, menatap jauh ke luar, ke langit malam yang dipenuhi bintang. Namun, pikirannya terlalu berat untuk menikmati keindahan alam yang terbentang di hadapannya.

Sudah berminggu-minggu sejak skandal itu mencuat, dan meskipun badai media mulai mereda, perasaan gelisah dalam hati Jade tidak kunjung hilang. Setiap hari di istana ini terasa seperti penjara yang semakin menyempit di sekelilingnya, dan meskipun Lucas ada di sisinya, Jade merasa semakin terasing dari hidup yang dulu ia kenal.

Pernikahan ini, yang awalnya adalah kesepakatan politik, kini mulai terasa lebih rumit daripada yang ia bayangkan. Di satu sisi, Jade merasa ada ikatan halus yang tumbuh antara dirinya dan Lucas, momen-momen kecil di mana mereka saling memahami tanpa perlu banyak bicara. Namun di sisi lain, dinding formalitas dan kewajiban tetap menghalangi hubungan mereka untuk berkembang menjadi sesuatu yang lebih nyata.

Lucas membuka pintu kamar dengan perlahan, langkahnya nyaris tak bersuara. Jade bisa merasakan kehadirannya bahkan sebelum ia menoleh. Ada sesuatu yang berbeda dari cara Lucas mendekatinya belakangan ini—lebih tenang, namun juga lebih penuh perhatian, seolah-olah dia mulai memikirkan hal-hal yang lebih dari sekadar urusan kerajaan.

“Kau belum tidur?” tanyanya lembut, mendekatkan diri dan duduk di sebelah Jade, pandangannya mengikuti arah tatapan Jade yang kosong ke luar jendela.

Jade menggeleng pelan, tangannya meremas ujung gaun tidurnya, seolah mencari kekuatan dari sesuatu yang sederhana. “Tidak. Aku hanya… berpikir,” jawabnya, suaranya nyaris seperti bisikan yang hilang di antara hembusan angin.

Lucas terdiam sejenak, menatap wajah Jade dengan kehalusan yang tidak biasa. “Tentang apa?” tanyanya, meskipun mungkin ia sudah bisa menebak jawabannya.

Jade menarik napas dalam, mencoba mengumpulkan kata-kata yang sudah lama menumpuk di hatinya. “Aku merasa terjebak, Lucas. Seperti aku hidup di dunia yang bukan milikku, memainkan peran yang tidak pernah benar-benar aku pahami.” Ia menoleh, menatap Lucas dengan mata yang mulai memanas oleh emosi. “Aku tidak tahu apakah aku bisa terus seperti ini. Pernikahan ini, kesepakatan ini… aku mulai meragukan segalanya.”

Lucas menatapnya dengan intensitas yang belum pernah Jade lihat sebelumnya. Ada sesuatu di balik mata birunya, sesuatu yang berusaha dia sembunyikan selama ini. “Jade, aku tahu ini tidak mudah. Aku tahu kau merasa sendirian di sini, dan aku tak bisa sepenuhnya menebus itu. Tapi aku tidak ingin kau pergi.”

Kata-kata itu menggantung di udara, menciptakan keheningan yang berat di antara mereka. Jade merasakan getaran halus di dalam dadanya—sebuah campuran antara kebingungan dan keraguan. Lucas mungkin tidak pernah mengucapkan kata cinta, tetapi ada sesuatu dalam suaranya yang membuatnya berhenti sejenak.

“Kenapa?” tanya Jade, suaranya lebih tajam daripada yang ia maksudkan. “Kenapa kau ingin aku bertahan? Apakah ini hanya tentang politik, atau ada hal lain?”

Lucas mengalihkan pandangannya sejenak, seolah-olah sedang mencari jawabannya di kegelapan malam yang melingkupi taman istana. “Awalnya, ya, ini hanya tentang kesepakatan. Tentang apa yang harus dilakukan. Tapi semakin lama, aku menyadari bahwa aku tidak ingin ini berakhir seperti semua yang lain. Kau bukan sekadar bagian dari rencana politik, Jade. Aku… butuh kau di sini.”

Jade merasa dadanya bergetar mendengar pengakuan itu. Ada perasaan yang tumbuh di dalam dirinya, namun ia masih tidak yakin apakah itu cukup untuk membuatnya tetap bertahan. "Aku tidak tahu, Lucas. Segalanya begitu rumit. Aku mulai merasa bahwa aku kehilangan diriku sendiri di sini. Setiap hari aku bertanya-tanya, apakah aku hanya berada di sini untuk memperbaiki kesalahanmu?”

Lucas menunduk, jemarinya bergerak perlahan, menggenggam tangan Jade dengan lembut. “Aku tahu kau merasakan itu, dan aku tidak bisa menyalahkanmu. Tapi aku ingin kau tahu satu hal: aku tidak melihatmu sebagai seseorang yang hanya menutupi kesalahan. Kau lebih dari itu bagi diriku.”

Kata-katanya sederhana, namun penuh dengan ketulusan yang selama ini sulit ditembus oleh Jade. Ada sesuatu yang berubah dalam diri Lucas, sesuatu yang membuatnya terdengar lebih rapuh daripada biasanya. Jade merasakan denyut kecil di tangannya yang digenggam Lucas, dan untuk sesaat, dinding-dinding di antara mereka tampak sedikit lebih tipis.

“Tapi apakah itu cukup?” Jade akhirnya bertanya, menatap Lucas dengan keraguan yang masih menghantui. “Apakah cukup bagimu bahwa kita hanya menjalani ini karena kita butuh satu sama lain, bukan karena kita benar-benar menginginkannya?”

Lucas terdiam lagi, wajahnya tampak lebih lelah dari sebelumnya. “Aku tidak punya jawaban untuk semua itu, Jade. Aku tahu kita memulai ini dengan cara yang salah. Tapi aku ingin percaya bahwa kita bisa menemukan sesuatu yang lebih dari sekadar kewajiban.”

Jade menatapnya dalam-dalam, merasakan emosi yang begitu kuat namun berantakan di dalam dirinya. Ia menginginkan lebih, namun ia tidak tahu apakah Lucas bisa memberikannya. "Aku juga ingin percaya, Lucas. Tapi aku masih tidak tahu apakah aku bisa terus menjalani ini tanpa kehilangan diriku."

Lucas menarik napas dalam, pandangannya tak pernah lepas dari Jade. “Aku tidak ingin kau merasa hilang. Aku tahu aku bukan orang yang baik dalam hal ini, tapi aku berjanji akan mencoba lebih keras. Hanya… jangan tinggalkan aku sekarang.”

Jade merasakan air mata menggenang di sudut matanya. Di tengah semua kebingungan dan keraguan, ada momen kejujuran yang mengikat mereka berdua—momen di mana Lucas, untuk pertama kalinya, menunjukkan ketergantungan emosional yang selama ini ia sembunyikan.

“Aku tidak tahu, Lucas,” bisik Jade, suaranya tersedak oleh emosi yang tertahan. “Aku butuh waktu.”

Lucas mengangguk pelan, melepaskan genggaman tangannya namun tidak menjauh. “Ambil waktumu, Jade. Aku hanya ingin kau tahu bahwa aku di sini. Aku akan menunggumu.”

Dan untuk pertama kalinya, Jade merasa bahwa mungkin ada sesuatu yang bisa mereka bangun, meskipun kecil, meskipun rapuh. Namun, langkah untuk menemukan jawaban itu masih panjang, dan ia tahu bahwa perjalanannya baru saja dimulai.

The Royal ProposalTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang