XXVI

2K 264 192
                                    

Chapter XXVI
Is There Still Anything That Love Can't Do?

Jarreth hampir tersandung di pelataran parkir mobil untuk dosen, dia baru saja selesai mengajar mata kuliah Arsitektur Rancang Kota saat mendapat panggilan telpon dari Efendi. Sebenarnya singkat saja, pria itu hanya berkata; Marie sudah sadar dari koma.

Profesional, tentu saja Jarreth tidak bisa seenaknya langsung pergi begitu saja meninggalkan kelas, ia tetap mengajar meskipun nampak terburu-buru, beberapa mahasiswanya sudah memasang wajah tegang, khawatir kalau amarah pria itu rupanya sudah memuncak.

Namun toh kekhawatiran mereka tak berujung, Jarreth tidak mengamuk seperti biasa hingga kelas berakhir. Bahkan usai mengucapkan salam, Jarreth jadi orang pertama yang langsung bergegas meninggalkan kelas.

"Jarreth! Makan siang!" Gita sedikit mengejar pria itu, "Kan udah janji mau makan siang bareng sama yang lain."

Jarreth mencari kunci mobil yang ia simpan di dalam backpack lalu menggeleng, "Absen dulu."

"Absen lagi? Kamu udah jarang banget ikut kita kumpul—cuma makan siang doang, Reth."

"Git," Jarreth mengambil kunci mobilnya lalu menekan tombol buka, pria itu menghela napas sejenak sebelum menoleh ke arah gadis di sampingnya, "Gak bisa, aku ada urusan lain. Lagian kalau pun aku gak ikut, makan siangnya tetep jadi kan?"

Gita mengernyit, "See? You've changed, Reth."

"Sorry then," Jarreth membuka pintu belakang mobilnya, melempar backpack masuk ke dalam sebelum gantian membuka pintu depan.

"Is it all because Marie?"

"I said keep your mouth shut, Git. Don't even mention her name," Jarreth masuk ke dalam mobil, duduk di bangku kemudi, "Duluan."

Di dalam mobil, Jarreth melonggarkan kemeja yang ia kenakan. Pria itu lepas satu kancing teratasnya sebelum mengarahkan AC langsung ke atas menabrak wajahnya. Ujung mata Jarreth lirik spion tengah mobil, meneliti rambutnya sendiri.

Sial, ia masih terlihat lusuh.

Jarreth enggan terlihat lusuh.

────୨ৎ────

Marie mengerjap, matanya berusaha untuk beradaptasi dengan cahaya. Gadis itu dapat rasakan nyeri yang cukup tajam pada sisi dadanya.

Mulanya, saat Marie mulai tersadar dari koma, ia sempat mengalami kebingungan disorientasi. Bahkan Marie sempat tidak ingat dengan apa yang terjadi, ia juga ingin bertanya sedang berada di mana ia saat ini namun karena terlalu lemah, tidak ada suara yang keluar.

Setelahnya, dokter mulai memantau tingkat kesadaran Marie dengan menggunakan skala Glasglow Coma Scale; tes untuk melihat respon mata, gerakan tubuh, dan kemampuan bicara. Dokter meminta Marie untuk mengikuti instruksi sederhana yang diberi, seperti menggerakkan jari dan mengevaluasi kemampuan koordinasi refleksnya.

Setelah memastikan kalau Marie sudah sadar sepenuhnya, dokter mulai menilai kemampuan berpikirnya untuk mengetahui apakah ada kerusakan kognitif atau amnesia, mengingat Marie memang mengalami trauma kepala karena kecelakaan. Kemampuan berpikir tadi termasuk apakah Marie bisa mengenali waktu, tempat, dan orang-orang di sekitarnya.

Syukurnya, tanda vital Marie dinilai stabil. Tidak ada infeksi ataupun pendarahan tambahan, respon fisik dan neurologisnya baik, keadaannya sungguhan stabil. Dokter bahkan sempat memuji dan berkata kalau mungkin saja Marie mendapat mukjizat dari Tuhan.

1 TO 9Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang