Prolog:

3.3K 277 11
                                    

Sekali lagi Arawinda Niwatasari menengokkan kepalanya ke belakang. Wajahnya bercucuran air mata. Malam ini, terpaksa ia pergi dari tempat ia dilahirkan dan juga tumbuh dewasa dengan para saudara-saudara dan juga teman-temannya.

Winda sebenarnya tidak ingin pergi. Hanya saja, setelah hakim mengetuk palu tanda sahnya perceraian dengan mantan suaminya, seluruh keluarganya seperti sudah memusuhinya. Terlebih sang ayah.

Namun Winda merasa lega.

Ia akhirnya meninggalkan lelaki itu. Lelaki dengannya Winda menghabiskan lima tahun kebersamaan yang seolah-olah merusak kesehatan mentalnya. Kali ini perbuatan Tomi memang tidak bisa ia biarkan saja.

Selama ini, Winda bersabar dan bertahan karena Tomi terkadang bersikap baik padanya saat sedang sadar. Namun ketika sedang mabuk seperti yang terakhir kali Winda jumpai , lelaki itu tak segan-segan mengasari Winda. Perempuan itu harus menahan kesakitan. Ia tak berani berteriak sehingga mengganggu para tetangganya.

Dan karena kerap membuat ulah di lingkungan tempat mereka tinggal, para tetangga tidak akan simpati terhadap mereka. Walau sebenarnya mereka merasa iba dengan Winda yang kerap jadi samsak bagi Tomi yang pengangguran dan hobi mabuk itu.

Banyak yang menyarankan agar Winda melaporkan perbuatan Tomi ke pihak yang berwajib atas kekerasan domestik yang dialaminya bertahun-tahun. Hanya saja, keluarganya maupun keluarga Tomi tidak akan menyukainya.

Mengingat kembali hal tersebut, membuat air mata perempuan itu kembali meleleh di wajahnya yang sudah sepucat kapas. Penderitaan membuat berat badannya menyusut drastis. Juga membuat wajahnya terlihat jauh lebih tua dari yang sebenarnya. Padahal ia baru menginjak usia 26 tahun.

Suara teriakan dari para calo dan kernet bus bersahutan. Menyerukan berbagai tempat tujuan. Bandung. Jakarta. Semarang. Yogyakarta. Solo. Surabaya. Winda kemudian memantapkan hati. Ia kemudian menaiki sebuah bus tujuan Jakarta.

Walau sepertinya tempat itu belum cukup jauh dari Sagalaherang, namun setidaknya Winda mengenal seseorang yang tinggal di sana.

Mungkin ia akan menumpang hidup sementara di rumah orang itu hingga dirinya mendapatkan pekerjaan yang sesuai dengan ijazah terakhirnya.

Cukup sudah. Winda tidak punya banyak waktu untuk merasa ragu atau bimbang. Ia tahu dirinya bersalah karena telah membuat hubungan keluarganya dengan keluarga Tomi merenggang. Tapi dia tidak ingin terus-menerus berada dalam sebuah hubungan yang menghancurkan.

Satu hal yang sangat dia syukuri, dari pernikahan itu, ia belum dikaruniai buah hati. Winda merasa lega karena tak harus menghancurkan masa depan dari mahluk tak berdosa. Entah anak itu akan rusak oleh sifat-sifat ayahnya atau karena rusak oleh kesalahan Winda sendiri bila tetap terus bertahan pada hubungan sakit itu.

Perempuan itu akhirnya menemukan tempat duduk yang kosong. Dalam keremangan cahaya lampu di dalam bus, perempuan itu berharap bahwa langkah yang sedang ia tempuh tidak akan menimbulkan efek buruk yang lebih lanjut pada keluarga yang ditinggalkannya.

****

It's Start With Broken Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang