Chapter 1
Meet The Shaman
Marie menguap sembari memutar tanda tutup di pintu menjadi buka. Tea house yang dijalankan oleh keluarganya ini sudah berjalan selama hampir 10 tahun lamanya. Ide pertama dicetuskan oleh ibu Marie yang tidak betah jika hanya menganggur saja di rumah, setelah meminta modal—dari suaminya tentu saja—akhirnya dibuatlah sebuah tea house bernama Ndoro Saji.
Berdiri di atas tanah berukuran 300 meter persegi, Ndoro Saji saat ini miliki total 7 karyawan, termasuk Marie. Gadis itu merupakan anak pertama dan satu-satunya di keluarga, tentu saja ia harus siap jika suatu hari akan diwariskan tea house ini.
Sebenarnya, dulu Marie pernah bekerja sebagai karyawan tetap di sebuah perusahaan dengan posisi product development coordinator. Mungkin karena orientasi gadis itu mengarah pada uang, saat ditawari untuk mengurus tea house sepenuhnya, tentu saja Marie tidak kuasa menolak. Bagaimana pun juga, sekecil apa pun bisnisnya, jika bisnis tersebut milik kita sendiri, bisa dibilang kita lah yang menjadi bosnya. Kita bisa mengatur keuangan dan banyak hal lain dengan leluasa.
Kembali ke laptop. Marie masih bisa merasakan kantuk luar biasa yang menghantam bagian belakang kepalanya saat ini. Kemarin adalah hari ulang tahunnya, jadi Marie pergi bersama dengan teman-temannya semalaman (siang hari adalah family time) dan baru pulang ke rumah pukul 1 dini hari tadi. Sementara tea house selalu dibuka setiap hari dari mulai pukul 8 pagi sampai 10 malam. Marie sudah mengambil cuti penuh sehari kemarin, ia tidak ingin menyia-nyiakan waktu lebih banyak lagi.
Langkah kakinya bawa Marie berjalan menuju dapur, nampak Nikolas—karyawan lain, tengah membersihkan meja dengan kain lap. Sementara itu ada Tasha yang tengah menghitung stok teh. Marie berjalan menuju dispenser untuk menyegarkan dirinya dengan air dingin. "Rame gak kemarin?"
Nikolas menoleh, "Banget. Padahal hari Jumat loh, bukan weekend. Tumben."
"Biasa lah awal bulan masih pada banyak duitnya,"Tasha berhenti menuliskan stok teh pada lembar kertas yang diselip pada papan penjepit. Gadis itu memutar tubuhnya untuk melihat Marie yang masih meminum air dingin dari gelas kertas, "Tapi kemarin ada yang nyariin Kak Marie loh."
Marie teguk airnya hingga habis, namun matanya sudah lebih dulu melirik ke arah Tasha, alis kanannya naik sebelum Marie letakkan gelas kertas yang sudah kosong tadi ke dalam tempat sampah. "Oh iya? Nicholas Saputra?"
Tasha mencebik sementara Nikolas malah tersenyum dua jari, "Adanya Muhammad Nikolas, Kak."
"Ah, gak mau kalau itu."
Tak pedulikan wajah Nikolas yang sudah nampak masam sembari melanjutkan pekerjaannya mengelap meja, Tasha langsung meneruskan laporannya, "Ibu ibu gitu sih, Kak. Cuma nanya gini, 'Yang karyawan perempuan dulu di kasir gak masuk ya?' ya udah aku jawab aja kalau Kak Marie lagi ada acara kan. Eh dia masa bilang, 'Oh, lagi ngerayain ulang tahun?' gitu!"
Marie hanya bergidik, "Orangnya nyentrik gak? Pakai lipstik ungu?"
"Iya!" Tasha mengernyit, "Kok Kak Marie tau? Beneran kenalannya Kak Marie?"
"Bukan," Marie menjawab sembari menggelengkan kepalanya, gadis itu menyandarkan tubuhnya pada dinding yang terletak tepat di samping dispenser, "Itu tuh yang aku bilang, ibu ibu yang ngucapin selamat ulang tahun ke aku sehari sebelum aku ulang tahun. Terus ngomong, 'Good luck dengan angka 9 ya,' gitu."
Tasha mengernyit, bahkan Nikolas sudah berhenti mengelap meja karena menguping pembicaraan keduanya. Laki-laki itu menggumam sebentar, "Kok serem? Dia tau Kak Marie ulang tahun yang ke 29?"
KAMU SEDANG MEMBACA
1 TO 9
FanficKalian pernah mendengar istilah Kuzure? Di Jepang, angka 9 terkadang dianggap sebagai angka sial. Sebab memiliki bunyi yang mirip dengan kata untuk 'penderitaan'. Marie percaya kalau hal tadi hanya takhayul semata sampai durian busuk menimpa dengan...