Malam telah larut di Hotel Grand Lux, salah satu penginapan paling bergengsi di kota. Halaman hotel yang biasanya sunyi dan dijaga ketat kini berubah menjadi lautan manusia. Para warga setempat berkumpul dengan raut wajah marah, berteriak, dan menuntut keadilan. Sebagian besar dari mereka adalah pedagang pasar yang telah menjadi korban pencurian siang tadi. Mereka tak mau diam saja; mereka datang berbondong-bondong mencari pelakunya, yang menurut mereka adalah seorang gadis muda bernama Clara, yang sempat terlihat berkeliaran di sekitar pasar.
Di depan lobi hotel, para aparat keamanan sudah bersiaga menghadang mereka. "Tuan-tuan, kami tidak bisa membiarkan kalian masuk tanpa izin!" ujar salah seorang satpam hotel dengan suara tegas, mencoba menenangkan warga yang semakin tidak terkendali. Beberapa petugas lain mencoba menahan pintu masuk utama, tetapi desakan semakin kuat. Para pedagang dan korban pencurian tak mau menerima alasan apa pun.
"Serahkan gadis pencuri itu! Kami tahu dia ada di dalam sini!" teriak salah satu pedagang, seorang pria paruh baya bernama Pak Budi, yang kehilangan hampir seluruh barang dagangannya.
"Dia mencuri uang dan barang-barang kami! Kalau kalian tidak serahkan, kami akan memaksa masuk!" tambah seorang wanita yang juga menjadi korban.
Aldi, pengelola hotel, tampak tegang. Dia berusaha bernegosiasi dengan warga yang marah. "Kami akan bantu mencari siapa pun yang kalian maksud, tetapi tolong tenang dulu! Kami akan panggil polisi untuk menyelesaikan ini secara hukum!"
---
Flashback ke siang hari, saat Clara masih sibuk menjalankan aksinya. Siang itu, di pasar lokal dekat hotel, Clara yang tubuhnya masih dikuasai oleh jiwa Anton Sukarya, dengan mudah menipu para pedagang. Dengan tampang polos dan gaya bicara manis, dia berpura-pura sebagai pembeli yang tak tahu apa-apa. Sambil berpura-pura menawar barang, dia berhasil mencuri barang dagangan dan uang mereka tanpa disadari.
Salah satu korban yang sempat berinteraksi dengan Clara adalah seorang penjual perhiasan, Ibu Tuti. "Anak itu terlihat sopan sekali, aku tidak menyangka," ujarnya saat menyadari kalung emas yang baru saja ia jual hilang dari tempatnya.
Tak hanya Ibu Tuti, beberapa pedagang lain mulai menyadari hal yang sama. Pak Darto, seorang penjual barang antik, juga kehilangan barang berharga. "Ada gadis kecil yang datang, dan sekarang jam tanganku hilang!"
Keributan pun terjadi. Para korban berlarian mencari pelakunya. Saat itulah seorang pasangan pemuda yang sempat berfoto di area pasar memberikan petunjuk penting. "Kami punya fotonya!" kata Hendra, salah satu dari pasangan itu, sambil menyerahkan foto hasil jepretan mereka yang tanpa sengaja menangkap sosok Clara sedang beraksi di pasar.
Dengan berbekal foto itu, para pedagang pun mulai melacak keberadaan Clara hingga mereka mendengar bahwa gadis yang mereka cari menginap di Hotel Grand Lux.
---
Malam hari, di dalam kamar hotel, Clara akhirnya tersadar. Tubuhnya terasa lemas dan kepalanya masih sedikit pusing. Dia mengedarkan pandangan ke sekeliling kamar, merasa kebingungan. Samar-samar, ingatan mengenai kejadian aneh yang terjadi padanya—bagaimana tubuhnya dikuasai oleh sesuatu yang jahat—mulai kembali. Wajahnya pucat. Ketakutan dan rasa bersalah bercampur di dalam hatinya. Dia tak sepenuhnya mengerti apa yang terjadi, tapi dia tahu ada sesuatu yang sangat salah.
Dengan cepat, Clara bangkit dari ranjang, merapikan dirinya, dan memutuskan untuk pergi dari hotel sebelum ada yang menyadarinya. Dia mengenakan hoodie besar yang menutupi wajahnya, berharap bisa kabur tanpa menarik perhatian.
Namun saat Clara melangkah keluar dari lift dan menuju lobi, nasib sial menantinya. Salah satu pedagang yang sedang mencari pelaku pencurian, Pak Darto, kebetulan berada di lobi. Matanya segera menangkap sosok Clara yang keluar dari lift. Dengan gerakan cepat, dia menunjuk ke arah Clara dan berteriak, "Itu dia! Gadis pencuri itu! Tangkap dia!"
Kerumunan warga yang berada di lobi serentak menoleh ke arah Clara. Wajah Clara yang pucat semakin ketakutan. Dia mencoba berlari, tapi warga sudah bergerak cepat. Beberapa orang langsung mendekati dan mengamankannya, sementara Clara hanya bisa menangis ketakutan, menyadari dia tak akan bisa lari dari masalah ini.
"Jangan biarkan dia pergi!" teriak Ibu Tuti sambil mendekat, wajahnya penuh amarah.
Clara menangis tersedu-sedu, merasa tak berdaya. Dalam keadaannya yang penuh kebingungan, dia pun pasrah saat warga menggiringnya keluar hotel dan membawanya ke kantor polisi setempat. Di jalan, suara teriakan dan cemoohan dari warga mengiringi langkah Clara yang lemas.
---
Di sisi lain, di kamar hotel lain yang mewah di lantai atas, Vivi, yang kini tubuhnya ditempati oleh jiwa Anton Sukarya, menatap pemandangan dari jendela kamarnya dengan senyuman puas. Dia menonton dengan tenang saat Clara digiring oleh warga menuju polisi. Anton yang kini bersemayam dalam tubuh Vivi merasa lega karena berhasil berpindah tubuh tepat waktu, menghindari tangkapan warga.
"Sungguh pertunjukan yang menarik," gumam Anton sambil tertawa kecil. Dia menikmati bagaimana semua berjalan sesuai rencana.
Namun, Anton tahu bahwa dia tak bisa bersantai terlalu lama. Dia kini berada dalam tubuh Vivi, yang jelas berasal dari keluarga kaya raya. Dia harus menyelidiki lebih dalam tentang kehidupan Vivi sebelum bisa melanjutkan rencananya. Anton membuka tas mewah yang dibawa oleh tubuhnya, mencari identitas dan informasi lebih lanjut tentang Vivi.
Dia menemukan kartu identitas dan beberapa surat penting. Ternyata, Vivi adalah seorang pewaris bisnis besar keluarganya. Status dan kekayaan yang dia miliki akan membuka banyak pintu bagi Anton, tetapi dia juga menyadari bahwa dia harus berhati-hati. Tubuh Vivi terlalu berharga untuk disia-siakan, dan jika Anton bertindak gegabah, dia bisa ketahuan.
"Sepertinya aku harus bermain lebih cerdik kali ini," gumam Anton sambil menatap refleksi tubuh Vivi di cermin besar kamar hotel. Wajah cantik itu tersenyum licik.
---
Sementara itu, di kantor polisi, Clara duduk gemetar di dalam ruang interogasi. Beberapa barang bukti hasil curian juga berhasil ditemukan di kamar tempat Clara menginap. Petugas polisi, Komisaris Budi, menatapnya dengan raut serius. "Kamu masih anak-anak, tapi laporan-laporan pencurian ini terlalu serius. Siapa yang membantumu melakukan semua ini?"
Clara yang ketakutan hanya bisa menggeleng. "Saya... saya tidak tahu. Saya tidak melakukannya..." dia merintih, air mata mengalir di pipinya. Tapi dalam hatinya, Clara tahu bahwa sesuatu yang jahat telah menguasai dirinya—sesuatu yang bukan dirinya sendiri.
Namun, bagaimana dia bisa menjelaskannya pada polisi?
KAMU SEDANG MEMBACA
Pria Cabul
SpiritualBrengsek...! gara-gara mengejar wanita ini, aku jadi mengalami kecelakaan hingga dinyatakan tewas ditempat..! untung saja keberuntungan berada di pihak ku, entah kenapa aku masih diberikan kesempatan untuk bisa merasakan hidup sekali lagi, dan yang...