Seokjin meratapi beberapa kertas di
hadapannya. Kertas itu adalah hasil karya tulisnya yang akan naik cetak. Suasana ruangan masih tenang dengan beberapa perdebatan sampul buku atau berapa banyak buku yang akan terbit. Entahlah...Seokjin tidak terlalu perduli."Bagaimana kau setuju Jin?" Tanya
seseorang tiba-tiba.Seokjin mendongak. la bingung harus
menjawab apa, karena sejak tadi ia
memang tidak fokus. Pria dengan
kemeja biru itu tersenyum lembut seolah mengerti. Kalau tidak salah pria itu adalah kepala penerbitnya."Kau suka sampul yang mana?" Ulang
Pria itu.Seokjin mengerjapkan matanya.
"Mungkin yang pertama." Jawab Seokjin ikut menyetujui suara terbanyak.
"Kau yakin?"
Seokjin mengangguk tanda setuju.
"Baiklah rapat kita selesaikan hari ini."
Pria itu menutup rapat dengan suara yang ramah.
Seokjin tidak terlalu banyak bicara.
la membereskan beberapa kertas
dihadapannya dan ikut berdiri."Jin!" Panggilan itu menghentikan Seokjin.
Lagi-lagi dari orang yang sama.
"Kau tampak pucat?" Ucapnya setelah
berhasil mendekati Seokjin."Tidak." Jawab Seokjin datar.
"Kau yakin? Aku rasa kau sakit?" Tangan.besar pria itu menyentuh dahi dan pipinya.
"Kau hangat Jin? Apa kau bawa mobil?"
Seokjin menggeleng. la memang jarang menggunakan mobil. la lebih suka menaiki bus. Bergabung dengan banyak orang dan memperhatikan banyak orang untuk inspirasi ceritanya.
"Baiklah aku akan mengantarmu." Ucap pria itu.
"Tidak perlu." Jawab Seokjin. la tidak terlalu suka berdekatan dengan laki-laki yang tidak akrab dengannya.
"Tidak perlu sungkan, kau bisa
membalasku nanti dengan mentraktirku."Pria itu menarik bahu Seokjin dan
memaksa mereka jalan bersama.Seingat Seokjin mereka tidak pernah sedekat ini. Pria itu membukakan pintu mobilnya untuk Seokjin.
"Terima kasih tuan." Gumam Seokjin.
"Tuan?" Tanyanya heran.
"Tidak perlu terlalu formal, panggil saja namaku." Lanjutnya.
Seokjin menggigit bibirnya. la bingung, entah lupa atau memang ia tidak pernah tahu nama pria dihadapannya ini. Yang jelas Seokjin memang tidak tahu namanya.
Melihat gelagat Seokjin, pria itu
menghela nafasnya."Kau tidak tahu namaku?" Tanyanya.
Seokjin membuang wajahnya kesamping. Wajahnya memerah.
"Aku lupa." Ucapnya.
Pria itu terkekeh.
"Kim Taehyung panggil saja Taehyung.."
"Namaku Taehyung. Mulai sekarang kau harus mengingatnya. Astaga, aku merasa dua tahun kita sebagai rekan kerja adalah sia-sia." Kekehnya.
Seokjin mengernyit, heran.
"Kau tidak marah."
"Biasanya aku marah, tapi sepertinya
dengan kau pengecualian." Jelasnya yang diangguki Seokjin. la mengacak rambut Seokjin dan segera berlari memutar untuk masuk ke mobilnya.