PELEPASAN

130 20 2
                                    

Bruk!

          Clay ambruk tepat di depan apartemennya. Run menghentikan mobilnya tepat di belakang Clay. Honey panik dan hendak turun. Namun, Run mengunci pintu mobilnya. "Apa yang kau lakukan?!" teriak Honey. Run tetap diam tak bergeming. "Buka pintunya! Kau tidak lihat kekasihku pingsan, huh?!" teriak Honey lagi. "Jika dia benar kekasihmu dan kau mencintainya, tunggu dan biarkan dia meluapkan emosinya!" teriak Run. Itu membuat Honey terdiam dan menuruti perkataan Run.

           Clay menengadah dan mencoba membuka matanya. Nafasnya tersengal karena olah raga yang berat. Rintik hujan dibiarkannya menusuk tidap inci kulit wajahnya. Ia menikmati itu. Dipandanginya hujan yang turun. Clay berteriak dan tertawa. Melepaskan semua sesak di dadanya. Ia merasa puas atas apa yang ia lakukan.

"HAHAHA! SIALAN!" umpat Clay.

"ANJING!!!!" umpatnya lagi mengungkapkan kekesalannya.

            Clay tertawa puas setelah mengeluarkan kata-kata kasar dengan teriakan yang tersamarkan oleh hujan. Ia lega telah menyelesaikan amarahnya. Ia lega ketika akhirnya kekasihnya tahu bahwa ia mampu membuktikan perkataannya. Orang yang ia curigai kini telah di kantor polisi dan dipenjara. Meskipun ada tuntutan terhadap tindakan Clay, ia tidak peduli.

           Clay bangkit berdiri setelah melihat lampu mobil Run dikedipkan beberapa kali. Clay berjalan pelan menghampiri mobil yang dikendarai Run. Ia berhenti tepat di depan mobi. Honey, Dew, dan Run jelas melihat raut wajah Clay yang tersenyum puas. Seolah sedang memandangi Honey, ia menatap tajam ke arah dalam mobil dan merentangkan tangannya meminta pelukan.

"Hampirilah," ucap Run datar dan membuka kunci pintu mobilnya.

          Honey segera membuka pintu mobil dan berlari kea rah Clay. Ia menyambut pelukan Clay. Ia menangis sejadi-jadinya. "Kumohon jangan lakukan ini lagi," Honey terisak. Clay memeluknya dengan erat.

"Luapkan amarahmu padaku. Jangan pada dirimu sendiri!" isak tangis Honey semakin keras.

           Clay melepaskan pelukannya. Ia menangkup wajah Honey dan memandangi matanya dengan hangat. "Bagaimana mungkin aku bisa marah dengan kekasihku yang menggemaskan ini?" ucap Clay tersenyum dan mencium bibir Honey cukup lama.

"Tidak. Ini salahku. Kumohon jangan lakukan ini lagi! Aku pastikan ini tidak akan terjadi kembali. Aku berjanji," ucap Honey dan kembali memeluk kekasihnya.

          Clay tersenyum dan mengangguk. Diusapnya air mata Honey yang telah bercampur dengan air hujan. "Berhentilah menangis," ucap Clay sambil tersenyum. Honey dengan nafas yang masih tersekat karena tangisnya berusaha menghentikan tangisnya. Ia menatap dengan wajah penuh penyesalan. Clay merangkul kekasihnya dan mengajaknya masuk ke apartemen. Honey mengikuti tuntunan Clay.

         Honey membasuh luka dan lebam pada bahu Clay. Ia mengelusnya lembut dengan sabun. Clay menerima perlakuan Honey dengan senyum. Clay dan Honey tengah berendam bersama. Honey membantu Clay membersihkan badannya yang penuh tetesan darah. Air hujan membuat lukanya semakin basah dan mengeluarkan banyak darah.

           Honey membiarkan Clay duduk dan bersandar di ranjang tanpa baju. Honey mengambil kotak P3K dan mengolesi tiap lebam pada tubuh Clay dengan obat. Ditiupnya perlahan dan mengecupnya sebelum diolesi. Clay memandangi perlakuan kekasihnya itu. Hatinya tenang dan lega. Honey kini kembali menjadi kekasih yang penuh perhatian. Kekasih yang telah lama dirindukannya. Sebetulnya tidak terlalu lama, namun Clay sudah merindukannya begitu dalam.

"Pakailah piayamamu," ucap Honey lembut sembari memberikan piyama pada Clay.

"Tidak. Aku ingin tidur seperti ini," ucap Clay.

Chapter Kehidupan: My TherapyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang