KECUP

105 13 1
                                    

             Pam masuk ke ruangan Clay dengan panik sembari membawa es batu dan handuk kecil. Dengan sigap Giaw mengambilnya dan memberikan itu kepada Honey. Honey yang tengah termenung menatapi rusuk orang yang di depannya pun mengambilnya. Honey membalut es batu itu dengan handuk dan menyeka lebam di rusuk Clay dengan lembut.

"Ssshhhh," Clay sesekali menarik nafasnya dan meringis karena dinginnya es menyentuh kulitnya. Namun, secara bersamaan juga mengurangi rasa sakit di rusuknya.

"Kak, apakah tidak sebaiknya kita rontgen saja? Aku akan bertanggung jawab atas semua biayanya," Giaw menawarkan dengan perasaan gugup, takut, dan panik.

Clay menggeleng, "Tidak perlu, ini sudah biasa," jawab Clay sederhana.

"Tapi, itu terkena ujung meja, Kak. Lihatlah sangat legam," jawab Dew dengan tidak kalah paniknya.

              Mendengar kedua sahabat itu panik, Clay berusaha menjelaskan apa yang terjadi padanya. Lebam itu tidak sepenuhnya disebabkan oleh benturan meja melainkan hasil dari hobinya.

"Ini bukan karena meja itu. Saya kemarin melakukan sparing tinju. Beberapa kali terkena hantaman di bagian ini. Dan benturan tadi hanya sebagian kecil yang menyebabkan sakit," jelas Clay sambil memegangi bajunya agar tidak turun saat dikompres oleh Honey.

"Ooh, itu sebabnya ada luka di bibir dan lebam di pipimu, Kak?" tanya Giaw dengan membelalakkan matanya.

"Mmm," Clay menjawab sambil menganggukkan kepalanya.

"Ooohhh! Tapi kau yakin tidak perlu ke rumah sakit?" tanya Dew lagi.

"Tidak perlu," jawab Clay datar.

              Mendengar Clay yang seolah tidak peduli dengan dirinya sendiri, Honey sengaja sedikit menekan es batu di rusuknya. Sontak saja itu membuat Clay merasa kaget dan spontan menggenggam tangan Honey yang sedang memegang es. Clay menatap mata indah Honey dengan makna pengampunan. Honey yang melihat itu justru memberikan tatapan tajam penuh amarah.

"Maaf," Clay hanya berbisik dengan mata sayu ia menatap Honey.

"Hhhhh!" Honey menghela nafasnya kasar sambil menyeka rusuk Clay dengan lap kering. Ia memeras handuk yang sudah sangat basah.

"Sebaiknya kalian pulang saja, datanglah besok. Besok kita akan ... Ahhh!" belum selesai kalimatnya, Honey kembali menekan kompresnya dengan keras.

"Aw, Honey. Bukankah itu terlalu kencang? Hehehe," Dew mengingatkan dengan senyum khawatir. Ia tahu sahabatnya itu sedang kesal akan sesuatu.

"Ah, itu sudah biasa, biarkan saja," Pam menimpali dengan santai. Pasalnya, ini memang kebiasaan Clay. Jadi, sudah menjadi pemandangan sehari-hari Pam.

               Pam pun meninggalkan ruangan. Ia sudah melihat ada yang mengurus Clay, maka ia tidak perlu berlama-lama melihat romansa baru di antara keduanya. Romansa? Apakah ini sudah dimulai? Sepertinya iya.

"Baiklah, aku akan keluar. Jika membutuhkan apa pun, panggil saja aku di luar. Dan kalian berdua, kusarankan kalian juga pulang, dari pada merusak sebuah suasana," kalimat akhir Pam terdengar samar-samar. Ia melangkah sambil menoleh Clay dengan mengangkat satu alisnya dengan jahil.

               Clay yang melihat dan menyadari itu pun hanya menatap Pam dengan ancaman. Namun, kondisinya sekarang tidak bisa membuatnya menggertak Pam. Lucu sekali! Pam hanya tertawa mengejek sambil berjalan.

               Dew dan Giaw yang mendengar percakapan itu pun mengangguk dan bersiap untuk pulang. Sesungguhnya mereka masih merasa bersalah namun setelah mendengar penjelasan Clay dan respon Pam yang sungguh amat biasa saja, mereka lega. Mereka pun berpamitan untuk pulang.

Chapter Kehidupan: My TherapyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang