Sudah lewat tiga hari semenjak kejadian Jordan yang pingsan saat bermain basket. Semenjak hari itu juga Hazel benar-benar semakin perhatian padanya.
Saat berangkat sekolah pemuda itu pagi-pagi sekali sudah ada di depan rumahnya untuk berangkat bersama. Lalu saat jam pelajaran, sesekali pemuda dingin itu akan menatap Jordan tiap kali ada perubahan ekspresi pada pemuda itu. Buat si empu sedikit risih tapi juga senang.
"Ezel, jangan liatin gue terus." Hazel berkedip dan tetap menatap Jordan.
Jordan menghela dan menutup pandangan Hazel, ayolah dia juga malah malu karena di tatap oleh mata bulat itu dari pagi. Apalagi sekarang di kelas hanya ada mereka berdua karena yang lainnya pergi ke kantin, sedangkan ia dan Hazel tetap di kelas karena ia yang kembali sakit kepala buat Jordan malas untuk keluar. Walau sekarang sudah agak reda.
Hazel, pegang lengan Jordan dan menurunkannya sedikit, memperlihatkan mata bulatnya yang menatap pemuda pirang itu. "Tapi saya kan sedang menunjukkan perhatian saya Jo."
Jordan kembali menghela napas. "Cara nunjukin perhatian bukan gini loh, ini namanya kayak menguntit."
"Menguntit?"
"Iya, lo kayak penguntit. Karena ngawasin gue mulu."
"Atau kayak polisi juga yang takut tahanannya kabur," lanjutnya menarik tangannya yang tadi menutupi wajah Hazel.
Hazel berkedip lagi, dia tatap Jordan yang juga menatapnya. "Lalu... cara yang benar memang bagaimana Jo?"
Jordan terdiam sebentar dan berpikir, sebenarnya dia juga tidak tahu cara yang benar mengungkapkan perhatian itu bagaimana.
"Hmmm...."
"Ah, gue tau." Jordan tersenyum dan menggenggam tangan Hazel, dia kecup sebentar lalu tatap manik pemuda manisnya. "Gini."
Hazel berkedip dan menatap tangannya yang digenggam Jordan, sebelum ia tarik tangan Jordan dan melakukan hal yang sama seperti pacarnya tadi. "Seperti ini?"
Jordan terkekeh. "Iya, atau gini," lanjutnya mengelus surai Hazel.
Hazel, angkat tangannya dan ikut mengelus surai Jordan. Maniknya berbinar dengan warna merah muda merasakan halusnya surai Jordan. "Jo."
"Hm?"
"Saya suka rambut kamu." Jordan tertawa dan memegang tangan Hazel di kepalanya. "Kenapa suka?"
"Rambut kamu... halus. Warnanya juga cantik, seperti pangeran atau protagonis di buku."
Jordan tersenyum menatap Hazel yang masih fokus mengelus rambutnya. "Lo suka protagonis di buku Zel?"
Hazel hentikan elusannya dan terdiam sebentar, sebelum mengangguk. "Protagonis di buku mereka baik, juga kuat."
"Bukannya yang lainnya juga suka karena itu?"
Jordan terkekeh. "Entah, gue gak suka baca buku Zel."
Hazel terdiam. "Tapi Jo."
"Hm?"
"Saya juga... sepertinya bukan suka protagonis karena deskripsi mereka. Tapi... tapi karena mereka seperti kamu."
Jordan tertawa dan bawa Hazel ke pelukannya. "Iya kah? Lo suka karena protagonis kayak gue??" Hazel mengangguk dan membalas pelukan Jordan.
"Tapi gue gak mau Zel."
Hazel longgarkan pelukannya. "Tidak mau apa?"
"Gue gak mau lo lihat gue kayak protagonis di buku."
Hazel berkedip. "Kenapa?"
Jordan urai pelukannya dan tatap manik Hazel. "Karena ada satu buku yang di dalemnya nyeritain protagonis bodoh yang mati sia-sia dan malah buat kekasihnya juga mati."
"Gue gak suka."
"Padahal, kalau aja mereka bisa berpikir rasional. Salah satunya atau bahkan mereka berdua bisa hidup."
"Tapi karena putus asa dan dorongan cinta, mereka mati sia-sia."
"Gue gak mau kisah kita kayak gitu." Jordan menjeda dan usap pelan pipi Hazel.
"Seenggaknya Zel, gue mau salah satunya harus bisa hidup dan bahagia."
KAMU SEDANG MEMBACA
[nohyuck] gerhana
Fanfiction.・゜-: ✧ :- ωнєη тнє ѕυη мєєтѕ тнє мσση. ●○●○●○●○●○●○●○●○●○●○●○●○●○●○●○●○● Hazel, tidak pernah tau apa itu senang, sedih, simpatik atau hal lainnya seperti itu. Ia tak pernah bisa mengerti mau seberapa kalipun ia membacanya. Rasanya memahami hal it...