IX

928 196 20
                                    

Chapter IX
Bad Omen?


Sudah empat hari ini, Jarreth dan Marie tidak bisa bertemu karena jadwal masing-masing yang terlebih ketat, terutama dalam kasus ini adalah Jarreth. Kemarin, semalaman penuh Jarreth terjaga untuk mulai membuat laporan terkait survei lapangan, wawancara, dan studi kasus terkait metode penelitian. Pagi ini dia punya jadwal untuk mengajar konsultasi mahasiswa Studio Perancangan Arsitektur lalu siangnya gantian dirinya yang melakukan konsultasi ke dosen bimbingan.

Karena merasa pusing yang menghantam bagian belakang kepalanya, Jarreth memutuskan untuk mencuri-curi waktu sebentar dan tidur. Pria itu harus mengajar di jam 10 pagi, sementara ia belum mendapatkan jatah tidur satu detik pun.

Jadi, Jarreth putuskan untuk memejamkan matanya sejenak saat jam dinding sudah menunjuk pukul 8. Kira-kira 20 hingga 30 menit beristirahat, mungkin sudah cukup.

Namun, baru saja Jarreth memejamkan mata selama kurang lebih 10 menit, ponselnya berdering. Pria itu membuka mata lelah, bagian putih di matanya sudah nampak guratan merah tanda ia kurang tidur.

Sembari berdecak, Jarreth raih ponselnya yang terletak di atas nakas di samping tempat tidur. Lalu tanpa melihat nama pemanggil, Jarreth langsung menggeser jarinya di atas layar dan menempelkan benda persegi panjang itu di telinganya. Masih dengan mata yang memejam.

"Selamat pagi. Apakah saya sedang berbicara dengan Bapak Jarreth Putra Efendi?"

"Ya," Jarreth menjawab dengan suara serak. Kesadarannya belum terkumpul sepenuhnya.

"Perkenalkan saya Ricko, perwakilan dari bank BCA. Saya menghubungi Bapak terkait acara 'Gebyar BCA' yang telah diadakan—"

Tut...

Sambungan telpon diputuskan sepihak oleh Jarreth. Sial, masih pagi begini ia sudah ingin ditipu.

Jarreth melemparkan ponselnya asal ke sisi lain di atas tempat tidur lalu melanjutkan tidur singkatnya yang sempat tertunda.


────୨ৎ────


Jarreth menempelkan sikunya di alat pemindai pintu ruang dosen—pintu tadi menggunakan sistem smart door yang akan langsung terbuka begitu menerima sensor gerak di dekat area kenop pintu.

Masih ada 15 menit sebelum kelasnya dimulai, sepertinya masih sempat bagi Jarreth untuk membuat kopi hitam terlebih dahulu agar matanya sepenuhnya terbuka.

Namun saat baru saja meletakkan tas di atas kursi, lengannya disenggol oleh seseorang. Jarreth menoleh lalu mengangguk hormat sembari tersenyum, orang yang menyenggol Jarreth barusan merupakan salah satu jajaran dosen senior di sini. Saat ini di ruang dosen, memang tidak terlalu ramai. Hanya ada Jarreth, Pak Hassan—beliau yang baru saja menyenggol Jarreth, dan dua dosen perempuan lain yang sedang duduk di tempat masing-masing.

"Pagi, Pak Hassan."

"Pagi, Mas Jarreth," Pak Hassan tersenyum lalu sempat mengernyitkan keningnya sembari menatap ke arah pria muda di hadapannya, "Lho. Kusut banget mukanya, Mas?"

Jarreth hanya tertawa kecil, "Biasa lah, Pak. Lagi nyiapin disertasi nih."

"Waduh, jadi inget jaman jaman saya dulu. Dibawa enjoy aja, jangan stres, Mas."

Jarreth mengacungkan jempol ke arah Pak Hassan. Pria ini memang sudah cukup berumur, namun semangatnya jujur saja masih sangat membara. Jarreth jadi bertanya-tanya, apakah ia bisa sesemangat itu juga saat sudah tua nanti.

"Semangat dong, Mas Jarreth. Mukanya kayak bukan orang yang habis menang undian Gebyar BCA aja."

Dengar kalimat tadi disebut, buat Jarreth gantian mengernyit keheranan lalu menatap Pak Hassan dengan pandangan bingung, "Gimana, Pak?"

1 TO 9Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang