24 ; Kehadiran

2K 352 65
                                    

SUARA GEDEBUK PELAN terdengar samar di tengah kesunyian ruang. Wilona mengerjap. Kelopak mata yang tertutup, perlahan terbuka. Dia mengernyit saat merasakan posisi tubuhnya yang masih duduk alih-alih berbaring. Punggung dan pundaknya terasa pegal dan kaku akibat tidur dengan posisi itu. Kantuk yang menyerang sepertinya membuat dia ketiduran ketika sedang menyelesaikan sisa pekerjaan.

Kilau cahaya lampu terasa menusuk mata. Wilona menyipit dan melepas kacamata baca yang dipakainya. Dia memijat pelan pangkal hidung, lalu menyimpan kacamata dan mulai menutup komputer serta membereskan meja kerja.

Jarum jam dinding yang dia lihat menunjukkan pukul dua dini hari. Wilona sudah ketiduran hampir dua jam. Pekerjaan lembur yang dia bawa ke rumah sepertinya takkan bisa selesai malam ini.

Keteledoran semacam itu untungnya masih bisa ditoleransi. Sejak awal, dia berniat lembur hanya karena ingin menyibukkan diri. Kembalinya Jonathan ke dalam hidupnya sukses membuat fokusnya tercuri.

Dalam tiga hari terakhir, Wilona merasa sangat sulit untuk beristirahat. Tiap menutup mata, kehadiran Jonathan selalu terbayang. Solusi untuk menjaga diri dari teror pria itu memang sudah dipikirkan. Namun, dia juga perlu mempertimbangkan durasi sementara dari solusi itu.

Jasa pengawalan tak mungkin dia pakai seumur hidup.

Bukan hanya merepotkan, kocek yang dihabiskan juga terlalu banyak. Cepat atau lambat dia perlu menuntaskan akar dari permasalahan ini, yakni kehadiran sang mantan suami. Pilihannya sekarang hanya ada dua, dia yang lari dan bersembunyi dari radar sosok itu, atau dia yang menjauhkan sosok itu dengan kembali memenjarakannya.

Dua pilihan tersebut sama-sama berat karena Wilona tidak mungkin lari dan bersembunyi dengan meninggalkan negara ini. Di saat yang sama, kembali menjebloskan Jonathan ke penjara juga terdengar mustahil.

Wilona belum menemukan solusi jangka panjang yang bisa membuatnya tidur tenang.

Kepalanya mulai pening saat memikirkannya.

Kantuk yang hilang makin meyakinkannya bahwa dia takkan bisa lanjut tidur lagi.

Mendapati gelas yang sudah kosong, Wilona mengambilnya dan bangkit dari duduk. Dia meraup botol aromaterapi yang juga berada di atas meja, kemudian mematikan lampu dan pendingin ruangan.

Pencahayaan di tempat itu seketika menjadi gelap. Wilona menyipitkan mata saat melihat kegelapan yang sama di dekat ruang tengah. Dia menekan sakelar lampu malam, lalu menghampiri dapur untuk kembali mengisi air mineral.

Melanjutkan lembur setelah ketiduran hampir dua jam terdengar tidak efektif dilakukan. Wilona merasa dia akan kembali mengantuk kalau tetap memaksakan diri. Jadi, setelah membasuh wajah dan menggosok gigi, dia berniat kembali ke kamar. Sekarang mungkin dia belum bisa tidur lagi. Namun, buku bacaan bisa membantunya untuk kembali mengantuk.

Wilona menaiki tangga ke lantai dua. Dia hendak berbelok ke ruangannya sendiri ketika melihat samar lampu kamar seseorang.

Sejak tiga hari yang lalu, si pemilik kamar itu belum juga pulang.

Wilona tidak tahu kalau sosok itu bahkan memiliki keinginan untuk kembali. Melihat indikasi keberadaan seseorang, keningnya kontan mengerut dalam.

Wilona menatap pintu itu sesaat, melihatnya yang tidak terkunci dan malah sedikit terbuka. Celah kecil tersebut tak memperlihatkan apa pun karena pencahayaan di sana memang minim.

Wilona memperhatikan daun pintu dengan penuh pertimbangan. Detik berikutnya, dia mengembuskan napas pelan dan memutuskan untuk pergi.

Apa pun yang berhubungan dengan suami barunya ini bukanlah urusannya. Mereka sudah memiliki kesepakatan untuk tidak ikut campur urusan pribadi. Kepergian Nares selama tiga hari bukanlah sesuatu yang perlu dipikirkan.

Broken GlassesTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang