"Jangan menangis."
Sebuah perkataan yang hanya Nolan anggap sebagai angin lalu, tangisannya pecah tak tertahankan. Semua kata-kata yang Julian sampaikan berhasil membuat hati Nolan makin menjadi sakitnya.
"Jangan menangis, Nolan. Aku jujur ketika aku mengatakan kalau aku mencintaimu." Julian mendongak, rasanya sesak sekali melihat Nolan terisak begitu memilukan di dekapannya saat ini.
"Bohong, nyatanya kau akan menjadi suami dari orang lain." Di sela isak tangisnya Nolan sempatkan untuk berbicara. Mengutarakan apa yang memang ingin ia katakan pada laki-laki yang tengah memeluknya saat ini.
"Maaf.. Maaf, maafkan aku Nolan."
Nolan menggelengkan kepalanya, sebuah kata maaf bahkan tak mampu membuat hati Nolan membaik seperti sedia kala. Dia kecewa, amat sangat kecewa saat ini.
Entah pada dirinya, pada Julian ataupun pada alam semesta yang tak sudi mengizinkan mereka bersama. Di saat Nolan tahu bahwa cintanya terbalaskan namun, di saat itu juga ia tahu bahwa mereka tidak akan bisa bersama.
Kalau mau di kata Tuhan saat ini jahat sekali, ya? Nolan baru bahagia sebentar saja ketika ia merasakan apa itu yang namanya bahagia, tapi dengan cepat Dia juga mengambilnya begitu saja.
Kata orang definisi mencintai yang paling benar adalah merelakan. Tapi nyatanya merelakan adalah hal yang paling sulit Nolan lakukan, sudah cukup banyak semua Nolan relakan, Nolan korbankan. Masa mudanya, pendidikannya, segalanya demi menggantikan sang ibu bekerja di kediaman keluarga Neonnor ini.
"Aku berjanji, aku pasti akan kembali padamu, Nolan. Entah dengan cara apapun itu, kuharap kau mau menunggu ku sampai kapanpun itu." Ujar Julian setelahnya. Karena ia memang akan kembali, membuktikan kepada Nolan bahwa dirinya memang benar-benar mencintai pemuda Oliver itu.
Tidak perduli bagaimana kedepannya, setidaknya apa yang Maldev ucapkan padanya waktu itu sudah ia buktikan. Yaitu dengan cara memperjuangkan cintanya, tidak ada yang boleh menggantikan posisi seorang Nolan di hatinya.
"Benarkah?" Nolan angkat kepalanya, menatap ke arah Julian dengan tatapan penuh dengan segala harapan.
Julian mengangguk, mendekatkan wajahnya hanya untuk mengecup sekilas bibir Nolan yang merah. "Ehmm, kau mau menunggu untuk itu kan?"
Nolan mengangguk begitu saja, sebab ia memang tak menemukan adanya kebohongan dari mata milik Julian. Asal itu untuk Julian, mau puluhan tahun pun Nolan akan selalu setia menunggu.
"Pintar, jangan menangis lagi. Hati ku sakit melihatnya."
Ya, meskipun tak sesakit apa yang Nolan rasakan, tapi Julian jujur kalau melihat cintanya ini menangis membuat hatinya berdenyut nyeri.
"Jangan lama-lama."
Julian tak menjawab, lebih memilih untuk menarik Nolan lebih dalam lagi ke dalam dekapannya. Julian tak bisa berjanji, tapi bisa ia pastikan waktunya tidak akan lama lagi.
<Revenge>
"Maldeeevvv~"
Suara mendayu itu berhasil mengalihkan Maldev dari iPad miliknya, fokusnya kini teralihkan pada Hayes yang tengah memasang ekspresi memberut miliknya.
"Ada apa?"
"Berhenti menatapi benda itu! Hayes bosan sekali~" Rengeknya, sebab memang sedari awal Maldev datang, laki-laki 24 tahun itu hanya masuk dan langsung duduk di sofa yang ada, menatapi iPad yang berada di hadapannya tanda henti.
KAMU SEDANG MEMBACA
[END] Revenge | Markhyuck
FanfictionMaldev hanya ingin balas dendam untuk kakak perempuannya, tapi siapa sangka bahwa remaja 18 tahun yang ia culik ternyata jatuh cinta padanya. . Warning!!! 📌 1821+ 📌 BxB as Homoseks 📌 Markhyuck Area!! 📌 Tolong jangan salah lapak! Thx