Revenge. 19

741 91 45
                                    

Lelah.

Satu kata itu saja yang ada dalam diri Maldev saat ini, acara pernikahan Julian juga Nolan baru saja selesai di laksanakan, mereka kini berkumpul di kediaman keluarga Neonnor kembali, sebab rumah ini menjadi rumah yang paling besar, rumah utama bagi kepala-kepala untuk di sambangi juga dijadikan sebagai tempat paling aman.

Ia baru saja dudukan diri di kamarnya kalau saja ketukan pintu pada kamarnya tak terdengar, Maldev menggerutu, tatap pintu kamarnya dengan tatapan paling mematikan sedunia. Dengan berat hati Maldev berdiri hanya untuk mengetahui siapa gerangan yang sudah mengganggunya.

Ketika pintu dibuka Lewis dengan tatapan gugupnya berdiri di hadapan Maldev, ia dengan cepat bungkukan tubuhnya. "Maaf tuan Mal mengganggu waktu istirahat Anda, tapi Tuan besar Theo memanggil Anda untuk segera keruangan Timur."

Mendengar itu Maldev mengehela napasnya lelah lalu mengangguk sebagai respon juga persetujuan atas informasi yang Lewis bawa, "aku akan segera kesana."

"Baik Tuan Mal, selamat malam."

Maldev mengangguk lalu segera tutup pintu kamarnya kembali, beberapa saat kemudian, setelah ia berganti pakaian dengan santai; baju kaos oblong berwarna putih juga celana trening dengan warna senada, Maldev berjalan menuju ruangan Timur, dalam hati bertanya-tanya soal mengapa sang Papa memanggilnya malam-malam seperti ini, yang pasti apa yang akan di bahas lebih penting daripada apapun itu.

Pintu di ketuk dua kali sebelum Maldev buka pintu dan suguhkan oleh beberapa para tetua sudah berada di ruangan dengan wajah tertunduk lesu. Maldev yang melihatnya naikan sebelah alis, bingung dengan ekspresi yang di beri.

"Ada apa ini?" Tanyanya kemudian, menatap satu persatu mereka yang berada di ruangan ini.

"Duduk."

Maldev segera duduk pada satu kursi kosong yang mungkin memang disediakan untuknya ketika sang Papa memerintahkan.

"Jelaskan pada Papa kenapa si bungsu Anthony bisa berada di kamar Utara, Maldev."

Maldev yang awalnya nampak biasa saja kini tercekat, bagaimana Papa nya ini bisa mengetahui soal Hayes yang berada di kamar Utara? Bukan kah tidak bisa sembarang orang mengarah pada bagian itu?

"Ba-bagaimana Papa bisa tau?" Maldev terbata sebab ia begitu panik sekarang, selama ia hidup, ia tak pernah merasa setakut ini dalam berhadapan dengan orang lain, bahkan dengan Daddy sedikitpun, tapi kalau Papa yang sudah turun tangan, bulu kuduk Maldev secara otomatis berdiri sebab merasa takut luar biasa.

"Tidak penting! Jelaskan bagaimana bisa? Sudah berapa lama? Apa alasan kau menahan pemuda polos juga lugu itu, Maldev!?" Papa sudah emosi, matanya menatap nyalang kearah Maldev yang kini nampak diam saja, begitu pula yang lainnya.

"Jangan bilang kalau kau menyekap pemuda itu ketika berita kematian Hendry tersebar di, TV?" Tuduh Papa, matanya menatap tajam sedang napasnya sudah tak beraturan. Diamnya Maldev buat Papa semakin gila karenanya.

Sudah lama sekali, mungkin sudah mau 1 tahun Maldev menjadikan Hayes tawanan anak bungsunya ini.

"Papa tidak mau tahu, lepaskan dia segera!" Katanya telak buat Maldev alihkan pandangannya yang semula kebawah menjadi tatap sang Papa protes.

"Tapi pah, Hayes tidak punya siapa-siapa lagi, meskipun dia di bebaskan, tidak ada tempatnya untuk pulang."

Perkataan itu jelas buat Papa menangis setelahnya, melihat itu Maldev menunduk, merasa bersalah juga sebenarnya. Ia mendongak untuk melihat sang Daddy yang kini juga nampak kebingungan, sedang Paman Willie sudah berusaha untuk tenangkan Theodore yang masih menangis sambil menutupi wajahnya.

[END] Revenge | MarkhyuckTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang