Suara langkah kaki Jade menggema di sepanjang lorong marmer yang berkilauan, diapit oleh dinding-dinding yang seolah menyimpan rahasia zaman. Istana Lilaine tampak semakin besar dan mencekam baginya, seperti labirin megah yang tak ada habisnya. Namun, tidak ada ruang bagi rasa kagum yang kemarin sempat ia rasakan; kini yang tersisa hanyalah kecemasan yang melingkupi tubuhnya.
Ratu Amelia duduk di kursi berlapis beludru biru tua di ujung aula, dengan ekspresi wajah yang tenang, tapi dingin seperti permukaan danau beku. Tangannya yang ramping mengelus cangkir teh porselen, setiap gerakannya anggun namun tanpa rasa hangat. Di sebelahnya, Putri Eleanor berdiri tegak, matanya menyipit sedikit saat memperhatikan Jade mendekat. Senyum di bibir Eleanor terasa tipis, setipis harapan Jade untuk diterima dengan baik di hadapan dua wanita berpengaruh ini.
"Selamat datang, Jade," suara Ratu Amelia terdengar halus namun tidak menyentuh kehangatan. Ada jarak dalam nada bicaranya, seolah-olah setiap kata yang terucap sudah diukur dengan cermat sebelum meluncur dari bibirnya. "Kami sudah menunggu."
Jade tersenyum, meskipun senyumnya terasa seperti topeng yang ia kenakan untuk melindungi dirinya dari dinginnya suasana. "Terima kasih, Yang Mulia," jawabnya lembut, dengan kepala tertunduk sedikit untuk menunjukkan rasa hormat yang ia tahu diharapkan darinya. "Merupakan kehormatan bisa berada di sini."
Namun, Ratu Amelia hanya mengangguk kecil, meneguk tehnya dengan tenang, tidak memperdulikan respons Jade lebih jauh. Udara di antara mereka terasa tebal, penuh dengan penilaian diam-diam yang membuat Jade merasa terpojok.
Putri Eleanor, yang berdiri dengan tangan terlipat di depan dada, menatap Jade dengan pandangan yang lebih langsung. “Jadi, kau adalah wanita biasa yang berhasil mencuri perhatian Lucas, ya?” Suaranya lembut, tapi setiap kata dipenuhi sindiran halus, menusuk lebih tajam dari yang terlihat di permukaan.
Jade berusaha menahan napas, merasakan darahnya mengalir lebih cepat. Eleanor memang tidak mengatakannya secara langsung, tapi jelas, kalimat itu mengandung pesan yang tajam—bahwa dia bukan bagian dari dunia mereka, dan mungkin tidak akan pernah bisa menjadi bagian darinya.
"Lucas dan aku bertemu dalam situasi yang tak terduga," Jade menjawab hati-hati, menatap Eleanor dengan tatapan tenang. “Saya tidak pernah membayangkan berada di sini.”
Senyum kecil muncul di bibir Eleanor, tapi senyum itu tidak tulus. “Tentu saja. Ini semua pasti terasa sangat baru bagimu. Dunia kami… jauh dari apa yang mungkin pernah kau bayangkan.”
Ada sesuatu dalam nada suara Eleanor yang membuat hati Jade mengeras. Sindiran itu lebih dari sekadar pernyataan; itu adalah pengingat bahwa ia adalah orang luar, seseorang yang tidak pernah masuk dalam pola kehidupan istana yang terikat oleh aturan, tradisi, dan status.
“Tidak semua orang bisa bertahan di dunia ini, Jade,” tambah Eleanor, memiringkan kepalanya seolah berbicara dengan anak kecil. “Kehidupan di istana penuh dengan tanggung jawab, ekspektasi, dan tekanan yang tidak mudah dipahami oleh orang luar.”
Jade merasakan luka halus itu menyentuh hatinya, tapi ia menolaknya untuk tumbuh lebih dalam. “Saya siap belajar,” katanya pelan, meskipun setiap kata terasa seperti memaksa dirinya untuk tetap tegak di tengah badai kecil yang tak terlihat. “Saya mengerti bahwa ini adalah dunia yang berbeda, tapi saya akan melakukan yang terbaik.”
Namun, sebelum Eleanor sempat menanggapi, Lucas melangkah masuk ke dalam ruangan. Aura ketenangannya mengisi setiap sudut, seolah menenangkan kegelisahan yang baru saja mengancam. Matanya dengan cepat menyapu ruangan, lalu berhenti pada Jade, memberikan seulas senyum lembut.
"Ibu, Eleanor," sapanya sambil berjalan ke arah Jade, tangannya menyentuh bahunya sejenak. "Maaf terlambat. Ada beberapa hal yang harus kuurus."
Ratu Amelia mengangkat alisnya sedikit, namun tidak menanggapi dengan lebih dari itu. "Kami baru saja berbincang," katanya sambil melirik Jade singkat. "Tentang tantangan yang mungkin dihadapi Jade di istana."
Lucas mengangguk pelan, tetap tenang, namun Jade merasakan getaran kecil di udara di antara mereka. “Aku yakin Jade bisa menghadapi semua tantangan itu dengan baik,” jawabnya, suaranya tegas namun lembut, tanpa kesan defensif. "Dia mungkin baru di sini, tapi aku percaya pada kemampuannya."
Ratu Amelia menatap putranya, pandangan mereka bertemu untuk beberapa detik yang terasa panjang. Ada sesuatu yang tidak terucapkan di sana, sesuatu yang hanya bisa dimengerti oleh mereka yang telah menjalani permainan kekuasaan ini terlalu lama.
“Ya, tentu saja,” jawab Ratu Amelia akhirnya. “Namun, Jade, ingatlah, tidak mudah menjadi bagian dari keluarga kerajaan. Orang-orang akan selalu mengamatimu, menilaimu, mencari kelemahanmu. Kau harus selalu siap.”
Jade meneguk ludah, merasa dinginnya peringatan itu menyusup ke tulang-tulangnya. “Saya akan berusaha yang terbaik, Yang Mulia.”
Lucas meremas lembut bahu Jade, memberikan sedikit rasa tenang di tengah-tengah keheningan yang mengikuti. Namun, ia tetap netral—tidak secara langsung membela Jade, namun juga tidak membiarkannya sendirian. Ia berada di antara dua dunia yang berbeda—dunia keluarganya dan dunia yang baru ia ciptakan dengan Jade.
Ketika pembicaraan mulai mereda, Ratu Amelia meletakkan cangkir tehnya dan berdiri anggun. “Aku harap kau siap, Jade. Tantangan besar menantimu.”
Dengan itu, Ratu Amelia melangkah keluar dari ruangan, diikuti oleh Putri Eleanor yang melemparkan tatapan terakhir ke arah Jade, tatapan yang penuh dengan sesuatu yang tidak diucapkan namun jelas terasa.
Setelah mereka pergi, Lucas menoleh ke Jade, tatapan matanya penuh dengan perhatian. “Kau baik-baik saja?”
Jade mengangguk, meskipun dadanya masih terasa sesak. “Ya, aku baik-baik saja.”
Lucas mendekat, suaranya lembut namun penuh kesungguhan. “Aku tahu ini tidak mudah. Tapi kau tidak perlu khawatir tentang mereka. Aku akan selalu ada di sisimu.”
Meskipun kata-kata Lucas memberikan rasa nyaman, Jade tetap merasakan jarak yang besar antara dirinya dan kehidupan ini. Dunia ini—istana ini—adalah tempat di mana setiap langkah bisa menentukan nasibnya. Dan meskipun Lucas ada di sisinya, ia tahu bahwa ini adalah perjuangan yang harus ia hadapi sendiri.
Dengan senyum kecil, Jade menjawab, “Aku akan bertahan, Lucas. Untuk kita berdua.”
KAMU SEDANG MEMBACA
The Royal Proposal
PoetryJade adalah seorang wanita biasa yang tiba-tiba dilamar oleh Pangeran Lucas dari sebuah kerajaan kecil di Eropa, untuk melindungi takhta dan citra kerajaan. Lucas perlu menikah dengan wanita yang tidak berasal dari keluarga kerajaan untuk meluruskan...