Chapter XII
First Lesson with Marie and BagasMarie sedang menyisir rambutnya di ruang tamu saat Aditama datang sembari menguap dan membawa secangkir kopi arabika kalosi panas. Jarum pendek jam masih menunjuk angka 7—masih ada waktu sebelum Marie pergi ke tea house. Mungkin beberapa karyawannya sudah datang untuk menyiapkan opening kedai.
"Kemarin lusa main ke mana sama Jarreth? Jadi ke rumah hantu?" Aditama ambil posisi untuk duduk di sebelah Marie. Jemarinya teralih pada beberapa helai rambut anak gadisnya yang belum ikut tersisir dengan benar. Mengelusnya dan ikut menyampirkan rambut tersebut.
"Makasih," Marie berkata sembari merapikan kembali rambutnya untuk selanjutnya diikat menjadi satu, "Bukan rumah hantu, Yah. Escape room, kayak yang biasa aku datengin."
"Oh," Aditama mengangguk, "Yang nanti harus cari cara buat keluar ya?"
Marie ikut mengangguk, "Iya, tapi escape room kemarin gak begitu susah sih. Clue-nya juga gampang. Mungkin karena aku udah sering ikutan aja kali ya."
Aditama hanya tersenyum kecil sembari menyesap kopi panas miliknya. Setidaknya Marie tidak mengeluh apa-apa tentang sifat Jarreth—apapun itu. Marie memang tidak banyak protes sejak hari pertama. Sejak kecil, anak itu memang penurut.
"Terus sekarang udah berapa kali kamu main keluar sama Jarreth, Marie?"
Marie menggumam sebentar sebelum meletakkan sisirnya ke dalam tas—Marie memang selalu membawa sisirnya pergi ke mana pun, "Hari ini yang kelima sih, Yah."
Oh? Secepat itu?
"Hari ini mau main lagi? Baru juga dua hari gak ketemu."
"Biar cepet selesai juga sih, Yah," Marie bersandar pada sofa ruang tamu. Tangan gadis itu meraup kue nastar yang disimpan di dalam toples, memasukkan satu butir ke dalam mulut, "Si Jarreth lagi sibuk banget ngurusin disertasi-nya. Kayaknya udah mau lulus deh."
Aditama mengangguk, "Iya juga, Ayah lupa kalau dia mahasiswa S3. Emangnya hari ini mau ke mana?"
"Gak kemana-mana," Marie menggeleng, mulutnya masih mengunyah lucu, "Cuma di tea house, dia mau belajar bikin teh. Sama kayaknya mau aku kerjain deh, aku suruh dia jadi waiters."
"Marie," Aditama menghela nafas, "Kurang-kurangin deh jahil sama orang."
────୨ৎ────
Marie tengah mengatur ulang beberapa kotak penyimpanan berisi daun teh dan bunga kering di kitchen ketika Jarreth muncul dari pintu sehabis dari toilet.
Seharusnya pagi ini Jarreth pergi mengajar kelas kuliah seperti biasanya, namun kelasnya harus diundur karena sedang ada acara kuliah umum angkatan yang melibatkan mahasiswa di kelas Jarreth pula. Jadinya, pria itu miliki waktu kosong di jadwal hariannya. Baik Jarreth dan Marie sepakat untuk segera menyelesaikan rangkaian '9 Percobaan Kencan' ini dengan cepat. Agar keduanya bisa kembali ke rutinitas mereka masing-masing.
"Siap bikin teh, Pak Dosen?" Bagas bertanya dengan cengiran jenaka di ujung bibirnya. Bagas bertanggung jawab untuk posisi tea sommelier di Ndoro Saji—baristanya teh.
Jarreth tertawa kecil dan berjalan masuk, mengangkat alis sebelah kanan, "Gak usah dipanggil begitu, jadi ngerasa tua."
"Emang tua," bisik Nikolas yang lalu disenggol oleh Bagas, tepat mengenai ulu hati laki-laki itu. Nikolas hanya berdesis lalu mengambil posisi di tempatnya.
Sebenarnya Ndoro Saji miliki dua jenis dapur yang berbeda; dapur teh yang biasa disebut dengan tea bar dan dapur utama. Keduanya diletakkan bersebelahan dan dapat diakses melalui pintu yang terletak di tengah-tengah kedua dapur tersebut.
KAMU SEDANG MEMBACA
1 TO 9
FanfictionKalian pernah mendengar istilah Kuzure? Di Jepang, angka 9 terkadang dianggap sebagai angka sial. Sebab memiliki bunyi yang mirip dengan kata untuk 'penderitaan'. Marie percaya kalau hal tadi hanya takhayul semata sampai durian busuk menimpa dengan...