Setelah pertemuan yang menyakitkan dengan Hana, Pak Gunawan dan Bu Santi merasa semakin cemas. Mereka menyadari bahwa putri mereka telah berubah menjadi seseorang yang hampir tidak bisa dikenali, dan itu membuat hati mereka hancur. Namun, mereka belum menyerah. Mereka memutuskan untuk melakukan segala cara agar Hana bisa kembali menjadi dirinya yang dulu.
Keduanya mulai berkonsultasi dengan ahli psikolog, berharap bisa menemukan cara untuk membantu Hana kembali waras. Pak Gunawan juga mengundang beberapa kerabat dekat, yang diharapkan bisa membujuk Hana agar sadar. Mereka juga mencoba memperketat pengawasan terhadapnya, membawanya pulang ke rumah mereka, tidak membiarkan Hana terlalu banyak bergaul dengan lingkungan yang dianggap buruk.
“Ini semua demi kebaikanmu, Hana. Kami hanya ingin kamu kembali seperti dulu,” kata Bu Santi dengan suara lembut setiap kali mereka berbicara padanya.
Namun, setiap upaya yang mereka lakukan selalu dibalas oleh Hana dengan kemarahan. Pria cabul yang mengendalikan tubuh Hana semakin tidak tahan dengan tekanan dari keluarganya. Ia merasa diancam, merasa kendalinya atas Hana semakin sulit karena keluarga terus mencoba menarik Hana kembali ke jalan yang benar.
Tekanan dari keluarga membuat Hana, atau lebih tepatnya pria cabul di dalam dirinya, semakin frustasi. Setiap kali keluarganya mencoba menghubungi psikolog atau membicarakan masa depan, kemarahan yang selama ini terpendam dalam diri Hana semakin memuncak.
“Apa yang kalian pikirkan? Aku bukan anak kecil yang butuh diselamatkan!” teriak Hana pada suatu malam ketika orang tuanya mencoba membicarakan rencana terapi.
“Aku sudah bilang, aku tidak akan mengikuti kemauan kalian lagi! Aku bebas! Kenapa kalian tidak bisa mengerti itu?” Pria cabul dalam diri Hana mendominasi, menggunakan setiap celah untuk memperparah ketegangan dengan keluarga.
Pak Gunawan berusaha tetap tenang, tapi di dalam hatinya, dia tahu ada sesuatu yang jauh lebih gelap di balik perubahan putrinya. Dia hanya tidak bisa memahaminya. "Hana, kami hanya ingin yang terbaik untukmu. Ini bukan soal kebebasan. Kami tahu ada sesuatu yang salah, dan kami hanya ingin membantumu."
Namun, Hana hanya menatap ayahnya dengan dingin, tanpa perasaan. “Aku tidak butuh bantuan kalian. Aku tahu apa yang aku inginkan, dan aku tidak akan membiarkan kalian menghalangi.”
Perlahan, perubahan dalam diri Hana semakin jelas. Dia tidak hanya menolak nasihat keluarganya, tetapi juga mulai bertindak agresif. Hana menjadi lebih sulit diajak bicara, sering kali berteriak dan mengamuk ketika merasa diintervensi. Bahkan ada saat-saat ketika dia mulai membanting barang-barang di rumah atau mengunci diri di kamar selama berjam-jam, merokok dan minum alkohol secara diam-diam dikamar nya.
Suatu malam, ketika keluarganya mencoba mengajak Hana makan malam bersama, dia melemparkan piring ke lantai dan berteriak, "Aku muak dengan semua ini! Berhenti mengatur hidupku!"
Bu Santi menangis melihat putrinya bertindak begitu kasar. Pak Gunawan mencoba meredam situasi, tetapi Hana sudah tidak bisa dikendalikan. "Aku akan pergi dari sini kalau kalian terus seperti ini. Jangan kira aku akan tinggal di rumah yang mengurungku!" ancamnya.
Hari demi hari, sikap Hana semakin tak terkendali. Keluarga Hana yang awalnya berharap bisa membawa putrinya kembali mulai kehabisan cara. Tidak ada yang berhasil. Setiap upaya untuk mendekati Hana hanya membuatnya semakin menjauh. Amarah dan frustrasinya mencapai puncaknya ketika Hana memutuskan untuk bertindak lebih serius.
“Aku akan menghancurkan semua yang membuatku terikat di sini,” pikir pria cabul yang mengendalikan Hana.
Suatu malam, ketika keluarganya mencoba mengadakan pertemuan untuk membahas langkah selanjutnya, Hana dengan keras masuk ke ruang tamu, wajahnya merah karena marah. "Cukup! Kalian pikir aku tidak tahu apa yang kalian rencanakan? Kalian ingin mengurungku, membuatku kembali menjadi boneka kecil yang patuh. Itu tidak akan terjadi!"
Pak Gunawan mencoba menenangkannya, tetapi Hana mengeluarkan kata-kata yang membuat keluarganya terdiam. "Kalau kalian terus memaksaku, aku akan benar-benar meninggalkan kalian! Dan jangan harap aku akan kembali!"
Kata-kata itu membuat suasana rumah berubah tegang. Keluarganya terkejut melihat seberapa jauh perubahan Hana. Mereka tidak pernah menyangka putri mereka bisa mengancam akan meninggalkan mereka.
Setelah malam penuh kemarahan itu, Hana mulai serius merencanakan untuk pergi dari rumah. Pria cabul yang menguasai tubuhnya tidak ingin lagi berada di bawah kendali siapa pun, termasuk keluarganya. Dia mulai mengemasi barang-barangnya, bersiap untuk pergi dan meninggalkan semuanya.
"Aku akan keluar dari sini dan menjalani hidup sesuai keinginanku. Tidak ada lagi yang bisa menghentikanku," pikir pria itu dalam hati.
Pak Gunawan dan Bu Santi, meski patah hati, mulai menyadari bahwa mereka mungkin akan kehilangan Hana jika tidak bertindak cepat. Mereka harus segera memutuskan apa yang akan mereka lakukan, karena situasi ini semakin memburuk setiap harinya.
Kini, situasi antara Hana dan keluarganya semakin tegang. Keluarga Hana berusaha dengan segala cara untuk menyelamatkan putri mereka, tetapi tekanan yang mereka berikan justru membuat Hana semakin menjauh. Dengan Hana yang berencana untuk benar-benar meninggalkan rumah.
KAMU SEDANG MEMBACA
Pria Cabul
SpiritualBrengsek...! gara-gara mengejar wanita ini, aku jadi mengalami kecelakaan hingga dinyatakan tewas ditempat..! untung saja keberuntungan berada di pihak ku, entah kenapa aku masih diberikan kesempatan untuk bisa merasakan hidup sekali lagi, dan yang...