Chapter VII
Interesting Woman, said MarieLantunan instrumen dari Koes Plus memenuhi seisi mobil yang dikendarai oleh Jarreth. Sesuai dengan janjinya, pria itu memang menjemput Marie dengan menggunakan mobil sore ini. Lagi pula, langit di luar sana nampak abu-abu, sepertinya hujan akan kembali menderu.
Kali ini, Marie ikat rambutnya menjadi gaya kucir kuda di belakang. Di sebelahnya, sudah ada Jarreth yang sedang memfokuskan atensi kepada jalan raya sembari sesekali bersiul mengikuti lantunan nada Koes Plus.
Pria di sampingnya ini ... cukup unik. Rasa-rasanya baru kemarin Jarreth bersifat hangat dan nampak seperti sudah membuka diri. Lalu sekarang, pria itu nampak memasang kembali dinding pembatas antar keduanya. Perbincangan basa-basi mereka berdua terlampau basi.
Marie menghela sembari menatap pemandangan luar melalui jendela, meskipun cukup terlihat sia-sia, setidaknya ia bisa membantu ayahnya untuk menjaga hubungan baik dengan Efendi.
"Kamu gak tau Koes Plus?"
Kuis dadakan itu tidak pernah Marie bayangkan sebelumnya. Mau tidak mau, ia alihkan perhatiannya kembali kepada Jarreth. Gadis itu sedikit mengernyit sebelum mengangguk kecil, "Tau kok."
"Oh," Jarreth melanjutkan, "Tapi gak tau lagu lagunya?"
"Satu dua aja sih, gak begitu hapal semuanya," balas Marie.
Jarreth mengangguk mengerti. Sebenarnya ia murni penasaran saja sih, sebab sedari awal Marie memasuki mobil—gadis itu tidak melantunkan gumaman sama sekali. Boro-boro menggumam, sekadar menggoyangkan kepalanya ke kanan dan ke kiri saja tidak. Padahal Koes Plus sedang menyanyikan lagu Kisah Sedih di Hari Minggu, loh! Lagu legend mereka.
Marie menatap layar radio mobil, "Kamu lebih suka dengerin lagu lawas ya?"
"Gak juga, saya cukup update sama lagu lagu baru juga kok."
"Oh gitu," Marie tersenyum kecut—takut takut kalau kalimatnya tadi menyinggung Jareth, padahal ia memang murni penasaran saja. "Emang biasanya dengerin siapa?"
Jarreth memiringkan kepalanya, mencoba mengingat-ingat. "Britney Spears saya suka sih, terus Elvis Presley."
Marie mengedip lamat lamat, katanya lagu baru?
Ternyata pria ini selera lagunya ampun! Jadul banget!
"Kalau kamu?"
Marie tersenyum, "NIKI."
"Oh," Jarreth mengangguk kecil sebelum membelokkan kemudi ke arah kanan, karena lampu lalu lintas masih berwarna hijau, "Yang nyanyi The Apartment We Won't Share, kan?"
"Iya!" Marie bergumam, "Kamu tau juga ya ternyata."
"Astaga, di mata kamu, saya ini sejadul apa?" kalimat tadi disambut oleh tawa rendah oleh Marie, gadis itu lalu mengalihkan pandangannya kembali menuju jalanan—tak sadari Jarreth yang sedang mengulum sendiri senyumnya. Memperlihatkan lesung pipinya yang dalam.
Marie dan Jarreth sampai di lokasi pameran tak lama kemudian. Pameran tersebut dilaksanakan di sebuah pusat perbelanjaan terbesar di kota dan dibuka untuk umum. Menurut informasi dari Jarreth sih, pria itu belum terlambat untuk datang. Kira-kira dari mereka datang hingga giliran Jarreth mengisi sesi talkshow akan memiliki jarak sekitar 20 menit.
Jarreth membebaskan Marie untuk pergi berkeliling dan memperhatikan karya yang ada di sana sementara Jarreth pergi menemui panitia penanggung jawab pameran untuk melaporkan kehadiran.
Jadi lah di sini, Marie berdiri di samping meja display yang sedang memamerkan karya dalam bentuk maket—sebuah replika desain bangunan yang memiliki skala lebih kecil. Gadis itu mengeluarkan ponselnya untuk sekadar berdokumentasi sembari menyimpan banyak pertanyaan di dalam kepalanya.
KAMU SEDANG MEMBACA
1 TO 9
FanfictionKalian pernah mendengar istilah Kuzure? Di Jepang, angka 9 terkadang dianggap sebagai angka sial. Sebab memiliki bunyi yang mirip dengan kata untuk 'penderitaan'. Marie percaya kalau hal tadi hanya takhayul semata sampai durian busuk menimpa dengan...