Chapter VIII
Another PerspectiveNyatanya Marie betah duduk memperhatikan isi talkshow sampai selesai. Meskipun hampir tidak memahami kira-kira 50% dari bahasa arsitektur yang digunakan—Marie cukup mengerti apa yang dimaksud dengan eksplorasi dan konfigurasi spasial itu.
Seusai talkshow, para MC mempersiapkan sesi ice breaking sebelum akhirnya disusul oleh sesi presentasi dari para sponsor dan akhirnya dilanjutkan kepada pembicara talkshow selanjutnya. Jarreth masih mengobrol bersama dengan panitia pelaksana yang lain dan melakukan sesi foto bersama, Gita pergi menyusul, sementara Marie masih duduk di posisi awal.
Kira-kira setelah sekitar 25 menit menunggu, Jarreth datang masih bersamaan dengan Gita di belakang pria itu. Jarreth menepuk pundak Marie dengan dua kali ketukan, "Sorry, Marie. Nunggu lama?"
Marie menoleh lalu menggeleng dan berdiri, gadis itu bertatapan dengan Jarreth, "Gak kok, aman."
Gita berjalan maju satu langkah, menyamakan posisinya dengan Jarreth sebelum menggenggam lengan pria itu, "Marie, Jarreth-nya aku pinjem dulu ya. Ini dari temen-temen dosen pada mau makan malem bareng."
Jarreth sedikit menarik lengannya, "Kan aku udah bilang ke yang lain kalau gak ikut makan malem, Git."
"Karena sungkan ninggal Marie kan?" Gita menatap Marie dengan pandangan memohon, "Boleh dong, Marie. Kamu gak apa-apa kan kalau Jarreth ikut kita?"
Marie sempat mengernyit, yah gak masalah sih. Sebenarnya apa yang diharapkan Gita? Dirinya yang memohon-mohon untuk tidak membawa Jarreth pergi kah? Marie tidak bodoh, ia tau gadis di hadapannya sedang memperlihatkan kalau dia lebih dekat dengan Jarreth dibanding dirinya.
Marie mengangguk kecil, "Gak masalah—"
"Gak masalah gimana? Om Aditama nitipin kamu ke saya," dengan gerak singkat, Jarreth sedikit memisahkan jarak dengan Gita. Membuat genggaman gadis itu di lengan Jarreth terlepas, "Tadi udah izin ke temen-temen dosen yang lain juga boleh kok, aku makan malemnya sama Marie, Git." Jarreth menoleh ke arah rekan kerjanya itu.
Gita mencebik lalu mengangguk, "Ya udah," gadis itu mengalihkan pandangannya ke arah Marie lalu tersenyum singkat sebelum akhirnya tanpa melepaskan sepatah kata lagi pergi berbalik meninggalkan Marie dan Jarreth.
Sepertinya keduanya sudah cukup lama menjadi rekan kerja. Jarreth masih cukup kaku dalam berkomunikasi dengan Marie—ia masih nyaman menggunakan kata saya dan kamu sementara dengan Gita, ia lebih luwes berkata aku dan kamu.
Marie sendiri jadi sungkan sih, takut takut kalau ia dikira melarang Jarreth untuk ikut makan malam bersama dengan rekan kerjanya yang lain.
"Jarreth, beneran gak apa-apa kamu gak ikut makan malem sama yang lain?"
Jarreth mengangguk sembari melambaikan tangannya ke arah panitia pelaksana dan beberapa dosen muda yang juga kebetulan hadir, "Aman kok. Mereka tau saya gak dateng sendirian hari ini."
Jarreth sudah bisa membayangkan bagaimana murkanya Efendi kalau tau ia membiarkan Marie pergi sendirian. Saat pria itu berkata kalau ia mengajak Marie hujan-hujanan saja, motornya hampir dibuang ke sungai—Efendi bersungguh-sungguh. Pria itu sudah mencari nomor telpon jasa angkut terdekat.
Lagi pula Jarreth merasa tidak enak sendiri, ia sudah mengajak anak orang untuk ikut pergi bersamanya namun membiarkan Marie kelaparan. Gadis itu tidak pergi kemana-mana selama talkshow berlangsung pula. Jarreth pikir Marie akan berubah menjadi bosan dan pergi di tengah tengah sesi talkshow berlangsung, namun rupanya gadis itu mendengarkan dengan fokus sejak awal talkshow dimulai hingga sesi tanya jawab selesai.
KAMU SEDANG MEMBACA
1 TO 9
FanfictionKalian pernah mendengar istilah Kuzure? Di Jepang, angka 9 terkadang dianggap sebagai angka sial. Sebab memiliki bunyi yang mirip dengan kata untuk 'penderitaan'. Marie percaya kalau hal tadi hanya takhayul semata sampai durian busuk menimpa dengan...