chapter 28

1K 176 27
                                    

Jimin mengerang merasakan cairan
alkohol melewati kerongkongannya. Entah sudah berapa banyak ia minum tapi sampai sekarang ia masih sadar. Ia pikir karena sudah lama tidak minum akan membuat nya lemah pada minuman haram itu, nyatanya sama seperti dulu. Ia masih kuat minum.

Jimin tertawa ringan. Tangannya
menimang-nimang gelas di tangannya.
Mengabaikan semua mata pria yang
menatapnya penuh minat untuk sesaat
sebelum ia tersenyum ramah pada pria-pria itu.

Jimin memperhatikan hingar bingar
disekitarnya. Sudah lama ia tidak
mengunjungi club. Dulu saat masih dengan pacar pertamanya club seperti rumah kedua untuknya. Pacar pertama yang merupakan mantan paling brengsek untuknya.

"Kau kemari?"

Jimin menoleh dan menemukan Yugyeom duduk disampingnya. Pria itu memandang nya kasihan membuat Jimin melengos kesal.

"Aku minta maaf soal Jungkook." Sesal Yugyeom mengingat ia adalah orang pertama yang mengenalkan mereka.

"Tapi aku sudah memperingatkan mu sejak awal. Jangan terlalu berharap pada hubungan ini." Yugyeom menghela nafasnya saat Jimin mendelik padanya.

"Baiklah maafkan aku." Sesal Yugyeom.

Jimin menghela nafasnya. Jujur ia
kesal tapi apa yang bisa ia lakukan.

"Kau benar-benar menjebak ku." Ucap Jimin miris.

"Maaf.. Maaf." berulang kali rasanya tidak cukup agar Jimin memaafkannya. Yugyeom tau itu.

"Dulu kau bilang aku tipenya." Jimin
tertawa miris.

"Ternyata maksud tipe itu mirip dengan orang yang ia cintai." Jimin mengambil gelasnya yang sudah terisi kembali dan meminumnya dalam satu kali teguk.

Yugyeom menghela nafasnya.
"Saat itu kalian sama-sama terpuruk. Ku pikir mungkin kalian bisa mengobati rasa sakit masing-masing."

Jimin termenung. la tidak mengelak soal
itu. Dulu ia benar-benar terpuruk seperti
yang Yugyeom ucapkan. Karena pergaulan yang terlalu bebas Jimin harus hamil di usia muda dan pacarnya tidak mau bertanggung jawab. Percobaan bunuh diri karena patah hati malah membuatnya keguguran. Jika saja Yugyeom tidak mengenalkannya pada Jungkook mungkin Jimin sudah mati sekarang.

Jimin menoleh wajahnya sudah memerah tapi ia masih cukup sadar.

"Sejak dulu aku menyedihkan bukan?"

Yugyeom menggeleng.
"Tidak. kau orang yang kuat jimin." Jujur Yugyeom.

Jimin terkekeh.
"Bodoh lebih tepatnya."

Yugyeom kemari bukan tanpa alasan ia sudah mendengar sejak putus dari Jungkook, Jimin sudah sering kemari hampir setiap hari. Toko bunganya juga sering tutup. Yugyeom juga tidak akan tahu hal ini jika saja Jungkook tidak mengabari nya dan meminta tolong padanya. Ucapan Jungkook yang berkata menyayangi namja itu benar adanya. Sayangnya pria itu tidak bisa memperlihatkan sisi itu secara langsung, Jungkook tidak mau Jimin berharap lebih padanya.

"Apa kau benar-benar mencintai Jungkook?"

Pertanyaan Yugyeom membuat Jimin
termenung. Jimin menundukkan wajahnya. Air matanya mengalir pelan.

"Aku benar-benar menginginkannya." Jawaban Jimin membuat Yugyeom semakin menyesal.

Yugyeom menarik Jimin masuk ke dalam pelukannya. Dalam hati ia berdoa agar jika pulang dan istrinya mencium parfum orang lain, istrinya mau mendengarkannya dan percaya padanya.

"Kau boleh menyalahkan ku." Gumam Yugyeom menepuk-nepuk punggung Jimin.

"Aku benar-benar menginginkannya. Aku tidak perduli meski ia tidak mencintaiku. Tidak perduli meski ia memiliki orang lain. Aku hanya ingin dia disampingku. Aku sudah berusaha untuk tidak egois!" Tangisan Jimin semakin pilu.

Yugyeom menggelengkan kepalanya. "Kau pasti akan menemukan pria yang jauh lebih baik darinya." Entah apa yang Jungkook perbuat pada namja itu hingga Jimin benar-benar jatuh pada pesonanya.

"Jungkook itu brengsek!" Maki Yugyeom.

Jimin memukul dada Yugyeom. "Jangan menghinanya. Dia laki-laki terbaik yang pernah ku temui." Bela Jimin.

Yugyeom memutar bola matanya.
"Itu artinya semua yang kau temui orang yang brengsek." Kesal Yugyeom.

"Ya, termasuk dirimu." Jawab Jimin
membuat Yugyeom mencibirnya kesal.

"Aku sudah berubah." Protes Yugyeom.

"Aku juga." Balas Jimin tidak mau kalah.

"Aku mencoba terus menjadi yang baik dan terbaik sesuai keinginan Jungkook. Tapi, nyatanya ia masih meninggalkanku."

Yugyeom tidak bisa mengucapkan apa pun. Ia bingung harus berucap apa. Ia tidak terlalu pandai menghibur orang yang lagi patah hati.

"Mungkin Jungkook bukan yang terbaik untukmu." Yah, akhirnya ia memilih kalimat
itu.

"Aku turut prihatin atas semua yang
menimpamu. Tapi itu semua diluar
kendaliku begitu juga denganmu." Lanjut
Yugyeom berharap Jimin mengerti.

Jimin tertawa miris. la melepaskan
diri dari Yugyeom.

"Aku benar-benar merasa rendah. Rasanya kalian benar-benar mempermainkan ku. Kau tau apa yang ku ucapkan pada namja itu. Aku mengatainya jalang dan ternyata ia adalah istrinya Jungkook. Istri sah!" Ucap Jimin kesal.

"Katakan padaku. Kau tahu tentang hal
itu bukan?" Tanya Jimin Miris, matanya
menatap tajam Yugyeom.

"Aku ingin berkata tidak. Tapi, ya aku tau. Aku tidak tau jika Jungkook akan kembali padanya. Ku pikir ia benar-benar sudah luluh padamu mengingat kalian sudah bertunangan."

Jimin memandang cincin di jari
manisnya yang masih tersemat. Jimin
sadar jika Jungkook tidak pernah memakai cincin pertunangan mereka kecuali di hari pertunangannya. Jimin benar-benar menutup mata ternyata.

"Sejujurnya aku pun berpikir ia membenci Seokjin begitu juga sebaliknya. Hubungan mereka semakin buruk tahun demi tahun." Yugyeom kembali melanjutkan ceritanya.

"Karena itulah aku lebih suka Jungkook
bersama denganmu. Tapi seperti kataku tadi. Semuanya diluar kendali.. Aku sendiri juga baru tahu bahwa Jungkook tidak pernah benar-benar melepaskan Seokjin. Pria itu selalu menguntit semua kegiatan Seokjin seperti orang gila." Yugyeom yang terkekeh dibuat diam menyadari jika hal itu tidak lucu bagi Jimin.

"Apa pun yang terjadi. Kau orang yang baik, Jimin." Yugyeom tersenyum lembut pada Jimin. Tatapan matanya tulus penuh kejujuran.

"Jangan sampai hidup yang sudah
kau tata sebaik mungkin hancur meski kau sulit menerimanya. Tapi, cobalah untuk belajar mencintai dirimu sendiri sebelum mencintai orang lain."

Mata Jimin kembali berkaca-kaca. Kali
ini ia tidak menampiknya. Ucapan Yugyeom
memang benar. jimin selalu sibuk
menjadi yang terbaik saat mencintai seseorang tanpa berpikir apa yang
benar-benar ia inginkan atau yang terbaik untuknya.

Yugyeom beranjak dari duduknya saat merasa tugasnya sudah selesai.

"Ah, aku melupakan satu hal." Ia masih setia berdiri di depan Jimin.

"Kau tau apa yang membuat Jungkook
tergila-gila pada Seokjin?" Yugyeom menjeda ucapannya melihat respon Jimin terlebih dahulu setelah memastikan Jimin tertarik barulah ia melanjutkannya.

"Seokjin memang keras. Ia tidak pernah
tahan berpura-pura. Namja itu selalu jujur meski ia tau akan sesakit apa hasilnya. Kau tau Jungkook pernah menolak Seokjin dengan sangat kejam dulu."

Jimin mendongak. Terkejut dengan fakta itu.

"Jangan terkejut. Kau tau Jungkook dan sejuta egonya. Ia ingin Seokjin memohon untuknya tapi kau tau. Meski tau perasaannya, Seokjin enggan memohon pada Jungkook tau kenapa?" Yugyeom sebenarnya ingin tertawa melihat ekspresi polos Jimin yang terlihat sangat tertarik pada setiap ceritanya.

"Seokjin itu lebih mencintai dirinya sendiri dari apa pun di dunia ini.... Ia tidak pernah segan meninggalkan Jungkook jika pria itu melukainya."

Yugyeom mengakhiri ceritanya dengan senyum puas dan menepuk bahu Jimin sebelum pergi.

"Belajarlah mencintai dirimu sendiri
sebelum mencintai orang lain." Sekali lagi Yugyeom mengingatkan Jimin.







Chapter selanjutnya end beserta extra chapter 🤭

Hostility becomes LoveTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang