11. temen kocak

6.4K 439 8
                                    

---

Seminggu telah berlalu sejak kejadian itu, dan semuanya seakan kembali normal—kecuali bagi Asher.

Setiap kali dia berada di ruangan yang sama dengan Callum, dia sengaja menghindari kontak mata, seolah-olah tidak ada yang pernah terjadi di antara mereka. Asher selalu meminta Tyler atau Luke untuk mengurus dokumen yang membutuhkan konfirmasi langsung dari Callum, membuat jarak yang tegang dan tak terucapkan.

Namun, Callum tidak buta terhadap sikap Asher. Sepanjang minggu itu, dia merasa frustrasi—setiap kali dia mencoba mendekati Asher, pria itu selalu menemukan cara untuk menghindar. Hari ini, Callum sudah tidak bisa lagi menahan amarahnya.

Asher saat itu duduk di mejanya, tertawa canggung bersama Tyler. Namun di tengah percakapan, tawa itu langsung lenyap ketika dia melihat Callum berjalan lurus ke arahnya, ekspresi wajahnya tajam seperti pisau. Tyler langsung tahu ada masalah.

“Gue rasa lo perlu mulai lari maraton sekarang, Ash,” kata Tyler sambil berbisik dengan senyum licik. "Soalnya, kayaknya pak Callum siap ngejar lo ke ujung dunia."

Asher panik. “Aduh, gue ke kamar mandi dulu,” ucapnya tergesa-gesa, hendak kabur. Tapi, sebelum dia sempat berdiri, Callum sudah meraih pergelangan tangannya.

“Ah, telat,” gumam Luke dari meja sebelah sambil memainkan bolpoin di jarinya. “Kalau udah ditangkep gitu, mending lo bikin wasiat deh, Sher.”

Mata mereka bertemu—tatapan Asher penuh kecemasan, sedangkan Callum menatapnya dengan dingin, amarah terpendam di balik sikapnya yang tenang.

“Mau kemana? Duduk dulu, kita harus bicara,” Callum berkata dengan nada tegas, namun tetap tenang, tak memberi ruang bagi Asher untuk menolak.

Dengan terpaksa, Asher duduk kembali. Tyler dan Luke bertukar pandang sambil pura-pura sibuk dengan dokumen mereka. Tapi, dari sudut mata mereka, jelas mereka mengamati setiap gerakan antara Asher dan Callum.

"Bro," Tyler berbisik ke Luke, "seriusan, gue kasih lima menit sebelum Asher pingsan di tempat."

Luke tertawa pelan. "Kalau gue, gue kasih tiga menit. Lo bisa lihat tuh, Asher udah kayak mau meledak."

"Asher," Callum akhirnya berbicara lagi setelah beberapa detik hening yang menyiksa, "kenapa kamu terus menghindar?"

Asher menunduk, menelan ludah dengan gugup. "I-itu... bukan apa-apa, Pak," jawabnya pelan, jelas-jelas tak meyakinkan.

Callum mendesah, tangannya menggenggam kuat di meja, menatap Asher dengan tajam. "Look at me, Asher."

Asher ragu-ragu, tapi akhirnya mengangkat wajahnya meski hanya sebentar. "S-saya malu," ucapnya terbata-bata.

"Malu kenapa?" Callum mendekatkan tubuhnya sedikit, menurunkan suaranya menjadi lebih tenang, tapi tetap menekan. "Kita udah pernah lewati hal-hal yang lebih berat dari ini."

Wajah Asher memerah, menghindari tatapan Callum. “Justru itu, Pak. Saya nggak tahu gimana harus bersikap... setelah semuanya.”

Tyler yang mendengar itu dari jauh mulai mengedikkan alis, menahan tawa. “Dude, ini udah kayak drama Korea. Tunggu deh, sebentar lagi mereka pasti berdiri di tengah hujan sambil teriak-teriak.”

Luke menahan gelak tawanya, lalu menimpali, “Yup, atau nggak tiba-tiba ada yang meluk dari belakang sambil nangis.”

Tapi perhatian Callum tetap terkunci pada Asher. "Kita harus bicara tentang ini, Asher. Menghindar nggak akan menyelesaikan apa pun."

Asher terdiam. Di sudut matanya, dia bisa melihat Tyler dan Luke berbisik-bisik lagi, jelas menganggap situasi ini sebagai hiburan sore. Namun, ketegangan di antara dia dan Callum tidak mungkin diabaikan.

"Kalau kita nggak selesaikan ini sekarang, semuanya akan jadi lebih buruk," lanjut Callum. "Dan aku nggak mau hubungan kita, baik sebagai teman maupun kolega, rusak karena ini."

"Eh, lo denger nggak tadi? Teman dan kolega. Fix banget, ini masuk episode terakhir dramanya," Tyler berkomentar sambil mengedip ke arah Luke.

"Tapi... kalau kita bicarakan ini, apa semuanya bisa kembali normal?" Asher bertanya, suaranya lirih. "Apa nggak bakal lebih canggung?"

"Tergantung kita," jawab Callum dengan nada tegas namun tenang. "Kalau kita mau, kita bisa buat normal. Tapi kalau kamu terus lari, aku nggak bisa bantu."

Luke menghela napas pura-pura berat. "Ty, kalau gue jadi Callum, gue udah ngelempar Asher ke sofa dan bilang, 'kita ngomong sekarang atau lo tidur di luar.'"

"Setuju," Tyler setuju sambil pura-pura mengetik di laptopnya. "Mungkin tambah soundtrack biar lebih dramatis."

Asher mencoba mengabaikan komentar kocak dari dua temannya dan menghela napas panjang, merasakan beban yang semakin berat di dadanya. “Saya nggak tahu, Pak... saya butuh waktu.”

Callum mengangguk, wajahnya melunak sedikit. “Aku bisa kasih kamu waktu, Ash. Tapi yang penting, jangan lari lagi. Kita nggak bisa terus kayak gini.”

Asher mengangguk pelan, akhirnya merasa lega meskipun ketegangan masih ada. Tyler dan Luke saling bertukar pandang, seolah baru saja menyaksikan adegan romantis puncak dalam serial TV favorit mereka.

“Gue bilang juga apa, Luke. Drama selesai. Tunggu deh, abis ini Callum pasti bilang ‘ayo kita balik kerja, nggak usah canggung-canggung lagi’,” kata Tyler sambil terkekeh.

Dan seperti déjà vu, Callum berkata, “Sekarang, mari kita fokus ke pekerjaan. Ada wawancara yang harus kita persiapkan, kan?”

Tyler dan Luke berusaha keras menahan tawa mereka, tapi Asher, meski masih sedikit tegang, tersenyum tipis. Suasana memang masih canggung, tapi setidaknya, mereka sudah mulai melangkah ke arah yang lebih baik.

Caught in boss's grip (BL)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang