36. Manipulasi

4.2K 228 25
                                    

selamat membaca semua! KOMEN SEBANYAK-BANYAKNYA! semoga suka❤️

───

HAPPY READING

───

36. Manipulasi

•••

Para guru yang semula tengah duduk dalam rapat bulanan mulai bergerak meninggalkan ruangan. Wajah-wajah mereka masing-masing tegang dan di lingkupi dengan khawatir yang sama. Laporan dari Pak Galen seperti petir di siang bolong yang menyampaikan bahwa adanya indikasi pembunuhan berencana oleh sekelompok murid terhadap salah satu murid Garuda Bangsa. Laporan itu mengejutkan hingga rapat yang di anggap sakral dalam langsung di bubarkan.

Tidak ada waktu untuk berdebat, reputasi sekolah harus di lindungi, dan kasus ini harus segera di tangani sebelum bocor ke pihak luar.

Dengan langkah tergesa, pimpinan sekolah beserta perwakilan guru menuju ruang kesiswaan. Mereka menyusuri lorong-lorong yang kini terasa lebih sempit dari biasanya, seolah gedung sekolah merasakan beban berat yang tengah di pikul.

Saat pintu ruang kesiswaan terbuka, empat gadis telah duduk berderet di barisan kursi tengah, tampak seperti terdakwa di meja hijau, di kelilingi puluhan pasang mata para guru yang menghakimi tanpa suara.

Victoria mengetukkan ujung sepatu ke lantai dengan ritme tidak teratur. Suara itu terdengar seperti detik-detik waktu yang semakin mendesaknya ke tepi jurang. Matanya melirik ke arah tiga temannya yang tampak gelisah. Ruangan itu penuh dengan tekanan, seperti medan perang psikologis di mana satu kesalahan kecil mampu meledakkan segalanya.

Tidak lama kemudian, pintu terbuka lagi, dan Pak Kalandra masuk dengan wajah penuh wibawa namun sarat kekecewaan. Setiap bunyi langkah sepatunya di lantai seperti palu yang menghantam nurani. Begitu pria itu mencapai podium di ujung ruangan, semua suara lenyap, bahkan suara napas pun terasa terlalu berisik.

Pak Kalandra mengetuk mikrofon dua kali, menciptakan gema kecil yang menggetarkan suasana. Victoria yang sedari tadi berusaha menenangkan diri kini merasa jantungnya berdetak semakin tidak beraturan, seperti akan melompat keluar dari dadanya.

"Sehubungan dengan laporan yang di terima oleh pihak sekolah bahwa ada tindak kriminal yang di duga telah di lakukan oleh komplotan murid pada murid lain," ujar pria itu dengan nada dingin, "Kami semua berkumpul di sini untuk menyaksikan bersama bukti berupa rekaman CCTV—"

BRAK!

Tiba-tiba suara gebrakan meja yang keras membuat semua orang di dalam ruangan tersentak. Sebagian guru di barisan belakang terlonjak kaget dan yang lainnya hanya mampu membeku di tempat, tak mempercayai ada yang berani membuat kegaduhan di tengah suasana yang sudah mencekam.

Semua pandangan tertuju pada satu titik. El Jingga, yang kini berdiri tegak dengan kedua tangan masih menekan keras permukaan meja di depannya. Wajahnya terlihat memerah, matanya menyala-nyala dengan amarah yang tidak lagi bisa ditahan.

"SEBENTAR!" sela El Jingga memenuhi ruangan, menggetarkan udara seperti petir di langit mendung. Dia menatap Pak Kalandra yang berdiri di podium, seolah menantang langsung di depan semua orang.

Pak Kalandra mengangkat alis dengan mimik wajahnya berubah dari kaget menjadi waspada. Ia tidak berbicara, tetapi sorot matanya memerintahkan semua orang untuk tetap diam dan memperhatikan El Jingga.

"Saya mau seseorang juga di panggil ke sini!" teriak El Jingga dengan nada yang menekan. Suaranya bergetar di ujung, bukan karena takut, namun karena emosi yang membara.

THE SIXTH [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang