MELUAPKAN AMARAH

79 15 0
                                    

           Honey memencet pin apartemen Clay. Saat pintu terbuka, ia mendapati Clay yang sedang duduk di sofa dan menghisap rokoknya. Clay menoleh ke arah pintu lalu kembali pada tatapannya ke depan. Diminumnya segelas wisky yang ada di depannya. Entah sudah berapa banyak, botol itu kini hampir habis. Honey duduk di sebelah Clay tanpa berucap apa pun.

          Tentu Honey merasa bersalah karena tidak memercayai ucapan Clay. Berlebih lagi ia menuduh Clay cemburu buta terhadapnya. Tanpa memikirkan apa yang selama ini Clay lakukan kepadanya adalah ketulusan namun dicap sebagai sesuatu yang menghambat perkembangan bisnisnya. Honey semakin merasa menyesal setelah melihat kondisi Clay saat ini.

          Clay dengan segala lebam dan luka di kepalanya akibat pecahan botol itu membuat Honey meringis. Dan Clay kini hanya diam dan mematikan rokoknya. Di balik kecewa dan amarahnya, ia masih menghargai hal yang tidak Honey sukai. Honey benar-benar merasa bersalah namun lidahnya kelu tanpa bisa berkata apa pun. Clay yang hanya menggunakan bra memperlihatkan tubuhnya lebam setelah berbaku hantam dengan Wiva yang ingin memerkosa Sonya.

"Sudah diobati?" tanya Honey dengan suara getar menahan tangisnya.

        Clay hanya menoleh dan mengangguk. Ekspresinya datar, matanya menyiratkan amarah namun tidak tega ia mengeluarkan amarahnya. Ia hanya diam dan menghindari sorot mata Honey. Hatinya masih panas ketika Honey menuduhnya cemburu buta dan menghambatnya dalam bekerja.

         Clay beranjak dan mengenakan bajunya. Ia beranjak dan hendak keluar. Honey pun berdiri dan bertanya pelan, "Mau ke mana?" Clay berhenti dan menjawab dingin, "Makan. Pulanglah jika tidak ada kepentingan apa pun." Honey pun mematung melihat kekasihnya yang tengah kecewa itu. Honey tidak bisa melarangnya karena ia tahu kekasihnya kini tengah kecewa padanya.

         Honey membersihkan apartemen Clay yang dipenuhi abu rokok dan botol minuman. Air matanya mengalir deras melihat kondisi apartemen Clay yang kacau. Ini menyiratkan seberapa kacau hati Clay atas perbuatannya. Selama ini Clay tidak menunjukkan dirinya kecewa atau marah dan kini Clay justru hanya diam. Itulah yang membuat Honey semakin mengutuki dirinya sendiri. Di balik marah dan kecewanya, Clay justru menekan emosinya agar tidak mengeluarkan suara dan nada tinggi terhadap pujaan hatinya.

"Maafkan aku," ucap Honey lirih dengan air mata yang terus mengalir.

           Honey menunggu Clay kembali. Ia tahu bahwa Clay sengaja menghindarinya. Ia tidak ingin meluapkan emosinya pada kekasihnya, sehingga sengaja ia berlama diam di luar menghisap rokok dan menenggak bir kaleng. Ia ingin meredakan rasa sakit di tubuh dan hatinya. Dengan demikian, ia akan lelah dan tinggal tidur sampai apartemen.

           Kala bir di tangannya habis, ia meremas kaleng itu hingga tak berbentuk. Urat tangannya menyembul karena genggaman yang kuat. Ia melepaskan genggamannya. Mengucur darah segar dari telapak tangannya karena kaleng yang diremas ternyata robek dan melukainya. Sakit? Tidak. Justru ia tidak tahu bahwa tangannya terluka. Clay berjalan sedikit terhuyun ke kamarnya.

           Clay menutup pintu dan merebahkan badannya di sofa. Ia bersandar lesu dengan tatapan kosong. Dibiarkannya tangannya yang penuh darah menengadah di sofa. Honey yang mendengar suara pintu tertutup lekas keluar. Didapatinya Clay terduduk lemas. Honey memberanikan diri menghampirinya.

"Apa yang terjadi?" Honey panik melihat darah yang mengalir di telapak tangan Clay.

          Clay hanya memandangi kekasihnya lalu memalingkan wajahnya. Ditariknya tangan penuh darah itu dari genggaman Honey. Honey tercekat dan tak bisa berbuat apa. Ia segera mengambil air hangat dan alkohol untuk membersihkan luka Clay.

          Perlahan Honey mengambil tangan Clay yang terluka. Dengan lemas Clay menoleh dan memandangi kekasihnya. Honey yang terisak membersihkan luka kekasihnya dengan lembut. Tidak ada respon apa pun dari Clay. Ia hanya memandangi Honey dengan mata sayu. Lelah, mengantuk, mabuk, dan emosi menjadi satu.

Chapter Kehidupan: My TherapyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang