23 ; Ambang Kegagalan

1.8K 217 67
                                    

"CHEERS BUAT NARESWARA!" seru seseorang, dia mengangkat gelas birnya tinggi-tinggi, meminta orang lain untuk mengikutinya.

"CHEERS!"

Balasan tersebut langsung terdengar, disambut dengan suara dentingan gelas yang saling menyapa.

Gelak tawa terbagi, dentuman musik berbunyi.

Nares berada di tengah kerumunan. Dia dirangkul dengan akrab oleh Dewan dan juga Nanda, dua orang yang empat tahun lalu sama sekali tak dikenalnya.

Pesta perayaan semacam ini sama sekali tak dia prediksi. Nares memang sudah memberi tahu Dewan mengenai promosi jabatannya dari jauh-jauh hari. Dia juga tahu bahwa Dewan sudah menunggu datangnya momen ini. Namun, tetap saja ... Nares tak memperkiraan perayaan yang sampai begini.

Dari yang Nares tahu, Dewan dan para pengurus bar sangat mengutamakan untung. Mereka hampir tidak pernah libur kalau memang tidak diharuskan. Selama tiga tahun mengenal mereka, Nares tidak pernah melihat Eksotik Bar tutup. Baru sekarang dia melihat mereka meliburkan diri di akhir pekan, sebuah waktu krusial yang biasanya memiliki jam buka lebih lama karena ramainya pelanggan.

Perayaan promosi Nares seolah menjadi agenda yang lebih penting dibandingkan keuntungan bisnis mereka. Nares sudah sering menghadiri pesta. Namun, baru kali ini dia merasa benar-benar menikmatinya.

Senyum sinis yang biasanya tersemat di bibir kini terganti dengan senyuman murni yang sangat jarang terlihat. Saat itu, Nares tampak jauh lebih rileks dari biasa. Dia terlihat senang dan ... bahagia, seolah baru kali ini dia diperlihatkan pada bentuk apresiasi yang sempurna.

Guna mencapai posisinya yang sekarang, Dewan memang telah memberinya banyak masukan dan arahan. Nares sering mengutarakan kesulitan yang dihadapi di perusahaan. Dengan tidak mengejutkan, Dewan selalu memiliki solusi dari tiap masalah yang hadir di depannya.

Bantuan sosok ini membuatnya makin dipercaya oleh para rekan kerja dan juga atasan. Prestasi yang didapat turut membuat ayahnya bangga. Pembuktian atas kemampuannya juga berhasil membuat para senior tutup mulut. Mereka mau tak mau harus menyetujui pengangkatan Nares menjadi direktur perusahaan di usia yang masih sangat muda.

Untuk pertama kali, Nares benar-benar merasakan dukungan dari seseorang. Baru sekarang dia mendapatkan pengakuan, juga kepercayaan yang membuatnya berpikir bahwa Dewan bagaikan kakak yang selama ini tak hadir di hidupnya.

Nares merasakan ikatan yang lebih besar dengan sosok ini dibandingkan dengan kakaknya sendiri.

Tak hanya itu, secara umum, dia juga merasa lebih dapat berbaur dengan mereka, orang-orang yang seharusnya berada di kelas sosial yang jauh darinya.

Nanda, Danny, dan sekelompok anak-anak lain yang sering ikut mengunjungi tempat ini—Nares menikmati waktu senggang yang dihabiskan bersama.

Tak hanya itu, dia juga turut mengagumi seseorang yang menjadi primadona di sana.

Jam dinding telah menunjukkan pukul satu dini hari. Tiga jam sudah sejak acara perayaan dimulai. Orang-orang yang awalnya hanya bermain dart ataupun biliar, kini sudah ada yang terkapar di sofa setelah ikut meneguk dua gelas vodka. Beberapa yang lain masih ada yang mempunyai tenaga untuk tertawa keras-keras selagi bermain kartu. Sisanya sedang mengobrolkan sesuatu yang serius dengan ditemani minuman beralkohol rendah.

Di sudut ruangan, dia juga melihat Shela—seorang perempuan seumurannya—yang sedang sibuk bercumbu dengan seseorang di belakang meja bar.

Nares memutar mata. Dia masih ingat makian sosok itu pada mantan pacarnya yang ketahuan selingkuh. Shela terlihat sangat marah dan kecewa. Namun, sekarang sepertinya dia sudah baik-baik saja. Lihatlah mangsa baru yang sudah didapatkan.

Broken GlassesTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang