2. Dua

944 145 60
                                    

Ketiga manusia laknat itu selesai mengikuti jejak dari Bagus. Ternyata menurut Jeni dan Sasha, meski Dani itu bencong, Bagus jauh diatas Dani. Orang sekali melihat akan tahu bahwa pria itu sudah pasti penyuka pedang. Cara berpakaiannya saja sudah seperti wanita. Memakai baju pendek tanpa lengan yang memperlihatkan bagian perut. Sasha kalau jadi Arjuna, akan mual. Selera yang sungguh aneh.

Jadi, sudah beberapa hari ini Bagus datang ke klub normal. Malah sama sekali tak menyambangi klub gay kesukaannya. Kalau menurut Dani, pria itu sedang mencari target. Siapa tahu ada wanita yang sesuai dengan kriterianya.

Beruntung, koneksi Jeni di dunia malam tak main-main. Jeni yang gagal menjadi wanita penghibur kasur, kadang diminta untuk mencari calon pekerja malam. Karena selera Jeni itu tinggi. Jadilah, ia berhasil memasukkan Sasha ke dalam klub ini. Hanya sementara saja.

"Sendirian aja, Bang. Nggak mau sama aku aja."

Sasha menghampiri Bagus yang duduk terdiam dengan segelas minuman di depannya. Sasha duduk berniat menggoda Bagus, namun pria itu malah terlihat tersenyum tak tergoda. Yah, Sasha tahu bahwa meski ia telanjang bulat, Bagus juga tak akan tergoda. Sasha hanya berakting saja.

"Emangnya aku keliatan suka cewek, ya?" Tanya Bagus.

"Eh—" Sasha menggaruk tengkuknya, tersenyum kikuk.

"M-maaf, saya nggak tau. Ini baru pertama kali saya kerja begini." Ucapnya memohon maaf.

Bagus tersenyum simpul. Sebenarnya Sasha tak perlu meminta maaf. Wajar ia menggoda para pelanggan, itu sudah tugasnya.

"Nggak perlu minta maaf, namanya juga pertama kali kerja."

Pertemuan pertama, berakhir begitu saja. Hingga beberapa kali mereka berdua bertemu lagi-lagi di dalam klub. Dengan Bagus yang masih memandangi pengunjung.

"Kenapa galau terus, Beb?" Sasha menghampiri Bagus.

"Biasalah, masalah relationship. Nggak dapat pelanggan lagi?" Bagus kembali bertanya.

Sasha terkekeh pelan. "Iya, nih. Tubuh aku nggak menjual soalnya. Kayaknya aku nggak kerja di sini lagi, deh. Kerja siang aja."

"Emangnya kamu butuh uang banget ya, Beb? Sampe dibela-belain kerja malam gini?"

Dalam hati, Sasha bersorak kegirangan. Apa Bagus mulai tertarik dengan dirinya? Pelan-pelan ia susun kalimat, semenyedihkan mungkin. Agar pria itu merasa iba kepadanya.

"Aduh, sebenarnya ini aib. Malu kalau diceritain." Sasha menundukkan kepala.

"Eh, nggak papa. Lagian, kita udah sering ngobrol. Anggap aja temen sendiri, Beb."

Wanita itu menarik nafas panjang. "Sebenarnya aku nggak mau kerja malam gini. Tapi mau gimana? Keluargaku kelilit utang. Dan aku harus bayar, jadi aku nggak tau cara lain selain jual badan. Karena kerja jadi sales, gajinya gak cukup buat bayar." Suara Sasha makin lirih di akhir.

Bagus sontak saja merasa iba. Ternyata hidup kenalannya akan seberat ini. Apa ia tawarkan saja bantuannya, ya? Mereka sama-sama diuntungkan.

"Beb, aku turut sedih dengernya. Aku mau nawarin bantuan. Tapi kamu mau, nggak?"

Bingo! Umpan dari Sasha telah ditangkap.

"Serius, Beb? Bantuin gimana emangnya?"

"Jadi, aku lagi ada masalah sama BF-ku. Nah, aku maunya itu op dulu, Beb. Biar kita samaan jadi cewek. Dia setuju, biar keluarganya nerima gitu. Keluarganya gak tau kalau dia hombreng gitu. Aku pengennya, dia tetep punya anak. Mau gimanapun kan dia nerusin nama keluarga, Say. Aku ngide kalau nyari ibu pengganti, eh dianya marah. Katanya nggak mau, mending gak punya anak sekalian. Daripada selengki. Ih, padahal itu ibu pengganti. Bukan selengki."

Love Options Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang