Bab 29. Aksi Berani Hana

204 5 0
                                    

Matahari sudah mulai tergelincir ke barat ketika Vivi, dengan wajah penuh amarah, memimpin pencariannya di sekitar perkampungan terpencil. Langkahnya cepat dan penuh kemarahan. Para anak buahnya mengikuti dari belakang, tampak waspada. Vivi mengeluarkan umpatan-umpatan kasar, memarahi mereka yang dianggapnya tidak kompeten.

"Bagaimana mungkin Budi bisa kabur?! Apa kalian semua ini tak berguna?!" bentak Vivi dengan nada tajam.

Sambil terus mencari, tiba-tiba matanya tertuju pada sebuah mobil sedan yang sedang bergerak pelan di jalanan sempit. Vivi mengenali mobil itu. Sontak matanya menyipit, penuh kecurigaan.

“Raka...” gumamnya pelan. Wajahnya seketika berubah, tatapan tajam penuh kebencian terpancar. “Hentikan mobil itu!” perintahnya tegas.

Empat pria berbadan besar yang mengikuti Vivi segera berlari mendekati mobil Raka. Raka, yang melihat mereka datang, langsung menyadari situasi berbahaya di depannya. Dia mengerutkan kening, memutar setir untuk mundur, tapi jalannya sudah terhalang.

"Hana, mereka akan menyerang kita," kata Raka dengan nada tegas, tapi tetap tenang. Di sebelahnya, Hana tampak khawatir.

"Raka, apa yang harus kita lakukan? Mereka banyak dan kuat," kata Hana dengan suara gemetar.

Raka menatapnya, mencoba menenangkan. “Tenang, Hana. Aku tak akan menyerah tanpa perlawanan.”

Dari belakang, Pak Rahman dan Pak Hardi tiba-tiba melakukan sesuatu yang mengejutkan. Mereka mulai membaca mantra, bibir mereka bergerak dengan cepat dan tangan mereka diletakkan di pundak Hana. Cahaya tipis tampak memancar dari mereka berdua.

Raka dan Hana terkejut, menatap kedua pria tua itu dengan bingung. “Apa yang kalian lakukan?” tanya Raka.

Pak Rahman, dengan tenang, menjawab, “Kami akan memancing para bawahan Vivi. Kalian, Raka dan Hana, harus mendekati Vivi dan lakukan sesuai rencana.”

Setelah berkata begitu, Pak Rahman dan Pak Hardi keluar dari mobil. Dengan gerakan gesit, mereka menghadang empat pria besar yang mulai mendekat. Tanpa diduga, keduanya menunjukkan kemampuan bela diri yang luar biasa. Pak Rahman dan Pak Hardi memperagakan gerakan pencak silat dengan sangat lincah, membuat keempat pria berbadan besar itu kewalahan.

Raka dan Hana tak mau menyia-nyiakan kesempatan itu. Mereka keluar dari mobil, lalu mendekati Vivi yang kini berdiri tidak jauh dari sana, tertegun melihat pertarungan di depan matanya.

Tatapan Vivi berubah ketika melihat Hana. Seringai jahat muncul di wajahnya. “Hana... Kau berani datang mencariku? Aku belum lupa apa yang kau dan Raka lakukan. Aku akan menghancurkanmu di sini, sekalian membalas semuanya!” ucap Vivi dengan suara penuh kebencian.

Raka dan Hana terkejut melihat penampilan Vivi yang kini sangat jauh berbeda. Dulu, Vivi adalah gadis yang cantik dan anggun. Namun sekarang, dia mengenakan tank top tipis berwarna merah, jaket jeans lusuh, dan celana panjang sobek yang dihiasi rantai besar di pinggangnya. Tindik memenuhi wajahnya, tubuhnya dipenuhi tato, dan rambut pendeknya berantakan seperti pria. Penampilannya jauh dari kata anggun—sekarang dia tampak garang dan mengintimidasi.

Hana yang melihat penampilan Vivi langsung merasa iba. Dalam hati, dia tidak pernah menyangka gadis cantik yang pernah dilihatnya di surat kabar kini berubah menjadi sosok mengerikan.

“Kau sudah gila, Vivi,” kata Raka dingin. “Ini semua karena Anton, dan aku akan mengakhirinya hari ini.”

Vivi tertawa keras, tatapan matanya penuh kebencian. “Anton atau bukan, aku akan tetap menghancurkan kalian! Kalian, habisi mereka sekarang!”

Dua pria berbadan besar yang tersisa segera maju, menghadang Raka. Mereka berusaha menghajar Raka, tapi Raka, meskipun tidak terlalu pandai bela diri, menggunakan kepandaiannya untuk mengecoh mereka. Ia terus menghindari serangan-serangan brutal, berusaha memberi Hana waktu untuk mendekati Vivi.

Pria Cabul Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang