Bab 13. Diluar Rencana

224 8 3
                                    

Pagi Minggu yang tenang di tempat kos Wina berubah menjadi suasana yang aneh dan kacau. Kamar Wina terlihat berantakan, penuh dengan tisu bekas dan sampah yang berserakan di mana-mana. Tempat itu sudah tidak tampak seperti kamar seorang wanita lagi. Semalam, Wina tenggelam dalam kenikmatan yang salah-menonton film dewasa, bermsturbasi, dan berjudi online hingga larut malam. Dia tidak peduli berapa banyak uang yang telah hilang di slot, karena sensasi adiktif itu telah menguasainya. Wina masih tertidur lelap di atas kasurnya yang acak-acakan, mengenakan lingerie merah yang memperlihatkan tubuhnya dengan jelas. Jam sudah menunjukkan pukul delapan pagi, tetapi Wina masih terbenam dalam tidur yang dalam.

Ketukan keras di pintu membuyarkan tidur Wina. Suara seorang gadis kecil terdengar dari luar, "Kak Wina, buka pintunya!"

Wina mengerang dengan kesal, berguling-guling di kasur sebelum akhirnya bangkit dengan langkah gontai. Matanya masih berat. "Brengsek... siapa sih yang datang di pagi begini!..." sumpah serapah keluar dari mulutnya. Dengan kepala yang masih pusing dan tubuh yang lemah, Wina berjalan ke pintu, membukanya dengan kasar.

Di depan pintu, seorang gadis cantik berdiri dengan senyum manis di wajahnya. "Hai, Kak Wina!" katanya ceria.

Wina yang setengah sadar menatap kosong gadis itu. Dia tidak mengenalinya sama sekali. "Siapa kamu?" tanya Wina dengan nada dingin, merasa terganggu.

"Ini aku, Clara, Kak! Sepupu kamu! Kemarin aku kan udah bilang kalau mau main ke sini," jawab Clara dengan sedikit terkejut melihat kondisi Wina yang berantakan.

"Clara...?" Wina berusaha mengingat, kepalanya pusing, matanya masih setengah terbuka.

"Iya, Kak Wina. Kemarin aku bilang mau main ke sini, ingat?" Clara tersenyum sambil menatap Wina dengan tatapan heran dan sedikit khawatir melihat penampilan kakaknya yang sangat berbeda dari biasanya.

Wina mengerutkan kening, mencoba mengingat. "Clara? Oh..." Kemudian Wina teringat, kemarin ada panggilan masuk dengan nama kontak "Sepupu Cantik" yang muncul di ponselnya. Wina merasa panik sesaat. Bagaimana mungkin dia lupa? Dia buru-buru berbalik dan mulai membereskan kamar yang sangat berantakan.

"Masuk aja dulu, Clara," kata Wina dengan tergesa-gesa sambil menyapu tumpukan sampah ke satu sudut.

Clara melangkah masuk dengan ragu, matanya tak lepas dari kakaknya yang terlihat begitu berbeda. "Kak Wina, kamu baik-baik aja? Kamu kelihatan... aneh," tanya Clara sambil melirik lingerie yang dikenakan Wina, terlihat jelas membuatnya tak nyaman.

Wina tersenyum canggung, "Aku cuma lagi gak enak badan. Makanya... kayak gini." Dia mencoba berbohong untuk menghindari pertanyaan lebih lanjut. Clara yang polos pun percaya.

Setelah membereskan sedikit kamar, Wina lalu mandi dan mengganti pakaian, lalu duduk bersama Clara.
"Kamu sudah dari tadi sampai sini" tanya Wina
"Iya, Kak. Aku datang pagi-pagi banget biar bisa lebih lama ngobrol sama Kakak. Aku senang banget bisa ke sini," jawab Clara dengan senyum tulus. Percakapan ringan berlangsung, dan dari situ Wina mengetahui bahwa Clara sangat mengagumi kakaknya. Wina tersenyum, namun senyum itu bukan senyum biasa. Di dalam pikirannya, niat busuk mulai terbentuk. Clara, dengan wajah imut dan tubuh kecilnya, adalah sasaran empuk bagi pria cabul yang kini mengendalikan tubuh Wina.

Sementara itu, Pak Rahman, Bu Santi, dan Raka yang sedang menuju kos Wina, merasakan ketegangan. Bu Santi gelisah. "Raka, kita harus cepat. Aku tidak bisa membayangkan jika Wina mengalami hal yang sama seperti Hana."
Raka mengangguk, matanya serius. "Aku tahu. Kita akan menyelamatkannya."
Pak Rahman lalu berkata " Tapi kita harus hati-hati, entitas ini licik."
Suami Bu Sinta tidak ikut karena harus menemani Hana di pusat rehabilitasi bersama paman dan bibi.

Kembali di kamar kos, Wina semakin dekat dengan Clara, wajahnya menampilkan senyum yang aneh. Clara, yang tidak menyadari perubahan perilaku kakaknya, tetap diam. "Clara, kamu cantik sekali," kata Wina dengan suara serak.

Clara tersenyum malu. "Makasih, Kak..."

Namun, suasana menjadi aneh ketika Wina mulai mendekati Clara lebih dekat, merayunya dengan kalimat yang semakin tidak pantas. Clara yang mulai merasa tidak nyaman mencoba mundur. "Kak... kenapa, sih?"

Clara merasa tak nyaman dan mulai menolak dengan lembut. "Kak Wina... aku nggak suka..."

Namun, Wina tidak peduli. Hasrat pria cabul di dalam tubuhnya sudah tak terbendung lagi. Tangan Wina terus menyentuh bagian-bagian tubuh Clara yang tidak seharusnya disentuh, dan Clara yang polos tidak tahu bagaimana harus melawan. Adegan tak pantas pun terjadi di kamar kos Wina yang tertutup rapat.

Wina mendekatkan wajahnya ke wajah Clara, dan dengan brutal mulai melumat bibir sepupunya itu. Clara yang tak berdaya hanya bisa pasrah. Namun, sesuatu yang tak terduga terjadi. Saat bibir mereka bersentuhan, jiwa pria cabul yang berada dalam tubuh Wina tiba-tiba terasa tertarik keluar. "Apa ini?" pikirnya panik. Dia tidak pernah menyangka ciuman ini bisa memindahkan jiwanya.

Jiwa pria cabul tanpa sadar berpindah ke tubuh Clara, meninggalkan Wina dalam keadaan pingsan. Ketika Clara tersadar, pria cabul kini telah menguasai tubuhnya sepenuhnya. Dia melihat pantulan tubuh kecil Clara di cermin, jiwa pria cabul dalam tubuh Clara sempat bingung dan berpikir sejenak.

Sambil melihat pantulan tubuh gadis kecil yang memiliki rambut dikuncir kuda, didepan cermin, dia menyentuh bibirnya sendiri dengan jarinya. "Ciuman....?" Clara bergumam sambil mengingat kejadian dimana ketika dia masih berada dalam tubuh Hana kemudian tiba-tiba berpindah ke tubuh Wina setelah berciuman.

Setelah menebak kenapa dia bisa pindah ke tubuh Clara, tiba-tiba tertawa kecil dengan suara yang aneh. "Tubuh kecil ini... yah, bisa kupakai untuk sementara," pikirnya, menyadari bahwa rencananya harus berubah. Dengan seringai lebar, Clara, yang kini dikuasai pria cabul, meninggalkan kamar Wina yang berantakan.

Beberapa saat kemudian, Pak Rahman, Ibu Santi, dan Raka tiba di kos Wina. Raka, yang masih dendam karena pernikahannya dengan Hana batal akibat perbuatan sesosok pria cabul, tampak sangat marah. "Di mana dia?" suaranya penuh amarah.

Mereka masuk ke dalam kamar Wina dan menemukan Wina terbaring tak sadarkan diri. Ibu Santi dengan hati-hati segera mendekatinya, membangunkannya perlahan. "Wina, bangun, Nak. Apa yang terjadi?" tanyanya penuh kekhawatiran.

Wina terbangun perlahan, matanya penuh ketakutan. "Auntie... aku... aku nggak bisa kendalikan diri..." isaknya, air matanya mulai mengalir.

"Jiwa pria cabul itu sudah pergi," kata Pak Rahman pelan, nadanya serius. "Dia sudah berpindah ke tubuh lain. Kita harus bergegas mencarinya."

Wina yang masih lemah, perlahan mulai mengingat kejadian aneh yang dia alami setelah tubuhnya dirasuki pria cabul. Sambil terisak tangis Wina menceritakan semua yang dialaminya, mulai dari rutinitasnya Menonton Film Dewasa yang tidak pantas, menghamburkan uang untuk membeli koleksi pakaian fulgar, S'ks Toys, dan berj*di online, semua itu dilakukannya tanpa bisa ia kendalikan.

Hingga samar-samar Wina mengingat kejadian di pagi ini, sepupunya Clara berkunjung ke kamar kosnya ingin bermain, namun kejadian setelahnya tidak sanggup lagi Wina ceritakan, karena merasa tidak pantas, Wina semakin menangis terisak-isak mengingat apa yang dilakukannya dengan sepupunya Clara.

Bu Sinta mencoba menenangkan Wina dengan cara memeluknya. "Sudahlah Wina, Auntie tau ini bukan kesalahanmu"
Feeling Ibu Sinta untuk ikut kali ini benar, karena dia wanita satu-satunya yang bisa menenangkan Wina.

Raka mengepalkan tangannya, wajahnya penuh kemarahan. "Kita harus menemukan sosok cabul itu sebelum melakukan hal-hal lebih buruk lagi."

Setelah mendengar cerita Wina, Pak Rahman mulai mencurigai Clara yang saat ini dikuasai oleh entitas mengerikan itu. Segera mereka mencoba menghubungi Clara, namun nomor teleponnya tak bisa dihubungi. Mereka merasa bingung dan frustrasi. "Dimana Clara?" tanya Ibu Santi. "Jika tidak tahu dimana dia, bagaimana kita bisa mencarinya?"

Wina tidak tahu apa yang terjadi dengan sepupunya itu. Namun dia minta tolong kepada pak Rahman untuk segera menemukannya sebelum terlambat. Pak Rahman mengangguk dan setelah mendapatkan alamat Clara dari Wina, mereka segera bergegas menuju rumah Clara.

Sementara itu, karena lelah berjalan kaki cukup jauh, Clara yang sudah dikuasai pria cabul berjalan di sepanjang jalan, mengeluarkan umpatan khas pria cabul yang membuat orang-orang di sekitarnya heran. "Sialan, kenapa ini harus terjadi?" gumamnya sambil menendang batu kecil di jalan.

Ide nekat tiba-tiba muncul begitu saja di benak pria cabul, " nggak ada pilihan lain, terpaksa harus gunakan cara itu..."

Pria Cabul Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang