Delapan Belas

1.4K 303 29
                                    

Giri sebenarnya bukan penganut kisah romansa. Dia juga bukan tipikal yang bisa dikategorikan sebagai pria romantis. Dia bahkan tidak tahu caranya merayu dengan benar.

Semua hubungannya di masa lalu tidak ada yang berhasil. Dia kehilangan perempuan yang paling dia cintai karena kebodohannya sendiri. Pernikahannya pun berantakan karena dia tidak bisa melupakan perempuan yang mungkin sekarang sudah berbahagia dengan pria yang bukan dirinya.

Bahkan mantan istrinya kini sudah menemukan tambatan hati yang baru. Hidupnya bergerak. Sementara Giri merasa selalu masih jalan di tempat.

Bukan karena dia masih terpaku dengan masa lalunya, bukan juga karena dia masih mengharapkan untuk kembali memiliki Davinsha. Dia tahu dia tidak berhak untuk itu. Karena ia sendiri yang melepaskan kesempatan itu. Walau begitu, masih ada secercah bayangan dan nama perempuan itu yang tersembunyi di sudut-sudut gelap hatinya yang tak tersentuh.

Oh, dia mulai menjadi lelaki yang sentimental sekarang. Apakah itu karena pengaruh umur? Sekarang dia sudah pertengahan tiga puluhan, seharusnya paling tidak dia sudah menggendong seorang bayi.

Tapi jangankan seorang bayi, dia bahkan belum menyentuh istrinya sama sekali. Bukan karena dia belum cinta atau apa. Giri menikah bukan lantaran ada cinta yang menggebu-gebu di antara mereka. Dia ingin membahagiakan kakak sulungnya.

Mala merasa hidup sang adik akan lebih berbahagia bila mempunyai pasangan. Faktanya, punya pasangan malah membuat Giri pulang lebih malam dibanding biasanya.

Kalau dulu Giri sering berada di rumah saat waktu baru menunjukkan pukul tujuh, karena bosan berada di kantor, kali ini sudah beberapa kali dia baru tiba di apartemen satu jam menjelang hari berganti.

Paling awal dia akan muncul pukul sepuluh lewat dan lega ketika tidak menemukan Winda di ruang duduk atau di dapur. Mungkin perempuan itu sudah tidur atau melakukan apa pun itu di dalam kamarnya.

Malam ini, dia baru sampai pukul sebelas lewat. Samar-samar mendengar suara rentetan tembakan dan dentam meriam yang kemungkinan berasal dari televisi. Giri tertegun ketika mendapati sesosok tubuh langsing berbalut piama panjang bergambar Snoopy warna merah marun, yang terbaring dengan rambut hitam tersebar di atas bantal putih.

Kedua lengannya memeluk stoples camilan. Kerutan samar tercetak di dahinya yang putih dan mulus. Ada aroma segar menguar dari pori-pori kulitnya. Hidungnya yang mancung dan ramping, bibirnya yang tipis dan merah muda serta terlihat senantiasa basah. Ranum. Mengundang.

Tanpa sadar Giri sudah menghampiri sofa tempat istrinya terbaring. Mengamatinya dengan saksama. Sedikit terpesona. Dia belum pernah melihat seseorang yang begitu gelisah dalam tidurnya.

Karena dalam sekejap, wajah yang tadinya tampak terlelap itu, berubah menjadi tegang. Kepalanya bergerak-gerak gelisah. Lalu terdengar suara gumaman lirih. "Tomi, jangan, Tom!"

Giri mematung di tempatnya. Kernyitan tercetak pula di wajahnya. Tomi? Siapa lelaki yang bernama Tomi ini? Apakah dia mantan suaminya?

"Tom... aku janji nggak ikut campur... tolong hentikan, Tomi!"

Giri terperanjat. Terlalu tercengang. Tanpa ia sadari, tangannya yang sejak tadi tersimpan di dalam saku celana, sudah mengayun, berniat untuk mengelus rambut Winda, agar perempuan itu berhenti gelisah.

Sayangnya, mendadak Winda terbangun. Matanya terbuka. Menatap berkeliling. Seolah-olah baru menyadari bahwa dirinya masih tertidur di atas sofa ruang tengah sambil memeluk stoples. Kemudian dia menangkap sosok Giri yang berdiri canggung di sampingnya.

"Kalau ngantuk tidur," ujar lelaki itu. Ia bermaksud untuk mengatakannya dengan suara tenang yang menjurus ke acuh tak acuh. Namun, ketika dilihatnya sorot mata Winda menampilkan ekspresi ketakutan, Giri merasa seperti digampar dengan palu raksasa.

It's Start With Broken Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang