Chapter XVII
What a Surprise?Marie letakkan cangkir berisi teh hijau genmaicha di atas meja, cangkir tadi bersandingan dengan sepiring sagon bakar. Pesanan wanita tadi masih tidak berubah rupanya.
"Sebenernya saya ini mau dibunuh sama siapa sih?"
Ratna nyaris tersedak teh-nya sendiri, untungnya wanita itu langsung menjauhkan bibirnya dari ujung cangkir. Ia menatap Marie sembari mengernyit, "Gak ada yang merencanakan hal seperti itu, Marie."
"Terus?" Marie mengerutkan dahi kesal, "Ini udah kali keberapa saya ngalamin kejadian yang membahayakan nyawa saya sendiri. Iya sih, saya pernah sial dulu, tapi gak sampai berhubungan sama nyawa begini."
"Karena kutukan itu sudah memakan jatah karir dan percintaanmu dulu, sekarang yang tersisa hanya kesehatan kamu saja, Marie," Ratna menyesap teh hijau genmaicha-nya, "Tapi kenapa sekarang energi kamu menggelap lagi ya? Kamu udah jarang ketemu sama cowok itu lagi?"
Karena Ratna kembali menyenggol topik ini kembali, Marie jadi tidak tahan untuk bertanya.
"Sebenernya kenapa kamu bawa bawa Jarreth terus?"
"Ah, namanya Jarreth," Ratna tersenyum kecil. Beberapa kerutan halus nampak di wajahnya yang ayu tersebut, "Memangnya saya belum bilang ya, kalau kehadiran Jarreth ini bisa menetralisir kesialan kamu?"
"Udah," Marie mengangguk, "Saya masih gak paham." Marie bukan Kak Gem yang bisa paham secepat itu.
Ratna menggumam sebentar, "Gampangnya sih. Energi kalian berdua ini melebur jadi satu jika berdekatan. Kesialan kamu menjadi netral dan keberuntungan dia juga netral. Kamu gak akan sial sial banget dan Jarreth juga tidak beruntung beruntung banget. Simpelnya, menjadi manusia biasa."
Marie termenung sejenak. Tentu saja hal ini akan terdengar baik olehnya, namun bukankah hal tersebut merupakan kemalangan bagi Jarreth? Pria itu tidak mendapatkan keberuntungan yang seharusnya ia dapatkan.
"Ini tuh beneran gak sih," Marie menggumam sendiri. Mulai memasuki fase denial dalam kehidupannya.
Sementara Ratna mengarahkan jemarinya ke arah sagon bakar, "Sudah hampir mati pun kamu masih bertanya demikian."
Benar juga sih.
"Berarti kasihan Jarreth dong," Marie menatap Ratna, "Dia harus merelakan jatah keberuntungannya dia itu."
Ratna mengangguk kecil, "Memang. Malah biasanya beberapa orang yang mengalami fenomena 9 Naga ini enggan berdekatan dengan mereka yang mengalami Kuzure. Soalnya, keberuntungan mereka bisa habis. Mereka sudah mengalami hidup tidak beruntung selama 8 tahun, lalu saat diberi 1 tahun penuh keberuntungan emas, gak mungkin gak dimanfaatin."
"8 tahun? Hidup gak beruntung?"
"Tapi beda konteksnya dengan kesialan kamu ya, Marie," Ratna menunjuk Marie menggunakan sagon bakar yang ingin ia suapkan ke mulut, "Kesialan kamu ini fatal. Sementara kita bisa menyebut mereka hanya tidak beruntung saja, tidak sampai sial. Mungkin kayak mereka gagal masuk kampus pilihan, mudah sakit, sama hal-hal remeh lainnya, namun tak sampai ke arah kematian."
Mendengar penjelasan tersebut, Marie malah menjadi berkali-kali lipat kasihan dengan keadaan Jarreth. Memang sih dulu saat keduanya sedang trial date, Jarreth pernah bercerita singkat kalau ia tidak diterima masuk ke perguruan tinggi negeri yang ia incar—padahal skornya masuk passing grade.
Marie sudah dapatkan apa yang ia mau selama 8 tahun terakhir, masa ia tega menganggu jatah keberuntungan Jarreth yang hanya berjalan selama 1 tahun itu?
KAMU SEDANG MEMBACA
1 TO 9
FanfictionKalian pernah mendengar istilah Kuzure? Di Jepang, angka 9 terkadang dianggap sebagai angka sial. Sebab memiliki bunyi yang mirip dengan kata untuk 'penderitaan'. Marie percaya kalau hal tadi hanya takhayul semata sampai durian busuk menimpa dengan...