Bab 18: Kedekatan yang Tak Terhindarkan

1 1 1
                                    

Malam tiba perlahan, membawa kehangatan lembut yang menyelimuti Istana Lilaine. Cahaya bulan mengintip dari balik tirai jendela, melemparkan bayangan lembut di lantai kamar yang sunyi. Jade duduk di depan meja riasnya, rambutnya terurai, membiarkan angin malam yang masuk melalui celah jendela menyusuri kulitnya yang hangat. Tamasya rahasia mereka tadi siang masih terbayang di pikirannya—hari yang sederhana namun penuh makna, jauh dari sorotan dan tekanan istana.

Ia memandang bayangannya di cermin, seolah mencari jawaban dari keraguan yang perlahan menguasai hatinya. Hari-hari bersama Lucas mulai terasa berbeda, seolah-olah ada sesuatu yang lembut namun tak terhindarkan tumbuh di antara mereka. Kedekatan mereka tidak lagi sekadar formalitas, tapi ada rasa nyaman yang mulai tumbuh—dan Jade merasakan hal itu dengan jelas.

Lucas bukan lagi sekadar pangeran yang menjaga jarak. Di balik wajah tegasnya, ada kelembutan yang mulai ia tunjukkan melalui perhatian kecil—senyum yang tak disengaja, tatapan yang bertahan sedikit lebih lama dari biasanya, dan sentuhan ringan yang seolah berbicara lebih dari kata-kata. Tapi Jade masih ragu, masih takut untuk benar-benar mempercayai perasaannya sendiri.

Pintu kamar terbuka dengan lembut, dan Lucas melangkah masuk. Ia mengenakan pakaian yang lebih santai malam ini, namun masih ada jejak keanggunan di setiap gerakannya. Matanya bertemu dengan pandangan Jade melalui cermin, dan untuk sesaat, ada keheningan yang hangat di antara mereka, seolah-olah tak ada yang perlu dikatakan, namun kedekatan mereka semakin terasa.

“Kau belum tidur?” tanya Lucas, suaranya rendah, namun ada kehangatan di dalamnya.

Jade tersenyum tipis, membalikkan tubuhnya menghadap Lucas. “Aku hanya… berpikir tentang hari ini,” jawabnya pelan, mengingat kembali momen-momen kecil yang mereka habiskan bersama di kota kecil. “Itu hari yang menyenangkan.”

Lucas mendekat, duduk di kursi di dekatnya, hanya beberapa langkah dari Jade. Ada ketenangan di wajahnya yang berbeda dari biasanya, seolah-olah dia pun merasakan kedekatan yang mulai tumbuh di antara mereka. “Aku juga merasa seperti itu,” jawabnya lembut. “Aku merasa, untuk pertama kalinya, kita benar-benar bisa menjadi diri kita sendiri.”

Kata-katanya membuat Jade terdiam, merasakan kehangatan di hatinya. Dia tidak tahu pasti kapan perasaan ini mulai tumbuh—mungkin sejak mereka melarikan diri dari sorotan dan tekanan, atau mungkin sejak Lucas mulai membuka diri padanya. Tapi yang jelas, Jade mulai merasakan sesuatu yang lebih dari sekadar simpati. Ada benih cinta yang perlahan tumbuh, meskipun ia tidak yakin apakah Lucas merasakannya juga.

“Lucas…” Jade mulai berbicara, namun kata-katanya tertahan. Ada sesuatu dalam tatapan Lucas yang membuatnya ragu untuk melanjutkan, seolah-olah dia takut jika dia mengucapkan perasaannya, semuanya akan berubah.

“Ya?” Lucas menatapnya dengan mata biru yang dalam, penuh perhatian.

Jade menggeleng pelan, memaksakan senyum. “Tidak apa-apa. Aku hanya… senang kita bisa menghabiskan waktu bersama.”

Lucas tersenyum kecil, sebuah senyum yang tampak tulus dan penuh dengan kehangatan yang jarang terlihat sebelumnya. “Aku juga senang, Jade. Lebih dari yang kau kira.”

Tatapan Lucas membuat Jade merasa tenang, namun juga bingung. Ia mulai bertanya-tanya apakah ada perasaan yang lebih dalam di balik sikap lembut Lucas. Namun, meski Lucas mulai menunjukkan perhatian kecil, ia masih belum mengungkapkan perasaannya secara langsung. Mungkin Lucas masih terjebak dalam keraguan, atau mungkin dia sendiri belum sepenuhnya menyadari perasaannya.

Keheningan di antara mereka kembali, tetapi kali ini, keheningan itu bukan karena jarak. Itu adalah keheningan yang penuh makna, seolah-olah setiap detik yang berlalu membawa mereka lebih dekat satu sama lain tanpa perlu kata-kata.

Lucas tiba-tiba bangkit, mengambil selimut dari ujung tempat tidur dan melangkah ke arah balkon. "Ayo, temani aku sebentar," katanya sambil tersenyum, tangannya mengulurkan selimut itu ke arah Jade. "Udara malam di luar terasa segar."

Jade mengikuti Lucas keluar ke balkon, membiarkan angin malam menyentuh wajahnya. Mereka berdiri di sana, di bawah langit malam yang penuh bintang, hanya mereka berdua, tanpa ada orang lain yang tahu. Lucas mengulurkan selimut itu di sekitar mereka berdua, membiarkan kehangatan selimut menyelimuti tubuh mereka yang berdiri begitu dekat.

“Malam ini indah sekali,” gumam Lucas, matanya menatap ke langit. “Aku tidak ingat kapan terakhir kali aku merasa benar-benar bebas seperti ini.”

Jade menatapnya dari samping, melihat lekukan halus di wajah Lucas yang terkena cahaya bulan. “Aku juga merasakannya,” jawab Jade lembut. “Aku merasa… lebih dekat denganmu sekarang.”

Lucas menoleh, dan mata mereka bertemu dalam keheningan yang dalam. Ada sesuatu di dalam tatapan itu—sesuatu yang lebih dari sekadar persahabatan atau rasa nyaman. Itu adalah perasaan yang selama ini tertahan di antara mereka, tetapi semakin sulit untuk diabaikan.

“Jade…” Lucas mulai berbicara, suaranya rendah namun penuh dengan ketulusan yang belum pernah ia tunjukkan sebelumnya. “Aku tidak tahu bagaimana mengungkapkan ini dengan kata-kata, tapi aku ingin kau tahu… aku menghargaimu lebih dari apa yang terlihat di permukaan.”

Jade merasakan jantungnya berdegup lebih cepat. Kata-kata Lucas terasa seperti pengakuan, meskipun masih terselubung. Namun, ada sesuatu di dalamnya yang membuat Jade yakin bahwa perasaannya tidak sepihak.

“Aku juga merasakan hal yang sama,” bisik Jade, hampir tak terdengar. “Aku tidak tahu kapan ini semua mulai terasa berbeda, tapi… aku merasa lebih dari sekadar apa yang kita rencanakan.”

Lucas menatapnya dalam-dalam, kemudian tanpa berkata apa-apa, dia meraih tangan Jade, menggenggamnya dengan lembut. Sentuhan itu terasa hangat, dan dalam sekejap, semua keraguan Jade perlahan menghilang.

Mereka berdiri di sana, dalam keheningan yang indah, di bawah bintang-bintang yang bersinar terang. Kedekatan mereka, yang dulunya hanya didasarkan pada kewajiban dan kesepakatan politik, kini berubah menjadi sesuatu yang lebih dalam, lebih nyata. Meskipun perasaan mereka belum sepenuhnya diucapkan, Jade tahu bahwa ada sesuatu yang tak terhindarkan tumbuh di antara mereka—sesuatu yang jauh lebih kuat daripada sekadar janji-janji kosong.

Dan di malam itu, di bawah langit yang penuh bintang, Jade mulai menyadari bahwa mungkin, cinta ini lebih dari sekadar ilusi. Mungkin, ini adalah awal dari sesuatu yang sejati.

The Royal ProposalTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang