Chapter XXIV
The New Fact About KuzureRangga berjalan menuju area ruang indoor tea house sembari membawa nampan berisi teh hijau genmaicha dan sagon bakar.
Masih ingat siapa orang yang paling suka memesan kedua menu barusan?
"Marie di mana?"
Rangga sedikit mengernyit, tadi saat para staf kitchen sedang menyiapkan pesanan teh hijau genmaicha dan sagon bakar, Nikolas memang sudah bertanya, "Shaman itu dateng lagi ya? Yang mesen sagon bakar kan cuma dia doang."
Bahkan seluruh jajaran tim Ndoro Saji sudah ingat di luar kepala pesanan apa saja yang selalu diinginkan oleh Ratna. Pada buku dan papan menu, mereka memang hanya menulis menu kudapan Sagon, tanpa embel-embel bakar. Ratna sendiri yang bertanya kepada staf apakah sagon tersebut bisa dibakar saat ingin disajikan.
Jemari Rangga dengan hati-hati meletakkan cangkir berisi teh hijau genmaicha di atas meja, "Kak Marie lagi ada urusan, jadi gak bisa dateng ke tea house."
Gerak tangan Ratna yang ingin menyentuh cangkir teh tadi terhenti, raut wajahnya berubah pias saat tatap Rangga. "Sudah terjadi ya?"
Tak ayal, Rangga mengernyit saat ditanya seperti itu. Sial, ini karena Chandra tidak ingin melayani pesanan Ratna—laki-laki itu takut kalau wanita ini bertanya yang aneh-aneh dan benar saja kan, Rangga sungguhan diwawancara seperti ini.
"Maaf, saya kurang mengerti—"
"Marie," Ratna mengedip dua kali, "Dia kecelakaan lagi kan?"
Mata Rangga sedikit terbelalak, tidak menyangka kalau Ratna akan menebak hal tadi dengan benar. Memang beberapa pelanggan banyak bertanya tentang kehadiran Marie yang tak mereka jumpai di tea house, beberapa di antaranya memang sudah akrab dengan gadis itu. Pribadi Marie kan memang supel dan mudah berbaur dengan pelanggan, jadi jika ia tidak ada akan ada banyak pelanggan tetap yang mencari. Aditama sendiri yang berpesan kepada para staf untuk berbohong dan menjawab kalau Marie sedang mengurus pekerjaan lain, agar tak membuat pelanggan khawatir.
Melihat ekspresi terkejut Rangga sudah cukup bagi Ratna, wanita itu langsung berdiri tanpa kembali menyentuh cangkir teh dan sagon bakar miliknya. Dengan cepat, berjalan pergi. Melihat hal tersebut, tentu saja Rangga langsung mengikuti wanita itu dengan tergopoh-gopoh.
Bukan apa, Ratna kan belum bayar. Sebagai staf yang baik, Rangga tidak bisa dong membiarkan pelanggan kabur seenaknya.
"Permisi, Ibu," Rangga menyamai langkah Ratna, "Pesanannya belum dibayar."
"Iya ini saya juga mau ke kasir terus pergi," balas Ratna dingin. Namun hal tadi tetap membuat Rangga mengikuti wanita itu, benar sih Ratna berjalan menuju kasir, ia tidak berbohong.
Laras yang berjaga di bagian kasir pun sedikit terlihat bingung saat melihat Rangga yang berjalan mengikuti pelanggan sampai kasir. Rangga menggeleng kecil, memberi isyarat 'ada yang aneh' kepada Laras.
Tetap melaksanakan jobdesk-nya seperti biasa, Laras tetap tersenyum dan menerima bayaran dari Ratna.
"Sekarang gimana keadaannya Marie? Dia sadar atau tidak?"
Gerak tangan Laras yang ingin mengambil kembalian terhenti, gadis itu sempat menggeleng ke arah Rangga—meminta agar Rangga tidak menjawab. Namun dengan kesadaran penuh Rangga berkata, "Koma tapi tadi pagi katanya baru selesai melewati masa kritis. Ibu ini tau dari mana informasi tentang Kak Marie yang habis kecelakaan?"
Ratna menghela napas, "Jadi benar. Kuzure itu masih tidak punya ampun. Saya terlambat lagi," wanita itu menggeleng ke arah Laras, "Kembaliannya disimpan saja, saya kan juga sering ke sini. Kamu," Ratna menunjuk Rangga, "Ikut saya, antarkan saya ke rumah sakit tempat Marie dirawat. Sekarang."
![](https://img.wattpad.com/cover/379601665-288-k403647.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
1 TO 9
FanfictionKalian pernah mendengar istilah Kuzure? Di Jepang, angka 9 terkadang dianggap sebagai angka sial. Sebab memiliki bunyi yang mirip dengan kata untuk 'penderitaan'. Marie percaya kalau hal tadi hanya takhayul semata sampai durian busuk menimpa dengan...