Bab 25 Rencana Gila Hana

119 6 0
                                    

Langit sore yang kelabu menutupi kota, seakan mencerminkan kegelisahan yang melanda beberapa keluarga penting. Di kediaman keluarga Hana, suasana terasa tegang. Rumah yang besar dan megah itu biasanya dipenuhi canda dan tawa, tetapi kali ini dipenuhi kecemasan. Di ruang tamu, yang dikelilingi dinding kayu jati dan dihiasi lukisan klasik, duduklah Raka, Pak Rahman, Nyonya Lim, dan Yusuf. Mereka telah mendengar berita yang menggemparkan—walikota tiba-tiba mengundurkan diri dan menghilang tanpa jejak. Berita itu membuat suasana hati mereka semakin mencekam.

“Apa yang terjadi, kenapa tiba-tiba suamiku mengundurkan diri?” Nyonya Lim membuka pembicaraan dengan nada resah. Matanya memandang tajam ke arah Pak Rahman, berharap jawaban.

Pak Rahman, dengan wajah serius, "kemungkinan ini ulah Anton lagi". Ucapnya pelan. "Sangat mungkin. Anton punya cara licik untuk memanipulasi orang-orang penting. Menghilangnya walikota ini bukan kebetulan."

Raka, yang duduk di sebelah Hana, mengepalkan tangannya. “Kalau begitu, kita tidak bisa lagi menunggu. Kita harus segera bertindak. Vivi semakin dikendalikan oleh Anton, dan siapa tahu apa yang akan dia lakukan selanjutnya.”

Hana yang sedari tadi duduk diam, tiba-tiba angkat bicara. Wajahnya penuh dengan tekad, namun juga menampilkan sedikit kepedihan. “Aku punya ide,” katanya, memecah kebisuan yang menggantung di ruangan itu. Semua mata langsung tertuju padanya.

Raka memandangnya dengan cemas. “Apa yang kau rencanakan, Hana?”

Hana menarik napas dalam-dalam, seolah mengumpulkan keberanian. “Aku akan menyerahkan diriku pada Anton. Tubuhku sudah hancur karena dia. Aku tidak ingin hal ini terjadi pada korban lainnya lagi. Ini satu-satunya cara kita bisa mendekatinya dan memisahkannya dari Vivi.”

“Apa?” Nyonya Lim berseru, matanya membesar. “Tidak, Hana! Itu gila! Kami tidak akan membiarkanmu melakukan hal bodoh seperti itu!”

Raka menunduk, berusaha menahan amarah dan rasa takutnya. “Hana, aku tidak akan membiarkanmu menghancurkan dirimu lagi. Anton sudah merusak hidupmu, jangan biarkan dia menghancurkanmu sepenuhnya.”

Pak Rahman, yang sejak tadi mendengarkan dengan tenang, akhirnya berbicara. “Aku mengerti apa yang ingin kau lakukan, Hana. Tapi kau harus sadar, ini sangat berbahaya. Anton bisa saja memanfaatkanmu lebih buruk dari sebelumnya.”

Namun, Hana tetap teguh dengan pendiriannya. “Aku tahu risikonya. Tapi aku sudah tidak tahan lagi menunggu tanpa kepastian. Anton harus dihentikan, dan kalau aku harus mengorbankan diriku untuk itu, aku akan melakukannya.”

Perdebatan berlangsung sengit. Nyonya Lim dan Yusuf berusaha membujuk Hana agar tidak nekat, sementara Raka hampir kehilangan kendali emosinya. Dia tidak bisa membayangkan tunangannya kembali ke dalam kegelapan hanya demi rencana yang tampaknya tidak mungkin berhasil.

“Ini terlalu berisiko!” Raka berteriak. “Kita bisa mencari cara lain. Pak Rahman, Anda pasti punya rencana yang lebih aman!”

Pak Rahman diam sejenak, lalu berkata, “Ada satu cara... tapi melibatkan orang-orang dengan kemampuan khusus seperti saya. Kita bisa mencoba memutuskan koneksi Anton secara spiritual, tapi itu memerlukan waktu, dan tidak ada jaminan keberhasilannya.”

Raka tampak bingung. “Apa maksudmu?”

“Saya akan meminta bantuan dari rekan-rekan saya, yang juga memiliki kemampuan supranatural. Bersama-sama, kami akan mencoba mengisolasi pengaruh Anton di tubuh Vivi. Namun, itu bisa berbahaya bagi Vivi, karena setiap serangan spiritual ke arah Anton bisa mempengaruhi tubuhnya.”

Hana menggeleng pelan. “Kita tidak punya waktu untuk itu. Aku tidak ingin Vivi menjadi korban seperti aku. Kita harus menghentikan Anton dengan cepat.”

Akhirnya, setelah perdebatan panjang, Pak Rahman menatap Hana dalam-dalam. “Jika ini benar-benar keputusanmu, Hana, aku akan mendukungmu. Tapi kau harus tahu, sekali kau memutuskan untuk mendekati Anton, tidak ada jalan kembali. Kita tidak bisa memastikan apa yang akan terjadi.”

Raka bangkit dari tempat duduknya, matanya berkaca-kaca. “Aku tidak setuju dengan ini, Hana. Tapi jika kau memutuskan untuk melakukannya, aku akan ada di sisimu. Tapi kau harus janji padaku—jangan menyerah begitu saja.”

Hana menatap Raka, hatinya berat, namun tekadnya tetap kuat. “Aku janji, Raka. Kita akan melakukannya bersama. Aku tidak akan membiarkan Anton menang.”

Di sudut ruangan, Nyonya Lim dan Yusuf terdiam, mencoba mencerna apa yang baru saja disepakati. Mereka tahu, meskipun ini terdengar seperti rencana putus asa, tidak ada pilihan lain. Anton harus dihentikan, sebelum kekacauan yang lebih besar terjadi.

---

Sementara itu, di sebuah klub malam yang tersembunyi di pinggiran kota, Vivi—dengan Anton yang masih mengendalikan tubuhnya—sedang duduk bersama Arya dan Alya (sepasang muda-mudi yang bertugas mengadu domba Keda orangtua Vivi hingga hendak bercerai). Musik elektronik berdentum keras di sekeliling mereka, sementara lampu neon berkilauan, menerangi ruangan dengan cahaya ungu dan biru.

“Aku senang dengan perkembangan kita sejauh ini,” kata Vivi, suaranya tenang namun penuh kendali. “Bisnis kita akan segera berkembang. Pastikan kalian terus mengawasi Pak Budi. Dia tidak boleh melarikan diri dari tempat pengasingan.”

Arya mengangguk. “Orang-orangku sudah mengawasinya. Tidak ada yang bisa dia lakukan.”

Alya tersenyum lebar. “Bagus, Vivi. Setelah ini, kita bisa menguasai lebih banyak wilayah. Siapa yang berani menantang kita?”

Vivi menatap mereka dengan seringai. “Tidak ada yang bisa menghentikan kita sekarang. Semua akan berjalan sesuai rencana. Dan akan mendapatkan apa yang kuinginkan.”

Di balik kontrol penuh Anton, tersimpan rencana jahat yang belum sepenuhnya terungkap. Namun, dalam kegelapan klub malam itu, satu hal pasti—ambisi besarnya untuk kembali seperti pada masa kejayaannya dulu

Pria Cabul Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang