Bab 24: Rahasia Masa Lalu Lucas

2 1 0
                                    

Langit di atas Istana Lilaine tampak berat, awan kelabu menggantung rendah seperti rahasia yang tersembunyi di dalam hati. Jade berdiri di perpustakaan yang luas, tangannya perlahan menyusuri deretan buku-buku tua yang berjajar rapi di rak. Setiap helai kertas yang usang, setiap cerita yang tersembunyi di antara sampul-sampul berdebu, mengingatkannya pada sesuatu yang Lucas belum pernah bagikan—sebuah cerita yang tidak tertulis, tetapi tetap terasa di antara mereka.

Sore itu, Jade sedang mencari buku untuk mengalihkan pikirannya dari tekanan yang terus-menerus mengelilingi hidupnya di istana. Namun, ketika ia menarik sebuah buku yang tertanam di sudut rak, ada sesuatu yang terselip di belakangnya. Sebuah amplop tua yang tersegel rapat, dengan tinta yang hampir memudar.

Rasa ingin tahu menyelinap masuk, dan tanpa sadar, Jade membuka amplop itu. Di dalamnya, ia menemukan surat-surat yang ditulis tangan, tinta hitamnya masih jelas, tetapi isinya membuat hatinya berdetak lebih kencang. Surat-surat itu dari seorang wanita, seorang bangsawan, ditujukan kepada Lucas—penuh dengan ungkapan perasaan yang mendalam, cinta yang penuh gairah, dan juga rasa sakit.

Jade membacanya perlahan, semakin larut dalam setiap kata yang tertulis. Surat-surat itu menceritakan kisah cinta yang pernah Lucas miliki di masa lalu—hubungan dengan seorang wanita bangsawan bernama Isabelle. Nama itu terdengar seperti bisikan dari masa lalu, sesuatu yang Lucas tidak pernah ungkapkan kepadanya. Ada luka di dalam kata-kata itu, dan Jade mulai menyadari mengapa Lucas begitu sulit membuka hatinya.

Ketika Jade selesai membaca, perasaannya bergejolak. Di satu sisi, ia mulai memahami alasan Lucas menghindari cinta, mengapa dia tampak begitu terlindungi. Tapi di sisi lain, rasa takut merayap di dalam dirinya—apakah masa lalu itu masih menghantui Lucas? Apakah ia akan selalu terperangkap oleh cinta yang tak pernah terucap?

Saat Jade sedang merenungkan surat-surat itu, Lucas masuk ke dalam ruangan. Tatapannya langsung tertuju pada amplop yang kini berada di tangan Jade. Ada ketegangan dalam tatapannya, tetapi tidak ada kemarahan, hanya rasa sakit yang jelas terpancar dari mata birunya.

"Kau menemukannya," Lucas berkata pelan, suaranya hampir seperti bisikan di antara bayang-bayang perpustakaan yang sunyi.

Jade menatapnya, merasa bersalah namun juga bingung. "Aku... tidak bermaksud membaca sesuatu yang bukan milikku. Tapi ketika aku melihat surat-surat ini... Lucas, kenapa kau tidak pernah memberitahuku?"

Lucas mendekat, duduk di samping Jade, pandangannya terarah pada surat-surat yang tergeletak di meja. "Karena ini bagian dari diriku yang ingin kulupakan. Sesuatu yang terlalu sulit untuk kuhadapi lagi." Dia terdiam sejenak, seolah mencari cara untuk memulai cerita yang telah lama ia pendam.

"Isabelle," Lucas melanjutkan, suaranya kini lebih tegas meski penuh emosi. "Dia adalah bagian dari masa laluku yang... rumit. Kami pernah saling mencintai. Dia seorang bangsawan, seseorang yang seharusnya cocok untukku dalam segala hal. Semua orang di istana menganggap kami sempurna bersama. Tapi tidak ada yang tahu tekanan yang kami hadapi. Hubungan kami terjebak dalam permainan politik, dalam tuntutan dan harapan yang terus mengikat kami. Cinta itu perlahan-lahan berubah menjadi sesuatu yang penuh beban."

Lucas menarik napas dalam, matanya penuh dengan kenangan yang pahit. "Aku merasa seperti kehilangan diriku sendiri saat bersamanya. Hubungan itu tidak hanya tentang cinta, tapi juga tentang tanggung jawab. Pada akhirnya, Isabelle memutuskan untuk menikah dengan seseorang yang lebih sesuai dengan apa yang diinginkan keluarganya. Kami berpisah, dan sejak saat itu, aku berjanji pada diriku sendiri untuk tidak terlibat terlalu dalam lagi. Aku takut cinta hanya akan membuatku terjebak dalam rasa sakit yang sama."

Jade mendengarkan dengan penuh perhatian, hatinya berdenyut setiap kali Lucas mengungkapkan rasa sakit yang selama ini ia simpan sendiri. "Lucas, aku... aku tidak tahu semua ini. Aku tidak tahu betapa beratnya masa lalumu."

Lucas menoleh, tatapannya lembut namun penuh dengan rasa bersalah. "Itu sebabnya aku tidak pernah sepenuhnya terbuka kepadamu. Aku tidak ingin kau melihatku sebagai seseorang yang terluka, seseorang yang takut mencintai lagi. Tapi kau harus tahu, Jade, bahwa ini berbeda. Kau berbeda."

Jade merasakan hatinya bergetar oleh kata-kata Lucas. "Tapi bagaimana aku bisa tahu, Lucas? Bagaimana aku bisa yakin bahwa kau tidak akan terjebak oleh masa lalu itu lagi? Bahwa kita bisa membangun sesuatu yang nyata?"

Lucas terdiam sejenak, menatap Jade dengan intensitas yang dalam. "Aku tidak bisa memberimu jaminan. Aku hanya bisa mengatakan bahwa aku mencoba. Bersamamu, aku merasakan sesuatu yang lebih tulus, lebih ringan, meskipun aku masih belajar untuk menerima perasaan itu."

Jade menatap Lucas, dan meskipun ada rasa takut dalam dirinya, ia mulai melihat sisi Lucas yang berbeda—sisi rapuh yang selama ini tersembunyi di balik sikap dingin dan tanggung jawab yang besar. Rasa simpati dan cinta yang ia rasakan semakin kuat, menembus keraguan yang selama ini menghalanginya.

"Aku hanya ingin kau tahu," lanjut Lucas, suaranya lembut, "bahwa meskipun aku belum bisa mengatakan semuanya dengan sempurna, aku peduli padamu lebih dari yang pernah kurasakan pada orang lain. Dan aku ingin membangun sesuatu yang nyata bersamamu, tanpa bayangan masa lalu."

Air mata menggenang di mata Jade, tapi kali ini bukan karena kesedihan. Ia merasakan kehangatan mengalir di hatinya, seolah-olah semua keraguan mulai sirna, digantikan oleh harapan yang baru. Dia meraih tangan Lucas, menggenggamnya erat.

"Kita bisa melewati ini, Lucas. Aku di sini bersamamu, dan aku akan menunggumu sampai kau benar-benar siap untuk membuka hatimu sepenuhnya."

Lucas tersenyum kecil, sebuah senyum yang sarat dengan rasa terima kasih. "Aku tahu, Jade. Dan untuk itu, aku bersyukur setiap hari."

Malam itu, di bawah langit yang penuh dengan bintang-bintang yang tersembunyi di balik awan, Jade mulai memahami lebih banyak tentang Lucas—bukan hanya tentang masa lalunya, tetapi juga tentang pria yang ia cintai, pria yang masih belajar untuk mencintai dirinya sendiri. Dan dalam keheningan yang nyaman, mereka mulai berjalan bersama, perlahan namun pasti, menuju masa depan yang mungkin, akhirnya, dipenuhi dengan cinta yang sesungguhnya.

The Royal ProposalTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang