Bab 26: Jade Membuat Keputusan

1 1 0
                                    

Langit di atas Istana Lilaine tampak berat, mendung menggantung rendah seolah mencerminkan badai dalam hati Jade. Suara langkah kaki Jade yang berderap pelan menggema di sepanjang lorong yang sepi, saat ia berjalan tanpa arah menuju ruang pribadinya. Pikirannya penuh, berkelindan antara rasa cinta yang mendalam untuk Lucas dan tekanan dari skandal yang seakan tak pernah berakhir. Setiap kata yang diucapkan oleh media, setiap tatapan dingin dari orang-orang di sekitar istana, terasa seperti belati yang terus-menerus menghujam hatinya.

Jade tiba di kamarnya, menutup pintu dengan pelan, dan menarik napas panjang. Ia duduk di kursi di depan jendela, memandangi langit kelabu yang tak berujung. Hatinya resah, seolah-olah setiap detik membawa keputusan yang semakin berat untuk dipikul. Haruskah ia tetap bertahan dalam pernikahan ini? Ataukah sudah saatnya menyerah, meninggalkan kehidupan yang tampaknya tak pernah benar-benar menerima dirinya?

Pikirannya terus-menerus berputar, sampai akhirnya ia meraih ponselnya. Jemarinya bergetar saat ia mengetik pesan kepada satu-satunya orang yang bisa mendengarnya tanpa menghakimi—Mia, sahabatnya yang setia.

"Mia, aku butuh bicara. Aku merasa tersesat."

Tak butuh waktu lama bagi Mia untuk merespons. Suara telepon berdering, dan Jade segera mengangkatnya.

"Jade?" suara Mia terdengar lembut, penuh perhatian, meski ada kekhawatiran yang tak terselubung.

"Mia, aku..." suara Jade pecah, air mata mulai menggenang di matanya. "Aku merasa tidak kuat lagi. Semua ini... skandal, tekanan dari keluarga kerajaan, media yang terus-menerus menghancurkanku. Aku tidak tahu apakah aku bisa terus bertahan di sini."

Mia terdiam sejenak di ujung telepon, sebelum menjawab dengan suara yang tenang dan penuh pengertian. "Jade, aku tahu ini tidak mudah. Kau berada dalam dunia yang penuh tekanan, dan tidak ada yang bisa mempersiapkanmu untuk itu. Tapi apa kau benar-benar yakin ingin menyerah sekarang?"

Jade menatap keluar jendela, pandangannya kabur oleh air mata. "Aku tidak tahu, Mia. Aku merasa terjebak. Skandal Lucas dengan Isabelle... media tidak akan berhenti membahasnya. Aku selalu merasa seperti berada di bawah bayang-bayang masa lalunya. Mungkin... mungkin aku bukan orang yang tepat untuk hidup di dunia ini."

Mia menghela napas, mencoba memilih kata-kata yang tepat. "Jade, aku mengerti perasaanmu. Tapi kau sudah tahu sejak awal bahwa dunia Lucas tidak akan mudah. Kau tahu akan ada tantangan. Tapi kau juga tahu mengapa kau memilih untuk menikah dengannya. Kau mencintainya, bukan?"

Jade menutup mata, merasakan emosi yang membuncah di dadanya. "Aku mencintainya, Mia. Tapi kadang cinta itu tidak terasa cukup. Setiap kali aku mencoba untuk percaya padanya, sesuatu terjadi yang membuatku meragukannya lagi. Aku merasa seperti kehilangan diriku sendiri di tengah semua ini."

Suara Mia terdengar lebih tegas sekarang, namun tetap lembut. "Tapi Jade, cinta bukan tentang menyerah ketika keadaan sulit. Lucas mencintaimu, meski dia mungkin belum bisa sepenuhnya mengekspresikan perasaannya. Aku yakin dia berjuang keras di balik semua ini. Kau berdua sedang berada di bawah tekanan yang sangat besar, dan itulah saatnya untuk saling memperkuat, bukan meninggalkan."

Jade terdiam, kata-kata Mia meresap perlahan ke dalam hatinya. "Tapi bagaimana jika cinta ini tidak bertahan, Mia? Bagaimana jika aku terus terluka, terus merasa tidak cukup?"

Mia mendesah pelan, suaranya kembali lembut. "Jade, tidak ada yang tahu masa depan. Tapi kau tidak akan tahu apakah cinta itu bisa bertahan jika kau menyerah sekarang. Kau harus bertanya pada dirimu sendiri, apa yang sebenarnya kau inginkan. Apakah kau benar-benar ingin meninggalkan Lucas? Ataukah kau hanya takut?"

Jade menunduk, air matanya mengalir pelan di pipi. "Aku takut, Mia. Aku takut kehilangan diriku. Aku takut bahwa pada akhirnya, aku akan selalu merasa tidak cukup di dunia ini."

"Aku tahu," jawab Mia penuh empati. "Tapi Jade, kau harus ingat siapa dirimu. Kau bukan hanya istri seorang pangeran. Kau adalah Jade—wanita kuat yang aku kenal. Kau memiliki kekuatan untuk memperjuangkan cintamu, jika itu yang benar-benar kau inginkan. Tapi jika kau merasa ini bukan tempatmu, maka kau juga berhak untuk pergi. Hanya kau yang bisa membuat keputusan itu."

Jade memejamkan mata, membiarkan kata-kata

Mia mengalir lembut di hatinya, seperti embusan angin yang menenangkan badai yang berkecamuk. Dia tahu, di balik semua keraguan dan ketakutannya, ada keinginan yang kuat untuk tetap bertahan. Cinta untuk Lucas ada di sana, meskipun dibayangi oleh tekanan, skandal, dan ketidakpastian.

"Mia," bisik Jade, suaranya pecah dalam keheningan kamar. "Aku tidak ingin menyerah. Aku hanya... takut. Aku takut kalau semua ini tidak cukup. Takut kalau cinta yang kita miliki tidak cukup kuat untuk mengatasi segalanya."

Di ujung telepon, Mia tetap tenang, memberikan Jade ruang untuk merenung. "Jade, cinta bukan tentang menjadi sempurna. Ini tentang bertahan melalui semua ketidaksempurnaan. Lucas mungkin tidak sempurna, dan begitu juga kamu. Tapi jika kamu mencintainya, kamu harus percaya bahwa hubungan ini layak diperjuangkan."

Jade mengangguk, meskipun Mia tak bisa melihatnya. Dalam hatinya, dia tahu Mia benar. Lucas, dengan semua kerumitannya, telah berusaha untuk menunjukkan bahwa dia ingin bersamanya. Bahwa, meskipun masa lalunya penuh bayang-bayang, Lucas sedang belajar membuka dirinya.

Setelah beberapa saat, Jade menarik napas panjang dan berkata, "Aku akan bicara dengan Lucas. Aku harus jujur padanya tentang perasaanku. Aku tidak bisa terus hidup dalam bayang-bayang ketakutan ini."

Mia tersenyum, suaranya terdengar penuh dorongan. "Itu langkah yang baik, Jade. Bicaralah padanya dengan jujur. Dan ingat, apapun yang kau putuskan, kau memiliki kekuatan untuk menjalani hidupmu sesuai dengan hatimu. Aku akan selalu ada di sisimu."

Setelah panggilan itu berakhir, Jade duduk diam sejenak, membiarkan kata-kata Mia meresap lebih dalam. Dengan perasaan yang bercampur aduk antara ketakutan dan harapan, dia tahu bahwa keputusan ini adalah sesuatu yang harus ia hadapi—bukan untuk orang lain, tapi untuk dirinya sendiri.

Dia memutuskan untuk menemui Lucas.

Lucas duduk di ruang kerja pribadinya, wajahnya lelah dari hari-hari yang penuh dengan skandal dan tekanan. Berita tentang dirinya dan Isabelle telah menyebar ke seluruh media, dan meskipun dia telah melakukan yang terbaik untuk menjelaskan semuanya kepada Jade, dia tahu bahwa hubungan mereka belum benar-benar pulih dari keraguan.

Saat Jade memasuki ruangan, Lucas langsung menoleh, matanya bertemu dengan tatapan Jade yang penuh emosi. Dia tahu ada sesuatu yang penting dalam kunjungan ini, sesuatu yang lebih dari sekadar percakapan biasa.

"Jade," Lucas memulai, tapi Jade mengangkat tangannya, meminta Lucas untuk mendengarkannya dulu.

"Lucas," kata Jade dengan suara tenang tapi tegas, "Aku mencintaimu. Tapi aku juga merasa tersesat. Skandal ini, media, semua tekanan dari istana... aku merasa seperti kehilangan diriku sendiri di tengah semua ini. Aku tidak tahu apakah aku cukup kuat untuk terus berjalan seperti ini."

Lucas menatap Jade dengan tatapan penuh kesedihan, merasakan ketakutan yang sama bergetar di dalam hatinya. "Jade, aku tahu semua ini sulit. Aku tahu aku telah mengecewakanmu. Tapi kau harus tahu bahwa aku tidak pernah meragukanmu, atau perasaan kita."

Jade melangkah maju, matanya penuh dengan air mata yang tertahan. "Aku ingin percaya padamu, Lucas. Tapi aku juga butuh lebih dari sekadar kata-kata. Aku butuh tahu bahwa kau bersamaku sepenuhnya, bukan terjebak dalam masa lalu yang terus menghantui kita."

Lucas bangkit dari kursinya, mendekati Jade. Dia meraih tangannya dengan lembut, menatapnya dalam-dalam dengan rasa penyesalan yang tulus. "Aku tidak akan membiarkan masa lalu menghancurkan kita, Jade. Isabelle... itu hanya masa lalu. Kau adalah masa depanku. Tapi aku tahu bahwa aku belum memberikanmu kepastian yang kau butuhkan."

Jade menatap Lucas, mencari kejujuran di matanya. "Aku butuh tahu bahwa kita tidak akan terus terjebak dalam lingkaran ini, Lucas. Aku butuh tahu bahwa aku bisa merasa aman di sisimu."

Lucas menarik napas panjang, dan untuk pertama kalinya, dia merasa rapuh di hadapan wanita yang ia cintai. "Aku akan memberikanmu apa yang kau butuhkan, Jade. Bukan hanya kata-kata. Aku akan berjuang untuk kita, sama seperti kau telah berjuang. Jangan menyerah pada kita, tolong."

Mata Jade berkilauan oleh air mata, tapi di dalam hatinya, dia mulai merasakan harapan yang baru. Mungkin, dengan jujur satu sama lain, mereka bisa melewati semua ini. Mereka bisa membangun kembali kepercayaan yang hampir hilang, dan mungkin... cinta mereka akan menjadi lebih kuat dari sebelumnya.

The Royal ProposalTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang