Bab 11. Kebenaran yang Tersembunyi

290 10 4
                                    

Sudah beberapa hari sejak Hana dibawa ke pusat rehabilitasi. Di sana, perlahan tapi pasti, Hana mulai merasa lebih tenang. Proses rehabilitasi membantunya, meskipun bayang-bayang masa lalu masih menghantui pikirannya. la sering terbangun di malam hari, tubuhnya menggigil dan keringat dingin membasahi bantalnya, tapi setidaknya kini dia bisa beristirahat lebih baik.

Di ruang tunggu rehabilitasi, Raka, tunangan Hana yang tetap setia mendampinginya, duduk di sebelah Hana. Mata Raka memandang penuh perhatian, ingin mendengar dan memahami apa yang sebenarnya terjadi.

"Hana," Raka memulai dengan hati-hati. "Aku ingin tahu... apa yang sebenarnya terjadi. Aku masih tidak mengerti bagaimana semuanya bisa seperti ini. Tolong ceritakan padaku."

Hana terdiam sejenak. Matanya menunduk, kedua tangannya menggenggam kuat ujung bajunya. Ada keraguan dalam dirinya untuk menceritakan segalanya. Tapi dia tahu, Raka berhak tahu, setidaknya tentang apa yang dia alami.

"Raka..." Hana memulai, suaranya pelan, penuh beban. "Aku juga tak sepenuhnya mengerti... semuanya terjadi begitu cepat. Tapi aku ingat... ketika aku sendirian di gang sepi itu..." Hana terhenti, mencoba menahan air mata yang mulai menggenang di pelupuk matanya. "Ada pria cabul yang mengejarku... dia-dia..." Hana menggigit bibirnya, air matanya mulai mengalir. "Dia melecehkanku."

Raka terkejut mendengar pengakuan itu, tapi ia tetap diam, membiarkan Hana melanjutkan.

"Aku berhasil kabur... tapi dia mengejarku hingga terjadi kecelakaan, dan... dia tewas. Tapi... tapi setelah itu..." Hana menggigil, tangannya gemetar, mengingat kembali kejadian-kejadian yang terjadi setelahnya. "Aku merasa... seperti ada yang salah. Seperti dia... masih di sini... mengendalikanku."

Hana mengangguk pelan. "Aku ingat samar... tapi aku yakin... dia masuk ke dalam tubuhku. Dia mengendalikan aku, Raka. Semua yang kulakukan setelah itu... semua perubahan dalam diriku... itu bukan aku. Itu dia."

Raka menghela napas panjang, mencoba mencerna semua yang baru saja ia dengar. Sejenak, ia merasa ragu, tapi semua keanehan yang terjadi pada Hana membuatnya yakin. Ada sesuatu yang lebih besar dan lebih jahat yang sedang terjadi. "Hana... kamu bilang ada yang mengendalikanmu? Siapa?"

"Pria cabul itu," jawab Hana dengan suara bergetar. "Tapi bukan hanya itu... Wina... sahabatku... dia juga mulai berperilaku aneh. Saat aku berada di kamarku bersamanya, sebelum aku dibawa ke sini... dia seperti... berubah."

Mendengar nama Wina, ekspresi wajah Raka berubah. Rasa khawatir melintas di wajahnya. "Wina? Apa maksudmu?"

Hana menggenggam tangan Raka, mencoba mencari kenyamanan. "Aku tidak tahu pasti, Raka... tapi ada sesuatu yang salah dengannya. Dia tidak seperti Wina yang kukenal. Saat dia memelukku, aku merasa... seperti ada niat jahat di balik semua itu."

Raka mengangguk, perasaannya bercampur aduk. "Aku mengerti... mungkin ada yang tidak beres dengan Wina juga." Sekilas, ia memandang tubuh Hana yang kini dipenuhi tato dan bekas tindik, serta rambut indah tunanganya yang dulu dikagumi berubah menjadi seperti ini. Dia menghela napas berat, hatinya terasa remuk melihat perubahan drastis pada tunangannya. Namun, tekadnya semakin kuat. "Aku tidak akan membiarkan ini terus terjadi. Aku harus menghentikan semua ini, sebelum terlambat."

Sementara itu, di kediaman Wina, malam yang cerah berbanding terbalik dengan kegelapan yang menyelimuti jiwa pria cabul yang kini mengendalikan tubuh Wina. Dia duduk di kursi, di depan laptop Wina, menonton film dewasa sambil tersenyum mesum. Tangan Wina bergerak ke area sensitif tubuhnya, menyentuhnya dengan perlahan, menikmati kendali penuh yang ia miliki.

"Tubuh ini... begitu menyenangkan," gumam pria cabul dengan seringai. Selesai menonton, dia bangkit dan berjalan ke depan cermin besar di kamar Wina. Tubuh Wina yang ramping kini dihiasi lingerie seksi berwarna hitam, yang baru saja ia beli dari toko online. Pria cabul itu memperhatikan refleksinya, menyeringai cukup puas.

Rambut panjang sedikit bergelombang tergerai begitu indah. Saat ini dia belum mengubah gaya penampilan Wina, hanya membeli beberapa koleksi pakaian seksi dari aplikasi online shop di handphonenya.

"Belum sempurna... tapi aku akan mengubah semuanya sesuai keinginanku nanti," bisiknya sambil mengagumi penampilannya di cermin.

Tiba-tiba, telepon di meja berdering. Pria cabul dalam tubuh Wina mengangkatnya, dan terdengar suara ceria dari ujung sana. Itu adalah sepupu Wina.

"Kak Wina! Aku mau main ke kos Kakak akhir pekan ini, boleh nggak?"

Seringai muncul di wajah Wina yang kini dikuasai pria cabul itu. Ide gila langsung melintas di pikirannya. "Tentu saja, sayang... kamu boleh datang kapan saja. Aku tunggu ya..." jawabnya dengan nada lembut yang menipu.

Setelah menutup telepon, pria cabul dalam tubuh Wina tertawa licik. "Dua hari lagi... akan ada santapan lezat di kamarku ini." Rencananya mulai tersusun rapi, dan ia tak sabar menantikan kesempatan berikutnya untuk memuaskan hasratnya.

Pria Cabul Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang