Bab 2 Hilangnya Kesadaran

985 17 0
                                    

Saat Hana terus berjuang melawan kekuatan asing yang mengendalikan tubuhnya, perlahan-lahan dia merasakan kesadarannya mulai pudar. Suara dalam kepalanya semakin mendominasi pikirannya, dan semua ingatan indah tentang cinta dan kebahagiaan mulai menghilang.

“Biarkan aku mengurus semuanya,” suara pria cabul itu berbisik, disertai dengan tawa yang penuh kebencian. Hana merasakan kehampaan, seolah dirinya hanya bayangan tanpa wujud. Keinginan dan ambisi yang bukan miliknya menggantikan semua itu.

Kini, tubuhnya bergerak tanpa seizin jiwanya. Pria cabul itu mulai menyelidiki kehidupan Hana, menggali informasi tentangnya melalui barang-barang dan harta miliknya. Dia mengamati foto-foto di dinding, mengidentifikasi keluarga dan sahabat Hana, dan merasakan kebencian setiap kali melihat senyuman mereka.

“Pernikahan ini harus digagalkan,” pikirnya. “Hana harus menjadi milikku, bukan milik orang lain.”

Dengan tubuh Hana pria cabul itu berkeliling rumah, memasuki setiap ruangan dengan rasa ingin tahu yang terdistorsi. Dia melihat ruang tamu yang nyaman, dihiasi dengan foto-foto kenangan bersama Raka, dan merasakan perasaan cemburu yang membara.

“ pria bernama Raka itu tidak akan bisa menghalangiku,” bisiknya dalam hati.

Hana bergerak menuju kamar tidurnya, di mana semua rahasia terpendam. Ketika pintu terbuka, aroma parfum kesayangannya menyambutnya, namun saat itu juga, ketidakpuasan melanda. Dia mulai menyisir lemari pakaian.

Di dalam lemari, ada koleksi pakaian yang beragam—gaun-gaun cantik untuk acara-acara spesial, serta pakaian kasual yang sederhana. Pria itu tersenyum sinis melihat baju-baju tersebut. “Semua ini terlalu biasa,” katanya. “Kamu butuh sesuatu yang lebih menggoda, sesuatu yang mencerminkan siapa aku.”

Dia melanjutkan pencariannya dan membuka laci meja rias. Di dalamnya terdapat perlengkapan kosmetik, berbagai lipstik dengan warna-warna lembut, dan bedak yang rapi. Namun, semua itu terasa tidak memuaskan baginya. “Kamu harus terlihat sempurna, bukan hanya untuk Raka, tetapi untukku.”

Pria cabul itu meraih perlengkapan kosmetik dan mulai bereksperimen. Dia mencoba berbagai warna dan gaya, menciptakan tampilan yang sama sekali berbeda. “Kamu tidak akan lagi jadi Hana yang lembut dan polos. Sekarang kamu akan jadi sosok yang menggoda dan berbahaya.”

Hana, yang terkurung dalam pikirannya, merasakan ketidakberdayaan yang mendalam. Dia ingin berteriak, ingin merebut kembali kendali, tetapi semua usahanya sia-sia. Kekuatan itu semakin kuat, dan dia semakin tenggelam dalam kegelapan.

Dengan setiap langkah, dia mulai mengubah kepribadian Hana. Dari sosok yang lemah lembut, dia bertekad untuk menjadikan Hana sosok yang penuh ambisi dan keinginan untuk menguasai. Dia merobek pakaian-pakaian yang dianggapnya tidak sesuai, menggantinya dengan busana yang lebih berani dan seksi.

“Sekarang, lihat dirimu!” bisiknya, menunjukkan refleksi Hana di cermin. Hana memandang dengan campuran rasa jijik dan ketakutan. Wajahnya terlihat berbeda—seringai mesum dan tatapan yang penuh godaan.

Pria cabul itu tidak hanya berhenti di situ. Dia mulai menyusun rencana untuk memperdaya lingkungan Hana. Dengan suara lembut yang meniru Hana, dia berbicara dengan sahabat-sahabatnya melalui pesan, merusak hubungan yang telah dibangun bertahun-tahun.

“Maaf, aku tidak bisa datang ke acara mu. Ada yang lebih penting,” pesan yang dikirimnya, mengundang kekecewaan dan kebingungan dari teman-teman Hana.

Dengan setiap interaksi, kekuatan itu merusak reputasi Hana di mata orang-orang terdekatnya. “Tidak ada yang akan mendukungmu. Raka pun akan meninggalkanmu,” bisiknya, seolah meyakinkan Hana bahwa semua yang terjadi adalah kebenaran.

Dengan kesadaran Hana yang semakin lenyap, pria cabul itu melanjutkan rencananya untuk mengambil alih hidup Hana sepenuhnya. Dia bertekad untuk menggagalkan pernikahan yang telah ditunggu-tunggu, dan Hana terjebak dalam cengkeraman bayangan, berjuang dalam ketidakberdayaan.

Pria Cabul Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang